1 AM

Siapa yang selalu membeli nasi goreng lamer? Agil. Jawabannya adalah Agil. Akhir-akhir ini, Agil selalu membeli nasi goreng lamer yang mungkin setiap malamnya di meja makan terdapat beberapa bungkus nasi goreng lamer di sana. Agil membelikannya untuk perempuan yang ia cintai. Lea.

Lea sangat suka dengan nasi goreng lamer bertopping ayam katsu itu. Tak lupa, terdengar suara kriukan yang berasal dari mulutnya saat dirinya mengunyah. Kriukan itu adalah beberapa kacang goreng yang menjadi kunci kelezatan nasi goreng lamer ini.

Pukul satu malam, seperti biasanya. Lea akan terbangun, dan ia akan mengeluh kelaparan. Dengan sigap, pasti Agil langsung ikut bangun saat itu juga untuk menemani istrinya makan.

“Kalo nggak ditemenin, dia bakal ngambek. Dia nggak berani turun ke bawah buat makan tengah malem sendirian,” kata Agil.

Agil tak kesal dengan kebiasaan Lea itu setelah menikah. Ia malah dengan senang hati akan menemani istrinya yang setiap malam kelaparan seperti zombie.

“Aduh ... borong aja apa Mas nasgor lamer ini. Atau nggak bawa aja gerobaknya ke rumah, sama yang dagangnya juga.”

Agil yang sedang menuangkan air minum di depan kulkas itu terkekeh. Lalu ia beralih berjalan menuju meja makan, dan duduk di sana—di hadapan Lea yang masih menyantap nasi goreng lamernya itu.

“Nih,” kata Agil seraya memberikan segelas air kepada Lea. “Jangan lupa minum, sayang .... Takut keselek.”

Uhuk!

Benar saja, detik itu juga Lea langsung tersedak. Selain tersedak, ia juga terkejut saat Agil mengucapkan kata “Sayang.” Sudah biasa, sih. Tetapi rasanya jika Lea mendengar kata itu, seketika tubuhnya terasa melayang.

Lea sudah menyantap habis nasi goreng lamernya itu. Satu setengah bungkus ia makan. Setengahnya, Agil yang menghabisinya. Agil heran, setiap hari Lea selalu seperti ini. Tetapi, mengapa berat tubuh Lea tidak pernah naik?

Kini pukul setengah tiga pagi. Pencahayaan rumah Agil tidak terlalu terang karena setiap malam Agil hanya memasang lampu downlight. Masih di tempat yang sama, namun posisinya berbeda, Agil dan Lea duduk bersampingan untuk melanjutkan film yang mereka tonton.

“Hah ... Red juga mau bunuh diri? Plis ... jangan ... sumpah kalo iya Lea bakal nangis lagi, sih ....”

Agil hanya mengukir senyuman, dikala Lea menonton film tersebut dengan serius. Setelah beberapa menit, Agil merasa sangat puas dengan ending film itu. Namun Agil terheran, mengapa tak ada reaksi sedikit pun dari Lea?

Agil menunduk sedikit, untuk melihat wajah istrinya itu. Ternyata Lea tertidur. Padahal, jika Lea menyaksikan endingnya, pasti Lea akan merasa sangat puas seperti Agil.

Cukup lama menghabiskan waktu bersama di meja makan, kini Agil membopong tubuh Lea perlahan untuk menuju kamar. Sembari menaiki tangga satu persatu, Agil memperhatikan wajah tertidur istrinya itu.

Cantik, selalu cantik.

Perlahan Agil mendekatkan wajahnya, untuk mengecup dahi Lea. Agil tersenyum, ia seperti masih tidak menyangka bahwa kini perempuan pilihan Mas Galang menjadi miliknya.

Di kasur yang empuk ini, Agil membaringkan tubuh Lea. Bukannya langsung tidur, Agil lebih memilih untuk terus menatap wajah cantik istrinya itu ketika tidur. Agil mengusap lembut surai rambutnya. Kemudian turun untuk mengusap wajah perempuannya itu. Agil kembali mendekatkan wajahnya, dan menempelkan bibirnya itu di bibir merah muda Lea.

Cup!

“Mas sayang kamu, dek ...” ucap Agil dengan nada kecil.

Tiba-tiba saja Lea membuka matanya. Ia terkejut, bahwa wajah Agil tepat berada di atasnya. Jaraknya sangat dekat sekali.

“Happy ending,” ujar Agil seraya menatap Lea.

Lea membalasnya dengan kerutan di dahinya. “Hah ...?”

“Filmnya Happy ending, sayang .... Tapi tadi Lea ketiduran ....”

“Serius?” Lea bertanya, kemudian ia ingin bangkit dari tidurnya namun Agil tahan saat itu juga. “Kenapa, Mas ...? Mana handphonenya, Lea mau lanjutin ....”

“Besok aja. Udah malem, dek ....” Agil menjawab, dengan manik mata yang masih setia menatap istrinya itu.

“Kenapa liatin Lea terus?”

Agil tersenyum manis, kemudian ia menggeleng.

“Mas ...” panggil Lea yang dijawab dehaman oleh Agil.

Lea terdiam sejenak, lalu tak lama Lea menangkup wajah Agil itu. Kemudian, Lea menarik wajah Agil dan setelahnya Lea melumat bibir manis suaminya itu. Lea bisa merasakan, bahwa Agil tersenyum di sela-sela ciuman mereka berdua.

Momen setiap tengah malam seperti inilah, yang tak akan pernah terlupakan bagi mereka berdua.