Lastly: Akhir yang benar-benar akhir dari segalanya.

2047.

Seorang perempuan membuka matanya dengan cepat. Napasnya terengah-engah, keringatnya pun bercucuran di wajahnya. Ia bangkit dari posisi tidurnya, ia mengatur napasnya dengan sebaik mungkin. Mimpi, barusan ia bermimpi sangat panjang. Mimpi itu, mimpi yang tak bisa dijelaskan oleh kata-kata.

Ia bangkit dari kasurnya, melangkahkan kakinya menuju sebuah kaca besar di lemarinya. Ia.... masih hidup?

Ceklek! Pintu kamarnya terbuka, menampilkan seorang pria yang sangat ia kenali.

“Dek.... Lagi ngapain?”

Klea, ia terdiam cukup lama. Ia terdiam, mencerna apa yang baru saja ia alami. Jadi.... itu semua hanyalah mimpi?

Cup! Klea merasakan bahwa dahinya dikecup oleh pria yang sangat ia cintai— Agil.

“Kamu kenapa, sih?” tanya Agil yang heran melihat Klea sedari tadi terdiam

Klea menatap Agil, menatapnya dengan sangat lekat. “K-kita, masih hidup?”

Agil mengernyit, lalu ia terkekeh. “Kamu kenapa sih, dek....”

Klea meneteskan air matanya, lalu ia langsung memeluk Agil saat itu juga.

“Udah yuk ke bawah, anak-anak udah nungguin.”

Klea melepaskan pelukannya. “Kita mau ke mana emangnya?”

“Foto keluarga,” ucap Agil yang disertai senyuman manis

Kini Agil dan Klea telah melangkahkan kalinya menuju ruang tengah, ia melihat di sana Adam dan Alea yang ternyata sudah siap untuk pergi foto keluarga.

“Udah yuk ah pergi sekarang, nanti kalo kesiangan panas banget sumpah,” ucap Alea

Agil, Klea, dan Adam mengangguk setuju saat itu juga.


Sebuah taman yang cukup luas yang terletak di kota Jakarta ini menjadi tempat pemotretan Agil dan keluarga kecilnya. Iya, hari kemarin Adam dan Alea telah lulus menjadi sarjana Arsitektur dan Kedokteran. Mereka memutuskan untuk foto wisuda sekaligus foto keluarga di tempat ini.

Agil dan Klea, mereka berdua sudah terduduk manis di sebuah kursi yang telah disediakan Adam dan Alea.

“Wait, wait, ngatur posisinya dulu. Le, coba lo berdiri di samping papah,” pinta Adam

“Oke, oke.”

Agil dan Klea menggenggam tangannya satu sama lain. Klea yang melihat dasi Agil sedikit berantakan, ia langsung merapihkannya saat itu juga.

Agil tersenyum, lalu ia mengecup secara perlahan punggung tangan Klea. “Makasih, dek....”

“AYO, AYO, INI PAKE TIMER,” teriak Adam yang setelahnya langsung berlari dan berdiri di samping Klea

1

2

3

Cekrek!

“YES! AYO MAS KITA LIAT HASILNYA,” teriak Alea

Agil dan Klea sama sama tersenyum melihat kedua anaknya yang di sana tersenyum bahagia.

“Bagus ngga?” tanya Agil

“Bagus, sumpah bagus banget.... Backgroundnya tuh gila keren kan foto di antara dua pohon besar. Ngga salah nih mas gue pilih tempat foto,” ucap Alea panjang lebar

Adam terkekeh.

“SEKALI LAGI!!” teriak Adam

Agil dan Klea mengubah posisinya, mereka berdua saling berdekatan dan menggenggam tangannya satu sama lain.

1

2

3

Cekrek!

Agil dan Klea kembali mengeluarkan senyumannya saat ia melihat di depan sana kedua anaknya tersenyum bahagia.

Klea tersenyum haru, ia menghela napasnya secara perlahan. “Akhirnya ya mas, akhirnya anak-anak kita jadi sarjana juga. Lea berharap, semoga mereka berdua menjadi orang yang sukses....”

Agil mengeratkan genggaman tangannya pada tangan Klea, ia masih setia menatap kedua anaknya yang di depan sana sedang melihat hasil fotonya. “Aamiin, dek....”

“Setidaknya Lea sekarang udah lega, akhirnya mereka udah bisa menata hidupnya masing-masing. Mereka udah tumbuh besar, tumbuh dengan baik. Mas bangga ngga sama anak-anak?” tanya Klea yang kini menatap Agil

Agil tersenyum menatap Klea. “Udah pasti bangga, bangga banget.”

Cup! Klea mengecup secara perlahan pipi Agil, lalu ia menatapnya dengan sangat lekat.

