Rindu

“Itu punya Mas, dek!” teriak anak kecil yang sekarang usianya sudah menginjak 10 tahun

“Nggak! Ini punya Ale!” ucap adiknya yang tak mau kalah

“Yaallah, Adam, Ale, udah dong. Ini om capek banget sumpah ngurusin kalian berdua yang tiap hari ribut terus,” ucap Agam kewalahan

Pintu rumah terbuka, menampilkan Klea disana dengan raut wajah lelahnya.

“Mamah pulang....”

Adam dan Alea menoleh, “MAMAH!!” ucap mereka setelah itu langsung berhambur kepelukan sang ibu

“Kenapa sayang? Berantem lagi? Tadi suaranya kedengeran loh sampe ke luar rumah,” ucap Klea menatap kedua anaknya

“Alenya mah, dia ambil barang punya Mas Adam....”

“Mas nggak mau ngalah sama aku,” ucap Ale kesal

Klea menghela napasnya, ia terkekeh melihat tingkah laku kedua anak kembarnya ini.

“Urusin deh kak, gue puyeng banget sumpah. Kerjaan gue juga belum selesai,” ucap Agam

Klea menatap Agam, “Iyaudah sana, kerja lagi aja.”

Setelah melihat Agam melenggang pergi ke kamarnya, Klea melihat kedua anaknya yang terdiam sambil memasang wajah yang tertekuk.

“Sini, sini ke sofa. Mamah mau bilang sesuatu sama kalian,” ucap Klea sambil berjalan ke arah sofa rumahnya

Adam dan Alea menuruti perintah Klea.

Klea menatap anaknya satu persatu. Ternyata, anaknya sudah tumbuh dengan baik selama ini. Klea tersenyum hangat dan mengusap kepala anaknya satu persatu.

“Mas Adam, Adek Ale. Jangan berantem terus, ya? Kalian kan kakak adik. Kalo mau berantem gapapa, tapi jangan terus-terusan. Mas Adam, kamu kan kakak, kamu juga harusnya ngalah sama adiknya. Pinjemin barangnya kalo adiknya minta,” jeda Klea

Alea terkekeh, dan menatap Adam sinis.

“Ale juga. Jangan maksa Mas Adam buat pinjemin barangnya kalo Mas Adamnya ngga mau minjemin, Ale juga harus tau kalo minjem barang itu harus dibalikin lagi. Dan yang paling penting juga, jangan ambil barang yang bukan milik kamu. Mamah tau kenapa Mas Adam ngga mau pinjemin barangnya ke kamu, karena kamu kalo pinjem barang suka ngga dibalikin,” ucap Klea menatap Alea

“Mamah belain Mas Adam aja terus, Ale emang selalu salah,” ucapnya setelah itu langsung pergi meninggalkan Adam dan Klea

Klea menghela napasnya, watak Alea benar-benar sama persis seperti dirinya. Sedangkan, watak Adam benar-benar sama persis seperti Agil.

“Adam samperin Ale aja ya, mah? Ini juga kayaknya emang salah Adam, Adam pelit sama adek.”

Klea mengusap rambut anak lelakinya ini, “Ngga usah. Mas Adam ke kamar aja, ya? Biar mamah yang nyamperin adeknya.”

Adam terdiam sejenak, lalu ia mengangguk. Dan sebelum melangkahkan kakinya, Adam mengatakan sesuatu kepada Klea.

“Mah, bilangin adek, ya? Mas Adam minta maaf.”


Klea membuka pintu kamar anak perempuannya, ia melihat di sana Alea sedang terduduk sambil memeluk kedua lututnya dan menatap langit malam lewat jendela kamarnya.

Alea tahu akan kehadiran mamahnya, tetapi ia hanya mengacuhkannya.

“Dek.... Adek Ale....” panggil Klea dengan suara yang lembut

Klea menghela napasnya, ia ikut duduk di samping anaknya.

“Maafin mamah, ya? Mamah bukannya belain Mas Adam. Mamah tadi cuma berusaha kasih tau kalian berdua aja, dek....”

Alea terdiam, ia tak membalas perkataan Klea.

