Mati lampu dan Hujan
Pintu rumah Klea terbuka. Agil hanya fokus ke satu titik, perempuan yang sekarang berada di depannya dengan keadaan yang sedikit berantakan dan mata yang sembab. Iya, itu Klea.
Klea duduk di sofa ruang tamu miliknya. Suasananya sangat gelap, hanya ada beberapa lilin yang menerangi rumahnya, ditambah lagi di luar sana hujan yang cukup lebat. Ia melihat samar-samar Agil menghampiri dirinya, setelah menaruh sup daging di meja makan.
“Udah makan?” tanya Agil
“Udah.”
Agil menatap Klea cukup lama dengan tatapan yang mengintimidasi, ia melihat Klea yang langsung menunduk di depan dirinya.
“Belum...”
“Dari kapan?” tanya Agil dingin
Klea mendongak, “Pagi...”
Agil mendengus secara kasar, lalu ia langsung menggenggam tangan Klea dan menariknya kearah meja makan.
Agil menyendokkan beberapa sendok nasi ke dalam piring, “Kuahnya mau di campur apa pisah?”
“Pisah aja...”
Agil menyerahkan piring ke hadapan Klea yang sudah duduk di kursi meja makan, “Makan.”
Klea mengerjapkan matanya berulang kali, ia melihat Agil yang selalu menatapnya dengan tatapan yang terlihat sangat menakutkan.
Suara hujan yang cukup deras dan mati lampu malam ini cukup membuat bulu kuduk Klea merinding. Ia jadi teringat tadi kalau ia terjatuh dari tangga karena tadi tiba-tiba listrik mati, ditambah lagi hujan yang cukup lebat. Ia ketakutan, sangat ketakutan. Ia hanya sendiri di rumah. Untungnya saja Agil datang dan menemaninya sekarang di meja makan bersama 2 lilin yang menerangi mereka berdua.
Setelah menyantap makanannya beberapa sendok, Klea langsung menghentikan aktivitasnya.
“Ngapain berhenti? abisin,” ucap Agil
“Mas ngeliatin Lea mulu dari tadi, Lea takut,” ucapnya sambil menunduk
Agil terdiam sejenak, lalu ia menghela napas, “Kamu makan lelet banget, Lea. Mau mas suapin?”
Klea menahan degup jantungnya yang berdegup sangat kencang.
“Ngga, ngga usah. Ini Lea lanjut makan,” ucapnya yang langsung kembali menyantap makanannya
“Lea,” panggil Agil
Lea mendongak, “Iya.”
Agil menatap Klea yang menatapnya juga, Agil menatapnya dengan tatapan sendu. Posisi duduk mereka berhadapan, mereka masih saling menatap satu sama lain.
“Lea kenapa?” tanya Agil dengan nada yang sangat lembut
Deg! Satu pertanyaan yang Agil lontarkan membuat hati Klea terasa sangat sakit, ia menahan air matanya mati-matian agar tidak jatuh.
Klea tersenyum getir, ia menggeleng pelan lalu ia kembali menyuapkan nasinya ke dalam mulutnya, “Lea gapapa.”
Agil terdiam, masih menatap seseorang yang sedang menahan tangisnya sambil makan. Agil menunggu apa yang akan dilakukan Klea setelah ini.
“Mas jangan liatin Lea terus,” ucap Klea menunduk
Klea menyuapkan nasinya secara tidak beraturan dan dengan tangan yang gemetaran. Ia tidak sadar sama sekali bahwa sudah ada bulir air mata yang berhasil menetes di pipinya.
Memang sesusah itu menahan tangis saat makan.
Agil berpindah posisi duduknya, ia sedikit lebih mendekat kearah Klea. Posisi mereka sekarang samping-sampingan.
Agil menarik pelan kedua bahu Klea agar menghadap dirinya. Ia meraih kedua tangan Klea yang gemetaran sedari tadi, lalu menggenggamnya dan langsung mengelusnya secara perlahan.
“Dek, liat mata mas.”
Klea masih terus menunduk, ia benar-benar meneteskan air matanya kali ini.
Agil menarik dagu Klea, ia menyingkapkan rambut Klea dan menaruhnya di belakang telinganya.
“Lea... kenapa? Cerita sama mas, mas di sini siap dengerin cerita kamu,” ucap Agil lembut menatap perempuan cantik yang sedari tadi meneteskan air matanya
Detik itu juga, air mata Klea langsung turun deras dan ia menangis cukup kencang. Agil merasakan bahwa tangannya di cengkram erat oleh tangan Klea, Agil pun membalasnya dengan genggaman yang lembut.
Lea, sesakit ini ya? /batin Agil
“Mass... mam-mamah bilang mau ni-nikah lagi...”ucap Klea menangis sesegukan menatap Agil
“Mamah juga bi-bilang ke Agam...” lanjutnya
Agil menghela napasnya, hatinya terasa sangat sakit melihat perempuan yang ia sayang menangis seperti ini di hadapannya.
“Agam baru bilang ke Lea, waktu Lea kuliah di Paris mamah bawa lelaki itu ke rumah... Agam juga baru bilang ke Lea kalo dia kesepian karena mamah selalu sibuk pergi sama lelaki itu...” jedanya
“Mas.... Agam selfharm...” lanjutnya yang kali ini menangis sangat kencang
Agil langsung menarik Klea ke pelukannya, sebulir air mata berhasil menetes di pipinya.
