“Cilloooooo,” panggil Agil
“Iyaaa, mas Agil...”
“Mas panggil Cillo, bukan Lea.”
Klea mendengus pelan.
Agil terkekeh, “Leaaaa...”
“Apa?”
“Jutek banget,” ucap Agil
“Udah deh cepetan mas mau ngomong apa.”
“Kamu daritadi nutupin muka pake badan Cillo mulu. Mana mukanya? Mas mau liat.”
“Ngga mau.”
“Lea, mau risoles yang di samping tukang fotocopy ngga?” tanya Agil
Klea langsung muncul dari balik tubuh Cillo, “Mana?”
Agil berdecih, “Giliran risol aja, langsung nongol.”
“MANAAAA?! Lea mau, mas beli risolnya?”
“Iya besok, sekarang udah malem mana buka.”
Klea memutar bola malasnya.
“Kok belum tidur jam segini?” tanya Agil
“Ngga ngantuk.”
“Lagi ngapain?” tanya Agil
“Tiduran.”
Agil tak membalas ucapan Klea, ia sekarang fokus menatap layar komputernya.
“Mas Agil ngapain? Lagi mabar ya?” tanya Klea
“Iya, kok tau?”
“Ya kedengeran suara tembakan.”
Agil terkekeh, ia menatap Klea dari layar handphonenya.
“Mas jangan keseringan main game, apalagi ini udah malem,” ucap Klea
“Iya...”
“Ini terus Lea ngapain, ya?” tanya Klea heran karena sedari tadi Agil fokus memainkan game di komputernya
“Temenin mas aja, kamu kalo mau tidur ya tidur aja.”
“Cillo laper, sebentar Lea mau ngasih makan Cillo dulu.”
Agil langsung menatap layar handphonenya, ia tersenyum melihat Klea di sana yang sedang memberi makan kucing yang ia belikan untuknya. Agil merasa sangat senang, Lea sangat menyayangi kucingnya itu.
“WOY AGIL ANJINGGGG, LO NGAPAIN DIEM AJA TOLOLLL, KALAH KAN BANGSAT!” teriak seseorang yang suaranya berasal dari komputer Agil
Klea menoleh mendengar teriakan itu, lalu ia langsung melihat apa yang terjadi.
“Kenapa, mas?” tanya Klea
“Ngga, gapapa.”
“AGIL BRENGSEK, SIALAN LO.” ucap Saka
“Bacot, lo. Udah ah, besok lagi. Ngga seru maen sama lo,” ucap Agil menatap layar komputer
“BILANG AJA LO MAU BUCIN KAN SAMA KLEA, HALAH DASAR.”
Klea mengernyit, “Apasih, kok Lea bingung.”
Agil menatap layar handphonenya kembali, lalu ia langsung menidurkan dirinya di kasur.
“Ngga udah, itu tadi Saka ngomel-ngomel. Dia mati, ditembak.”
Klea ber-oh ria.
“Tidur, gih,” ucap Agil
“Lea ngga ngantuk, mas.”
“Paksa, jangan tidur malem malem.”
“Oh iya, tadi katanya mas mau ngomong sesuatu. Mau ngomong apa?”
“Ohhh iyaa, mas lupa. Itu, lusa mas seminggu dulu di kosan, mas ngga pulang ke rumah. Mas capek bolak balik kampus rumah, mas nyusun skripsinya di kosan aja.”
Klea terdiam, ia merasa sedih bahwa ia nanti tidak ketemu Agil selama seminggu.
“Kok diem? Kenapa, dek?” tanya Agil
“Gapapa.”
Agil menghela napasnya, “Maaf ya, ngga bisa ketemu dulu. Tapi nanti mas telpon kamu, kita video call, Lea temenin mas nyusun skripsi. Mau, kan?”
Klea mengangguk kecil.
“Leaaa, maaf. Kan mas cuma di kosan, cuma seminggu doang. Nanti mas pulang lagi ke rumah, nanti kita jalan-jalan deh.”
“Iya mas... gapapa kok.”
Mata Agil tak beralih sama sekali menatap Klea yang menutup setengah mukanya dengan selimut. Agil tahu bahwa Klea sedih, Agil pun juga sama.
“Besok masak-masak, yuk?” ajak Agil
“Yukk, masak-masak apa?”
“Lea maunya apa?” tanya Agil
Klea tampak berpikir sejenak, “Oh! Lea mau pizza, mas mau ngga?”
“Boleh.”
“Yaudah, besok mas ke rumah Lea aja yaa?”
“Iya, Lea,” ucap Agil
“Oke.”
“Tapi abis itu jangan sedih lagi mas tinggal ke kosan.”
“Lea ngga sedihhh, biasa aja.”
Agil tersenyum kecil, “Iyaudah, tidur.”
“Ini ngga dimatiin?” tanya Klea
“Ngga usah.”
Klea menyanggah handphonenya dengan guling, ia melihat Agil yang menatapnya lewat layar handphonenya.
“Goodnight, Lea...” ucap Agil
Klea tersenyum, “Goodnight too, mas.”