“Ale marah ya sama mamah? Ale ngerasa kalo mamah itu sayangnya cuma sama Mas Adam? Ale.... jangan pernah ngerasa kayak gitu. Mamah sayang sama Mas Adam, mamah juga sayang sama adek Ale. Mamah kasih sayang mamah ke kalian sama rata kok, mamah ngga pilih kasih,” ucap Klea menatap Alea

Alea menoleh ke arah Klea, ia meneteskan air matanya, “Rasanya punya papah kayak papah Agil gimana sih, mah?” jedanya

Ale kembali menatap langit malam sambil memeluk kedua lututnya, “Ale suka iri sama temen-temen Ale. Setiap berangkat dan pulang sekolah, pasti mereka selalu dianterin sama Papah Mamahnya.”

Klea meneteskan air matanya.

“Ale kangen papah, mah. Ale mau ketemu papah. Ale mau ngerasain rasanya disayang sama papah Agil.”

Hiksss

Hiksss

Hiksss

Klea langsung menarik Alea yang menangis ke dalam pelukannya. Ia rindu, ia juga sangat rindu dengan Agil.

“K-kenapa papah ninggalin Ale s-sama Mas Adam, mah?” tanyanya sesegukan

Klea melepaskan pelukannya, ia menghapus air matanya anaknya dan mengecup dahinya juga.

“Ale jangan nangis, Ale jangan nangis, ya?” ucap Klea menatap sendu Alea yang masih saja tidak bisa berhenti menangis

“Kangen papah, mah....” ucapnya menatap Klea dengan tatapan yang sangat sedih

Ceklek! Pintu kamar Alea terbuka, menampilkan Adam yang kini menghampiri mereka berdua.

Adam mengambil kursi yang berada di meja belajar Alea, lalu ia duduk di tengah-tengah antara Klea dan Alea. Adam meletakkan dua buah pasang sepatu anak kembar di sofa, lalu ia menatap Alea.

“Inget, kan? Itu sepatu dari papah buat kita. Cuma itu satu-satunya hadiah terakhir dari papah untuk kita. Mas juga kangen kok sama papah, tapi mas bisa apa? Papah udah pergi, papah udah ngga ada di sini. Tapi kamu juga harus inget, dek. Papah selalu ada di samping kita bertiga, papah selalu awasin kita dimana pun kita berada. Kamu boleh kangen sama papah, tapi kamu juga harus inget kalo kita di sini masih punya mamah Klea. Mamah yang udah ngebesarin kita sendirian selama ini.”

Deg! Klea benar-benar tidak menyangka bahwa Adam akan berkata seperti itu.

Adam tersenyum, ia mengusap air mata adiknya, “Jangan nangis. Kan kalo kangen papah kita bisa ke pantai, kita ngobrol sama papah. Dan mamah juga jangan nangis,” ucapnya setelah itu mengusap air mata Klea juga

“Mas Adam ngga suka dua bidadari Mas nangis kayak gini, nanti papah juga marah loh. Jangan nangis lagi, ya? Mas Adam janji akan jagain kalian berdua sampai Mas Adam dewasa nanti,” ucapnya menatap Klea dan Alea secara bergantian

“Ale, mas juga minta maaf ya sama kamu masalah tadi. Nanti mas bakal pinjemin mainan mas ke kamu, tapi kamu maafin mas, ya?” ucap Adam menatap Alea

Alea mengangguk.

Klea tersenyum hangat, lalu ia langsung membawa Adam dan Alea ke dekapannya.

Mereka bertiga berpelukan sambil menangis. Setelah semua rintangan mereka lalui bertiga, mereka akhirnya berada sampai di titik mana saling menguatkan satu sama lain.

Di sisi lain, Agam mendengarkan perbincangan mereka bertiga dari luar. Agam tersenyum getir, dadanya terasa sangat sesak. Ialah orang satu-satunya yang selama ini selalu menyaksikan kepedihan keluarga Klea. Ia juga yang selama ini membantu Klea untuk menguatkan dirinya demi anak-anaknya.

“Kak.... Lo bener-bener hebat banget. Gue janji kak, gue janji bakal terus jagain lo dan anak-anak lo. Gue juga janji mas sama lo, gue janji bakal jagain istri dan anak-anak lo.”