Surprise

“Lo dari mana gil? Lama amat,” tanya Saka yang duduk di sebuah kursi

Agil menyodorkan sebuah kantung plastik yang berisikan makanan dan minuman. Iya, mereka berempat sekarang berada di sebuah tambal ban pinggir jalan karena tadi tiba-tiba saja mobil Dito ban nya meledak.

“Tolol sih lo bukannya di cek dulu,” ucap Abeng kesal menatap Dito

Dito mendelik, “Ngecek gimana sih, bangsat. Kuping lo budeg apa gimana? kan tadi ban nya tiba-tiba meledak.”

“Mana panas banget ini,” ucap Saka sambil mengipasi wajahnya

Agil hanya terdiam melihat perdebatan teman-temannya.

“Mas, udah selesai nih,” ucap Tukang tambal ban

“Berapa, pak?” tanya Dito

“Jadi seratus lima puluh ribu aja, mas.”

Saka melongo, ia bangkit dari duduknya, “AJA, PAK? SERATUS LIMA PULUH RIBU?”

“I-iya, mas....”

Abeng pun tak mau kalah dari Saka, ia juga bangkit dari duduknya, “Ini nambel ban apaan pak sampe seratus lima puluh? Di rumah saya cuma ceban.”

Dito menatap Abeng, “Itu nambel ban apaan?”

“Motor,” ucap Abeng polos

Plak! Saka mengeplak kepala Abeng, “Yang bener aja, tolol. Ini yang ditambel ban mobil anjing bukan motor. Wah, ngga waras ni anak.”

Agil menghela napasnya, lalu ia mengeluarkan dompetnya.

“Gue tau lo pada ngga ada uang cash,” jeda Agil menatap ketiga temannya

Agil menyodorkan tiga lembar uang kertas bewarna merah ke tukang tambal ban, “Kembaliannya ambil aja, pak. Buat makan anak sama istri di rumah. Makasih ya, pak,” ucap Agil ramah, setelah itu ia langsung masuk ke dalam mobil Dito.

Dito, Saka, Abeng yang masih berada disitu melongo melihat apa yang baru saja Agil lakukan.

“Yaallah mas makasih banyak ya mas, semoga rezekinya lancar terus. Oh iya mas, mas nya yang tadi udah punya istri belum, ya?” tanya Tukang tambal ban ke Dito, Saka, dan Abeng.

“Udah,” ucap Saka ketus

“Yaallah semoga mas nya yang tadi selalu dalam lindungan Allah. Semoga rumah tangganya harmonis dan awet selalu sampai tua, aamiin.”

Dito tersenyum, “Aamiin, makasih ya pak,” ucapnya lalu ia langsung menyusul Agil

Saka dan Abeng masih diam di tempat, ia masih terheran-heran dengan tukang tambal ban ini.

“Lama lo berdua!” teriak Agil dari kaca jendela mobil

Saka dan Abeng tersadar, lalu mereka berdua langsung masuk ke mobil Dito dan melanjutkan perjalanan.

Setelah memakan waktu sekitar 10 menit, kini Dito sudah memarkirkan mobilnya di sebuah parkiran yang letaknya agak jauh dari tempat pemotretan Klea hari ini.

“Lo udah bilang Klea?” tanya Dito

“Belom, kan gue mau surprise,” ucap Agil

Abeng berdecak kesal, “Gue masih bingung dah sama tambal ban tadi. Itu mahal banget, anjing. Sumpah ya, itu orang kaga jujur.”

“Udah lah gapapa,” ucap Dito santai

“Gapapa, gapapa. Tadi kan tambal ban si Agil yang bayarin,” ucap Abeng ketus

Dito menatap Abeng sinis, lalu mereka beradu mulut. Di sela-sela adu mulut antara Abeng dan Dito, Agil menatap Saka terheran-heran karena tumben ia tak ikut beradu mulut dengan Abeng dan Dito.

“Lo kenapa, sak? Tumben diem,” tanya Agil heran

Dito dan Abeng berhenti beradu mulut, mereka berdua langsung menatap Saka yang terdiam melihat ke arah depan sana.

“Balik aja, yuk?” ucap Saka menatap ketiga temannya

“Hah? Baru ge nyampe,” ucap Abeng menatap Saka

Dito yang sedari tadi juga sudah melihat apa yang dilihat Saka hanya terdiam menatap ke arah depan sana.

“Ada apaan, sih? Lo kenapa sak? Kesambet?” tanya Agil sekali lagi menatap Saka

“Gil. Di depan, arah jam 11,” ucap Dito

Agil menatap Dito yang duduk di sampingnya, lalu ia membalikkan tubuhnya secara perlahan dan langsung menatap ke arah depan sana.

Deg! Jantung Agil seperti berhenti berdetak. Ia mengerjapkan matanya berulang kali memastikan siapa yang ia lihat di depan sana. Perempuan itu, perempuan yang sangat ia kenal, yang saat ini akan ia beri kejutan. Klea, Klea sedang bermesraan dengan lelaki yang tadi ia temui di depan sebuah supermarket saat ia membeli makanan dan minuman.

Agil terdiam, lalu ia menatap sebuah kotak dan bouquet bunga yang ia letakkan di dashboard. Agil menghela napas beratnya, napasnya seperti tercekat. Hatinya terasa sangat sakit melihat apa yang seharusnya tidak ia lihat. Agil teringat perkataan Klea, ia bilang bahwa ia tak akan mengecewakan Agil lagi. Tapi pada kenyataannya, Klea berhasil mengecewakannya lagi.

Agil menunduk, ia menahan rasa sakitnya mati-matian.

“Gil?” panggil Saka, Dito, Abeng.

Agil mengacuhkan ketiga temannya. Ia mengambil ponselnya lalu membuka roomchat istrinya, dan ia menekan tombol panggilan.

“Halo mas.”

Agil terdiam sejenak, manik matanya tak beralih menatap Klea yang masih berada di depan sana.

“Assalamualaikum.”

“Waalaikumsalam mas, kenapa?”

“Kamu lagi dimana?”

“Lea.... Lea ya lagi pemotretan, mas.”

“Sendiri?”

“I-iya, sendiri kok.”

Hati Agil berdesir, ia menahan rasa sakitnya yang amat dalam. Klea berbohong kepadanya. Mungkin ini balasan untuk Agil karena waktu itu ia juga membohongi Klea. Tapi, Agil punya alasan mengapa ia membohongi Klea waktu itu.

“Mas? Mas udah pulang?”

“Belum.”

“O-oh, oke. Iyaudah udah dulu ya, mas? Lea mau pemotretan lagi.”

Agil tersenyum getir.

“Iya, semangat ya pemotretannya.”

“Iya mas.”

Tut.... tut....

Agil meneteskan air matanya, ia meremas erat handphone yang ia genggam.

“Gil?” panggil Saka, Dito, Abeng sekali lagi

Agil sudah tak kuat menahan semua ini, ia menghela napasnya, “Balik, gue gapapa.”