conversation in the rain.

Leon memarkirkan mobilnya di sebuah parkiran. Ia kembali mengecek handphonenya dan melihat bahwa keberadaan Adam ada di sekitar sini, Russell Square London.

Leon turun dari mobilnya, dan ia mendapatkan panggilan dari Klea.

“Halo, gimana? Udah ketemu?”

“Belum, Klea. Ini aku di taman Russell, terakhir Adam ada di sini.”

“Duh, itu anak bener-bener ya. Adam tuh kenapa sih?”

“Udah pokoknya nanti kalo dia pulang jangan dimarahin, ini aku mau cari dulu.”

“Iya.”

Leon menghela napasnya, lalu ia langsung melangkahkan kakinya untuk menyusuri taman ini mencari di mana Adam berada.

Russell Park ini cukup luas, hari ini juga banyak sekali pengunjungnya untuk sekedar belajar, piknik, atau berkencan. Setelah menyusuri tempat ini sekitar sepuluh menit, Leon menghentikan langkahnya. Ia menatap dua orang yang sedang duduk di salah satu kursi taman dan mengobrol agak jauh di depan sana. Leon tahu postur tubuh itu, Leon sangat mengenal sekali postur tubuh itu.

“Adam!” panggil Leon

Lantas, yang dipanggil pun langsung menoleh.

“I have to go now.”

Adam mengangguk, lalu ia kembali menatap Leon yang kini berjalan menghampirinya.

“Where have you been?” tanya Leon khawatir

Adam bangkit dari duduknya, “Em....” Adam terlihat sangat gugup, ia menunduk.

“Adam, jawab papah.”

“I’m sorry, aku pusing. Aku juga tadi abis dari British Museum, lagi pengen aja ke sini,” ucap Adam tanpa menatap Leon

Leon menghela napasnya, “Iya kenapa harus sampe ngga kelas? Kamu bolos?”

“Sorry....”

“Terus ngapain jauh-jauh ke Cambridge?” tanya Leon

“Pengen main ke univnya aja.”

Lagi-lagi Leon menghela napasnya, ia melihat ke arah sekeliling taman ini.

“Ayo pah, pulang,” ucap Adam

“Kamu ngobrol sama siapa tadi?”

Adam mengambil tasnya, “Itu temen lama. Ketemu di sini, ternyata dia tinggal di sini.”

“Kok langsung pergi gitu aja?”

Adam menghela napasnya secara kasar, “Pah, udah lah ngapain nanya-nanya terus. Dia lagi buru-buru, makanya langsung pergi,” jedanya

Adam melangkahkan kakinya, “Udah ayo pulang.”


Sore ini jalanan kota London di guyur hujan, Leon dan Adam memutuskan untuk membeli sebuah kopi di Starbucks terdekat.

“Two Caffe Americano?”

“Yes, thank you,” ucap Leon ramah

“You're welcome.”

Setelah mengambil pesanannya, Leon langsung melajukan kembali mobilnya. Setelah pergi dari Taman Russell, tiba-tiba saja kota ini langsung hujan lebat. Ditambah jalanan yang sangat macet, Leon dan Adam mau tidak mau sabar menunggu di dalam mobil.

Leon menoleh ke arah Adam yang meminum Americano nya sambil menatap jalanan di luar sana melalui jendela mobil. Leon tersenyum, lalu ia mengusap kepala Adam.

Adam terkejut, ia menatap Leon yang sekarang tersenyum padanya, “Why?”

Leon terkekeh, “You've grown up, you've grown well,” jedanya

“Padahal dulu masih kecil, tingginya se pinggang papah. Tapi sekarang kita tingginya udah sama.”

Adam terdiam, ia tak membalas ucapan Leon.

Hujan rintik di luar sana menemani perbincangan Leon dan Adam di dalam mobil ini.

Leon menghela napasnya, “Kalo ada masalah bilang sama papah ya, dam? Kamu punya papah, punya mamah, punya Ale. Jangan pendem sesuatu sendirian,” jedanya

“Waktu itu papah sempet mau masuk ke kamar kamu, ngecek kamu udah tidur apa belum. Tapi papah denger dari luar kalo kamu lagi nangis. Kenapa? Ada masalah di kuliahan? Atau ada masalah lain yang bikin kamu nangis?” lanjutnya

Adam menunduk, menatap Americano nya, “Nothing, no problem at all.”

