Melepaskanmu pergi

Terdengar suara lonceng di pintu sana yang menandakan bahwa ada seseorang yang masuk ke dalam Cafe ini. Leon menoleh, ternyata itu bukan Klea.

Sedari tadi, hatinya sangat berdebar. Entah apa yang akan ia lakukan nanti disaat Klea sudah berada di hadapannya. Rasanya Leon ingin meneteskan air matanya saat ini.

Kring! Leon langsung menoleh dengan cepat saat suara lonceng berbunyi kembali. Mata ia menangkap manik mata perempuan yang sedari tadi ia tunggui. Ia melihat kini wanita itu sudah duduk di hadapannya. Yang Leon lakukan sekarang adalah ia masih saja tak berhenti menatap perempuan itu, menatap perempuan yang sebentar lagi akan resmi berpisah dengan dirinya.

“Langsung aja, kamu bawa suratnya kan? Aku ngga bisa lama-lama.”

Leon mengerjapkan matanya, ia menunduk lalu kembali menatap Klea. “Kamu ke sini sama siapa?”

Klea terdiam sejenak. “Sama Mas Agil,” ucapnya menatap Leon

Leon hanya mengangguk kecil, tetapi jauh di dalam lubuk hatinya ia merasakan sesak yang amat sesak. Lalu tak lama dari itu, Leon langsung mengeluarkan sebuah map kecil dan memberikan map tersebut ke Klea.

Klea menghela napasnya, lalu tangannya beralih membuka map tersebut. Surat Perceraian pihak pertama Leonadio Aksara kepada pihak kedua Akleea Ayu Adine, tulisan tersebut yang Klea lihat di kertas itu.

“Kamu belum tanda tangan?” tanya Klea tanpa menatap Leon

Leon menunduk. “Belum.”

Klea kembali menghela napasnya, lalu ia mengambil pulpen yang sudah Leon siapkan dan langsung ingin menandatangani surat itu. Tetapi baru saja ingin menandatangani surat tersebut, Leon memanggilnya.

“Kenapa?” tanya Klea sambil menatap Leon

Leon menghela napasnya, “Aku mau bicara dulu sama kamu.”

Klea menatap Leon cukup lama, lalu ia meletakkan kembali pulpen tersebut di meja.

“I just want to say— I'm sorry to you....” ucap Leon menatap Klea yang hanya terdiam menatapnya

Leon menghela napas sesaknya. “I know, apa yang aku lakuin ke kamu bener-bener salah. Disaat hati kamu mulai membaik karena kejadian dulu, dengan bodohnya aku nyakitin hati kamu lagi sekarang. But I don't know too, disaat kamu sama aku hati kamu udah membaik apa belum. Tapi emang kayaknya sama aja, hati kamu sepenuhnya belum membaik disaat sama aku. Aku emang jahat banget, Klea. Berkali-kali aku nyakitin hati kamu. I’m so sorry....”

Klea meneteskan air matanya.

“Ya sekarang aku seneng banget, aku bisa ngeliat kamu bahagia lagi sama orang yang kamu cintai. Kamu keliatan beda sama aku dulu, dan sama Agil sekarang. Aku seneng Klea, aku seneng liatnya,” jeda Leon

Leon menarik kertas yang terletak di meja, lalu ia mengambil pulpen. Ia menatap cukup lama kertas yang berada di genggamannya, apakah ini memang sudah akhir dari semuanya? Dengan rasa yang sangat ragu, secara perlahan Leon menandatangani surat tersebut. Leon meneteskan air matanya, tetapi dengan cepat ia langsung menghapusnya.

“Aku udah tanda tangan, sekarang giliran kamu,” ucap Leon sambil memberikan kertas tersebut ke Klea

Klea menghapus juga air matanya, lalu ia menatap tanda tangan Leon yang di sana terlihat sangat jelas. Kini, matanya langsung beralih ke sebuah tempat kosong yang berada di samping tanda tangan Leon. Sebuah tempat kosong yang di bawahnya tertera nama dirinya, Akleea Ayu Adine. Klea menatap Leon sejenak, lalu ia melihat Leon mengangguk menandakan bahwa ia harus menandatangani surat tersebut.

Leon menahan tangisnya mati-matian disaat Klea sudah berhasil menandatangani surat tersebut dengan cepat. Ia hanya tersenyum pahit saat Klea menatapnya sekarang.

“Udah,” ucap Klea

Leon menunjukkan senyum paksanya, ia sedikit memajukkan tubuhnya dan menatap Klea dengan lekat.