“Mas Agil, Klea, tetangga. Ngga nyangka ya kita sekarang hidup bersama-sama. Kita laluin semuanya bersama-sama, suka dan duka. Lea kadang masih ngga percaya kalo tetangga Lea jadi suami Lea sekarang. Lea seneng banget, Lea bisa ditakdirin hidup sama Mas Agil. Mas Agil selalu ngajarin hal-hal yang baik ke Lea, dan Lea pun menerimanya dengan senang hati. Mas.... Apapun kesalahan yang pernah Lea lakuin ke Mas tolong dimaafin, ya? Lea sayang banget sama Mas Agil....”

Agil tersenyum manis, lalu ia kembali mengecup dahi Klea cukup lama. “Mas juga sayang kamu, dek.... Beribu kali mas ngga akan pernah bosen kalo mas bilang mas beruntung banget milikin kamu.... Perempuan memang banyak di dunia ini, tapi di mata mas cuma kamu yang spesial. Terima kasih, ya? Terima kasih sudah hadir di dalam hidup mas.”

Klea tersenyum manis.

“Yaudah, waktu kita cuma sedikit di sini. Udah, yuk? Kita pergi lagi. Kita jalan-jalan lagi ke tempat yang sangat indah....” ucap Agil yang kini sudah berdiri di hadapan Klea

Klea bangun dari duduknya secara perlahan, tangannya tak lepas dari genggaman Agil. Ia menatap kedua anaknya yang di depan sana masih saja sibuk melihat hasil fotonya. Klea tersenyum tipis, ia benar-benar sangat bahagia melihat kedua anaknya yang sudah tumbuh dewasa itu.

Klea merasa bahwa tangannya ditarik oleh Agil, lalu detik itu juga mereka berdua pergi melangkahkan kakinya meninggalkan kedua anaknya.

Alea tersenyum puas. “Wah, parah sih pokoknya kece banget ini. Nanti pulang kita cuci terus pajang di bingkai besar ya, mas?” ucap Alea menatap Adam yang masih sibuk melihat foto-fotonya

Adam mengangguk.

Alea menghela napasnya, lalu manik matanya beralih menatap ke dua buah kursi yang tersusun rapih di sana. Alea melangkahkan kakinya secara perlahan mendekat ke arah kursi tersebut, ia berjongkok, lalu menatap sebuah bingkai foto Agil dan Klea yang terpajang sangat rapih di sana.

Alea tersenyum tipis, tangannya beralih mengusap bingkai foto kedua orang tuanya tersebut.

Adam yang menatap Alea berdiam diri sambil berjongkok di sana, detik itu juga ia langsung menghampirinya.

“Le....” panggil Adam

Alea menghapus air matanya dengan cepat, lalu ia bangkit dari posisinya.

Adam menghela napasnya. “Kalo mau nangis ya nangis aja, le.... Jangan ditahan....”

Alea terdiam.

“Kangen ya sama Papah Mamah? Sama kok, gue juga kangen sama mereka. Tapi pasti Papah sama Mamah udah bahagia di sana, lagian juga gue yakin kalo mereka berdua selalu ngawasin kita.”

Detik itu juga, tangis Alea langsung pecah. Adam yang melihat itu langsung membawa sang adik ke dalam dekapannya.

“Kenapa mereka ninggalin kita, mas.... Kenapa mereka berdua tega ninggalin kita....” ucap Alea yang menangis

Adam mengelus punggung sang adik. “Ssst, ssttt.... Jangan nangis, ah. Papah sama Mamah pergi emang karena udah waktunya, le.... Waktu mereka udah selesai di dunia ini....”

“Kita udah wisuda, mas.... Kita udah lulus kuliah.... Seharusnya Papah sama Mamah ada di sini sama kita.... Gue mau liat reaksi mereka berdua gimana disaat kita udah berhasil seperti ini....”

Adam melepaskan pelukannya, lalu ia menangkup wajah adiknya dan langsung menghapus air matanya saat itu juga. “Ale, liat mas. Papah sama Mamah udah pergi.... Mereka ngga akan pernah bisa kembali lagi.... Lo harus percaya dan yakin, kalo Papah sama Mamah di atas sana bangga sama kita. Papah sama Mamah emang udah pergi le, mereka udah tenang.... Tapi bukan berarti mereka ngga mantau kita, mereka pasti selalu mantau perkembangan kita....”

Alea kembali meneteskan air matanya. “Mas jangan tinggalin Ale, ya? Cuma Mas Adam yang Ale punya sekarang....” ucapnya menatap sang kakak

Adam tersenyum, lalu ia mengecup dahi adiknya. “Mas ngga akan ninggalin Ale, mas akan selalu ada di samping Ale. Ale jangan khawatir, ya? Mas sayang sama adik mas ini, mas janji akan jagain Ale setiap saat. Sekarang udah, ya? Kita ikhlasin Papah sama Mamah.”