“Terus kenapa nangis? Papah jarang banget liat kamu nangis, bahkan ngga pernah sama sekali.”

Lagi-lagi Adam terdiam.

Jalanan kini sudah kembali normal, Leon langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.

“Kamu sama kayak papah kamu, Agil. Kalo ada apa-apa pasti diem aja,” ucap Leon menatap lurus jalanan di depan sana

“Emang papah deket banget sama papah Agil?”

“Iya ngga, cuma udah keliatan aja. Dan sekarang sifatnya turun ke anaknya.”

Adam menyandarkan tubuhnya di kursi mobil, ia menghela napas beratnya, “Adam cuma lagi capek aja, tugas kuliah banyak banget. Adam suka ngga kuat, tapi Adam ngga boleh nyerah gitu aja.”

Leon menatap Adam yang memejamkan matanya sambil menyandarkan tubuhnya di kursi mobil, Adam terlihat sangat kelelahan.

“Kalo capek ya istirahat dulu, jangan kamu paksain. Kalo seandainya tugasnya susah bilang ke papah aja, nanti papah bantuin. Bagus kalo kamu berpikiran ngga boleh nyerah. Memang untuk sekarang pasti berat banget banyak tugas lah, ini lah, itu lah, gambar, mikirin rancangan. Tapi papah yakin, semua hasil kerja keras kamu bakal terbayarkan suatu saat. Kamu keren loh dam, Arsitektur tuh ngga gampang.”

Adam menatap Leon cukup lama, apakah selama ini Adam sudah keterlaluan? Setelah selama ini Leon memperlakukannya dengan sangat baik. Adam tahu bahwa Leon sangat menyayanginya tulus dari hati, tapi rasanya yang tetap menjadi papahnya itu hanya Agil seorang. Dan ya, terkadang Adam masih merasa sangat benci kepada Leon.

“Adam....”

“Adam,” panggil Leon yang sekarang berhasil membuat Adam tersadar dari lamunannya

“Apa?” ucap Adam menatap Leon

“Kamu dengerin papah ngomong ngga tadi?”

“I-iya....”

“Yaudah, pokoknya ngga boleh nyerah. Kalo capek istirahat. Kalo susah, bilang ke papah nanti papah bantuin. Dan kalo ada apa-apa juga cerita, jangan diem aja. Satu lagi, jangan bolos kuliah lagi. Kamu liat tuh mamah di rumah panik banget, khawatir sama keadaan kamu.”

Adam menunduk, meratapi kesalahannya, “Iya, maaf.”

Adam tidak sadar sama sekali bahwa mereka berdua ternyata sudah sampai di depan rumahnya. Ia melihat Leon yang membalikkan badannya untuk mengambil sebuah payung di belakang, lalu Leon memberikan payung tersebut ke dirinya.

Adam mengernyit, “Kok cuma satu?”

“Udah sana masuk,” ucap Leon

“Lah, papah gimana? Ayo bareng aja satu payung.”

Leon mematikan mesin mobilnya, “Duluan aja, papah gampang. Papah mau di mobil dulu sebentar.”

Adam terdiam sejenak, lalu ia langsung ke luar dari mobil dan meninggalkan Leon yang sendirian di dalam mobil.

Leon tersenyum getir melihat Adam yang melenggang pergi masuk ke rumahnya, lalu ia membuka handphonenya dan menatap sebuah foto yang ia pasang di lockscreennya. Iya, foto tersebut adalah foto keluarga kecilnya saat mereka berkunjung ke University of Oxford. Foto Leon, Klea, Adam, dan Alea yang sedang tersenyum bahagia. Karena pada saat itu adalah pertama kalinya mereka berkunjung kembali, setelah Adam dan Alea dinyatakan telah menjadi bagian dari mahasiswa University of Oxford.

Leon menyandarkan tubuhnya di kursi mobil, ia menghela napas beratnya.

Apa.... ini udah saatnya? /batin Leon