“Makasih udah tanda tanganin suratnya, hari ini aku langsung kirim ke pengadilan. Kita.... resmi cerai, Klea.... Sekarang kamu udah bebas ngelakuin apa aja, sesuka hati kamu. Aku udah ngga bisa ngelarang kamu ini itu, karena sekarang aku udah bukan suami kamu lagi.”

Klea menunduk.

“Klea,” panggil Leon

Klea mendongak menatap Leon yang kini menatapnya sangat lekat.

“Aku mohon sama kamu untuk bahagia terus, ya? Sekarang udah ada Agil, aku yakin Agil pasti akan selalu bahagiain kamu. Dia ngga akan biarin orang yang dia sayang menderita, dia bakal ngelakuin cara apapun buat ngebahagiain orang yang dia sayang. Sekali lagi aku mohon kamu bahagia terus, ya? Dan aku minta maaf atas kesalahan yang aku buat selama ini. Maafin aku.... Maafin aku yang ngga bisa ngebahagiain kamu....”

Di sisi lain, Agil termenung di dalam mobil menatap jalanan kota London yang pada kali ini turun salju kembali. Agil termenung, mengingat setiap kalimat yang diucapkan Leon beberapa hari yang lalu saat mereka bertemu secara tidak sengaja.

Flashback on.

Dua pria yang sedang duduk di kursi Cafe sambil terdiam kini saling menatap satu sama lain.

“Lo pikir Klea bahagia hidup sama gue selama ini? Lo pasti mikir gitu kan makanya lo ngga mau ngaku kalo lo itu Agil,” ucap Leon yang setelahnya langsung menyeruput kopinya kembali

Agil terdiam.

“Pikiran lo salah besar, gil. Klea ngga pernah bahagia hidup sama gue, Klea terpaksa ngejalanin semua ini. Hatinya, masih sepenuhnya buat lo. Gue seneng ternyata lo masih hidup. Gue ngelepas Klea sekarang, bukan berarti gue udah ngga cinta sama dia. Gue ngelepas dia, karena bahagianya dia bukan di gue, tapi di lo. Emang berat buat ngelepas orang yang gue sayang. Gue bahagia hidup sama Klea, tapi rasanya gue akan lebih jauh bahagia ketika gue liat dia bahagia sama orang yang dicintainya. Iya, orang itu lo, gil. Sampai kapanpun, lo akan tetep jadi pemeran utamanya di hati Klea.”

Flashback off.

Agil meneteskan air matanya. Apakah memang benar selepas dirinya pergi meninggalkan Klea, perempuan yang dicintainya itu benar-benar tidak hidup bahagia?

Agil menghapus air matanya dengan cepat saat ada yang mengetuk kaca jendela mobilnya. Ternyata itu kedua anaknya, Adam dan Ale.

“Baru sampe?” tanya Agil yang kini sudah ke luar dari dalam mobil

“Papah mau ajak kita berdua jalan-jalan lagi, ya? Asikkkk, kita jalan-jalan lagi....” ucap Alea girang

Agil dan Adam hanya menatap satu sama lain. Alea tidak tahu bahwa pada kali ini Agil akan mempertemukan dirinya dengan Leon untuk terakhir kalinya.

“Btw mamah mana? Kok ngga ada?” tanya Alea menatap Agil

Alea mengernyit saat Agil menatap lurus ke arah depan sana. Ternyata, di depan sana ada Klea dan orang yang sangat ia benci keluar dari sebuah Cafe.

Leon menghentikan langkahnya, saat manik matanya bertemu dengan manik mata Alea.

“Mas Agil yang nyuruh Adam sama Ale ke sini,” ucap Klea menatap Leon

“Emangnya Ale mau ketemu sama aku?”

Klea menunduk, lalu ia kembali menatap Leon. “Ayo, katanya kamu mau ketemu Ale kan?”

Leon terdiam sejenak, lalu ia mengikuti Klea yang melangkahkan kakinya.

“Ini maksudnya apa? Ngapain ada dia di sini?” tanya Alea menatap Agil, Klea, dan Adam secara bergantian

Agil menatap Alea yang terlihat sangat marah, lalu secara perlahan Agil memegang pundak sang anak. “Papah Leon mau ketemu sama kamu, untuk terakhir kalinya....”

Alea terkekeh. “Terakhir kalinya? Emangnya mau kemana? Mau pergi yang jauh? Ale ngga peduli.”

Leon tersenyum getir, lalu ia sedikit mendekat ke arah Alea. Tetapi dengan cepat, Alea langsung bersembunyi di belakang tubuh Agil.

“Jangan deket-deket sama saya,” ucap Alea yang di sana meneteskan air matanya

Leon menunduk, ia berusaha agar tidak meneteskan air matanya.