Alea menghapus air matanya, lalu ia mengangguk kecil.

“Adam, Ale!” panggil seseorang

Adam dan Alea menoleh saat itu juga, menatap Leon dan Raline yang kini menghampirinya.

“Eh, eh.... Ini anak om abis nangis? Kenapa Ale....” tanya Leon yang menangkup wajah Alea

Alea menepis tangan Leon secara kasar. “Tangan om bau banget.”

Leon melongo. “Dih, songong ya kamu.”

Adam, Alea, Leon, dan Raline terkekeh secara bersamaan.

“Kenapa Ale? Pasti kangen ya sama Papah sama Mamah? Kan tante udah bilang, kamu masih punya tante Raline, om Leon, sama yang lain....” ucap Raline yang kini mengusap perlahan rambut Alea

“Iya, tadi dia nangisin Papah sama Mamah. Kangen katanya,” ucap Adam

Leon tersenyum tipis, lalu ia langsung memeluk Alea saat itu juga. Manik mata Leon menatap dua buah bingkai foto yang diletakkan di kursi sana, ia tersenyum tipis melihatnya.

“Udah, anak cantik ngga boleh nangis,” ucap Leon yang kini sudah melepaskan pelukannya dan merapikan rambut Alea

Alea tersenyum.

Leon beralih untuk mengambil kedua bingkai foto Agil dan Klea. Ia menatapnya cukup lama, ia juga sangat merindukannya. Lalu, bingkai foto milik Agil ia pegang dan ia tempelkan di dadanya. Raline pun melakukan hal yang sama seperti Leon, ia menempelkan bingkai foto Klea di dadanya.

“Ayo coba, bayangin om Leon sama tante Raline ini Papah sama Mamah kalian. Minta izin dan pamit coba sama mereka,” pinta Leon

Adam dan Alea saling menatap satu sama lain, kemudian mereka berdua membayangkan Leon dan Raline adalah Agil dan Klea.

“Pah, mah.... Kita berdua minta izin dan pamit, kita mau melanjutkan pendidikan kita berdua. Adam, sama Ale dapet beasiswa kuliah di Oxford, pah, mah.... Hari ini kita akan berangkat ke sana. Doain kita berdua ya semoga semuanya lancar. Kita berdua janji, kita berdua akan menjadi orang yang sukses.”

Leon mengerjapkan matanya berulangkali, ia menahan tangisnya mati-matian. Ia tersenyum, tersenyum ketika Adam dan Alea sudah meminta izin dan pamit kepada Agil dan Klea.

Leon memberi kedua bingkai foto Agil dan Klea pada Adam dan Alea. “Di simpen baik-baik, ya? Biar lebih kerasa minta izin sama pamitnya abis ini kita ke makam mamah Klea dulu, kita juga ke tempat papah Agil. Gimana?” tanyanya

Adam dan Alea mengangguk.

Raline mengusap rambut Adam dan Alea secara bergantian. “Anak ganteng, anak cantik, kalian pasti akan jadi orang yang sukses kok sayang....”

“Aamiin,” ucapnya serentak

“Udah yuk, kita pergi,” ucap Leon

Mereka semua kini telah merapihkan semua peralatan untuk pemotretan tadi, lalu tak lama mereka berempat langsung pergi meninggalkan tempat ini.

Leon menoleh ke belakang, menatap di mana tempat foto Adam dan Alea tadi. Ia yakin, bahwa Agil dan Klea datang menemani kedua anaknya.

Agil, Klea, gue janji akan jagain Adam sama Ale.... /batinnya

Apa yang sudah pergi, biarkanlah pergi. Tuhan sudah mengatur semua takdir untuk umatnya, Tuhan akan memanggil umatnya jika waktu mereka di dunia ini sudah habis. Agil dan Klea, mereka sudah berbahagia di atas sana. Mereka selalu berdampingan, mereka tak terpisahkan sama sekali. Klea berhasil, berhasil menjaga hatinya untuk seseorang yang sangat ia cinta— Agil. Keduanya, saling menjaga hati satu sama lain. Mereka pergi, disaat semua masalah dalam hidupnya sudah terselesaikan. Mereka pergi dengan tenang. Mereka selalu bergandengan tangan kemana pun mereka pergi. Dua pasang insan yang memang telah ditakdirkan untuk bersama selamanya, kini sudah berbahagia di tempat yang sangat jauh, sangat indah. Waktunya telah usai, mereka berhasil melewati suka dan duka yang mereka lalui selama ini. Mereka, telah pulang bersama-sama ke pangkuan Tuhannya. AgiLea, kisahnya sudah selesai. Mereka menjadi pasangan abadi yang tak akan pernah terpisahkan sampai mati.

S E L E S A I.