“Mas.... Lea gagal banget jadi kakak... Lea ngga ada di samping Agam waktu itu. Lea ngga pernah berpikiran kalo Agam sampe selfharm, mas. Le-Lea gagal jadi kakak....”
Agil melepaskan pelukannya, “Sstt, ssttt. Jangan ngomong gitu, Lea ngga pernah gagal jadi kakak. Lea hebat, Lea kakak yang hebat. Agam mungkin lagi kacau banget waktu itu makannya dia ngelakuin itu, Agam juga udah jujur kan sama Lea? Jadi untuk sekarang Lea harus selalu ada di samping Agam, Lea bilangin Agam jangan ngelakuin hal bodoh itu lagi. Jangan salahin diri Lea terus, gaakan ada habisnya.”
“Banyak mas... ngga cuma satu. Agam fotoin ke Klea...”
Agil mengelus surai rambut Klea, “Udah ya? Lagian juga Agam udah ngga ngelakuin itu lagi katanya, Agam juga nyesel. Agam bilang sekarang udah ada kamu di sini, Agam ngga bakal ngelakuin itu lagi.”
Klea tidak membalas perkataan Agil, ia masih menangis sesegukan. Ia menarik napasnya dan membuangnya secara perlahan.
Agil menghapus air mata Klea, lalu ia mendekatkan wajahnya ke wajah Klea.
Cup! Cup! Agil mengecup kedua kelopak mata Klea.
“Lea... mas sayang sama Lea.”
Klea menatap Agil dengan tatapan sendu, Klea bisa melihat tatapan tulus yang Agil beri untuknya.
“Lea kalo ada apa-apa cerita ya sama mas, mas janji bakal terus dengerin cerita Lea. Mas selalu di sini Lea, di samping kamu,” ucap Agil menatap lekat Klea
Klea benar-benar tak kuasa menahan tangisnya, ia kembali menangis.
Agil menggenggam dengan erat kedua tangan Klea, “Dek, dengerin mas ya. Sesuatu yang Lea ngga suka, itu bisa Lea tolak. Kalo mamah Lea mau nikah lagi tapi Lea ngga mau, gapapa kalo Lea mau nolak. Itu ngga salah Lea, karena itu hak kamu. Sekarang kuncinya dikomunikasi. Mamah, Lea, sama Agam saling bicara satu sama lain, bareng-bareng. Kasih tau ke mamah, alasan Lea sama Agam ngga mau mamah nikah lagi itu karena apa. Kalo emang mamah ngga nerima tolakan Lea sama Agam, berarti Lea sama Agam yang harus nerima keputusan mamah. Mas yakin, apapun keputusan yang mamah Lea ambil itu yang terbaik buat mamah, Lea, sama Agam.”
Klea menggelengkan kepalanya.
Agil menghela napasnya, “Lea, satu kenyataan dalam hidup yang harus kita pahami, dan kita terima adalah—hampir semua peristiwa tidak berjalan sesuai rencana, dan itu gapapa. Lea maunya tetep bertiga kan sama mamah sama Agam? Kita hidup ngga tau kedepannya bakal gimana, kalo emang nanti mamah Lea tetep lanjut dengan keputusannya, Lea terima ya? Kita harus menghargai keputusan orang, Lea.”
Klea terdiam dengan tatapan kosong, tetapi ia juga dengar jelas apa yang baru saja dikatakan oleh Agil.
Agil tersenyum kecil, lalu ia kembali menarik Klea ke dalam dekapannya. Agil mengelus lembut surai rambut milik Klea, ia juga mengusap punggung Klea secara perlahan.
“Sekarang tidur, ya? mas temenin sampe lampunya nyala lagi. Mas janji ngga bakal apa-apain Lea,” ucap Agil menatap Klea
Klea mengangguk.
Kini, Klea sudah membaringkan tubuhnya di sofa rumahnya. Agil menyelimuti tubuh Klea, setelah itu ia memasang obat nyamuk di bawah meja.
“Mas...” panggil Klea
Agil menoleh kearah Klea, “Kenapa?”
“Jangan jauh-jauh, Lea takut.”
Agil terdiam, lalu ia langsung menghampiri Klea dan duduk di bawah lantai. Agil mengusap kepala Klea.
Klea tersenyum kecil.
“Udah, tidur. Cillo di mana, Lea?” tanya Agil
Klea sudah menutup matanya, ia masih mendengar samar-samar ucapan Agil.
“Di kandang.”
Agil mengangguk. Tangannya masih tidak lepas mengusap kepala Klea agar Klea dapat tertidur cepat.
“Mas...” panggil Klea lagi
“Iya.”
Agil menunggu ucapan Klea, karena Klea terdiam cukup lama. Apa mungkin sudah tidur? Tapi sedetik kemudian, Klea kembali bersuara.
“Lea juga sayang sama Mas Agil,” jedanya,“Jangan tinggalin Lea ya, mas?” lanjutnya
Tanpa mereka sadari, sedari tadi ada seseorang yang mendengar percakapan mereka berdua.
Jika seseorang menangis saat menjelaskan sesuatu, percayalah apa yang dibicarakan memang benar-benar menyakitinya.