“Ale, papah Leon mau ngomong sama kamu, sayang....” ucap Klea

“Ale ngga mau, mah. Sampai kapanpun Ale ngga mau ngomong sama dia lagi, bahkan Ale ngga mau ketemu sama dia lagi,” ucap Alea sambil meremas erat coat milik Agil

“Papah, Ale mau pulang....” ucap Alea kepada Agil

Leon menghela napas beratnya, Lau ia beralih menatap Adam yang kini berada di hadapannya.

“Adam.... Semoga kelak jadi orang yang sukses, ya? Banggain papah kamu sama mamah kamu. Kamu juga harus inget kata kata papah, kalo capek istirahat, jangan dipaksa. Kamu hebat, dam. Papah bangga sama kamu yang udah berusaha sejauh ini,” ucap Leon sambil memegang lengan Adam

“Ale....” panggil Leon

“Ale papah minta maaf ya sama kamu? Maafin papah yang udah kasar sama kamu waktu itu. Ale juga ngga kalah hebat dari Mas Adam. Ale tuh tipikal yang mau sesuatu, harus Ale dapetin. Itu bagus Ale, tapi kamu juga harus inget ya kata-kata papah? Jangan berlebihan.... Sesuatu yang berlebihan itu ngga baik. Papah juga minta maaf sama kamu, papah udah rusakin tongkat baseball kesukaan kamu yang waktu itu papah beliin. Papah minta maaf, jadinya kamu ngga bisa pukul orang jahat deh pake tongkat itu,” ucap Leon diakhiri kekehan getir

“Papah Agil Ale mau pulang....” ucap Alea menangis memohon kepada Agil

Agil membalikkan tubuhnya, menatap putrinya yang menangis. “Kamu ngga mau ngomong apa-apa ke papah Leon?”

“Aku ngga mau, aku mau pulang....”

Leon mengangguk dengan cepat, lalu ia menoleh ke arah Klea yang berada di sampingnya. “Pulang, Ale minta pulang.”

Klea mengusap wajahnya, mengapa rasanya kali ini sangat sesak sekali?

“Pulang gil, gue gapapa....” ucap Leon menatap Agil sambil tersenyum

Agil menunduk, lalu ia menatap Klea. “Kamu sama Adam aja, biar aku yang sama Ale.”

Klea mengangguk.

Leon melihat Agil, Alea, Klea, dan Adam masing-masing langsung memasuki mobilnya. Lalu tak lama, ia melihat Adam yang keluar dari mobilnya dan kini menghampirinya.

“Kenapa?” tanya Leon menatap Adam yang kini menatapnya juga

Leon merasakan tangannya diraih oleh Adam, dan ia juga merasakan bahwa Adam mengecup punggung tangannya secara perlahan. Lalu, kini manik matanya saling beradu.

“Adam tau papah udah berusaha. Adam minta, papah juga jangan lupa untuk bahagia, ya? Adam pamit, Assalamualaikum.”

Leon sudah tak kuasa menahan tangisnya saat ia melihat dua mobil yang sudah pergi meninggalkan dirinya sendirian di sini. Leon melangkahkan kakinya menuju sebuah gang kecil di sana. Leon menangis, menangis sejadi-jadinya. Ia menjatuhkan tubuhnya lalu menyandarkan dirinya ke sebuah dinding yang dilapisi oleh salju. Leon menangis, mengeluarkan segala rasa sesak yang ia tahan sedari tadi. Ia memukul-mukuli dadanya dengan kencang, ia benar-benar menangis tiada henti.

“LEON!” teriak seseorang

Leon mendongak, menatap Felix yang kini berada di hadapannya.

“Gue ngelepas Klea sama anak-anak, lix....”

Felix meremas erat rambutnya, ia benar-benar tidak paham dengan Leon saat ini.

“Ya lo kenapa sih, anjing. Kan gue bilang jangan ngelakuin hal yang kayak gini, bangsat!”

“Terus gue harus ngelakuin cara apa kalo ujung-ujungnya juga Klea bakal ninggalin gue, lix....”

“Lo buat Klea benci sama lo, bahkan Ale juga benci sama lo. Gue tau lo nampar Ale ngga sengaja, Leon.... Lo mabok waktu itu. Dan juga kenapa lo segala ngerencanain dan pura-pura bilang ke Klea kalo lo selingkuh bahkan lo hamilin Sherin? Itu ngga bener, anjing. Itu namanya lo nyakitin diri lo sendiri.”

Leon terkekeh pahit. “Gue pantes dapetin ini semua, lix. Sakit gue ngga seberapa sama sakit yang Klea rasain dulu.”