The Day.
17 tahun, 17 tahun bukanlah waktu yang sangat singkat. Setelah Klea berjuang sendirian membesarkan anak-anaknya, dan tetap bertahan hidup bagaimana pun keadaanya. Selama ini ia memutuskan untuk tidak menikah lagi karena ia tidak mau mengkhianati Agil. Tapi pada kenyataannya, ia benar-benar mengkhianati Agil kali ini.
Hari ini, hari dimana ia akan melangsungkan pernikahannya dengan Leon sesuai permintaan putrinya. Klea terduduk manis di kursi rias dengan gaun putih yang terlihat sangat cantik dan sangat pas di tubuhnya. Klea kembali tak kuasa menahan tangisnya, ia menatap dirinya lewat cermin dengan tatapan yang sangat pilu.
“Kenapa hidup gue kayak gini banget....” jedanya
Klea menunduk, meremas erat gaun pengantin yang saat ini ia pakai, “Mas.... Maafin Lea....”
Klea menoleh saat ada seseorang yang menggenggam tangannya, ternyata itu Adam. Ia berlutut sambil menggenggam tangan Klea.
“Jangan nangis, nanti cantiknya luntur....” ucap Adam menatap Klea dengan tatapan yang tak bisa diartikan
Klea membalas genggaman Adam, ia mengeluarkan semua rasa sesaknya yang teramat dalam.
“Sini mah, Mas Adam peluk.”
Detik itu juga, Klea langsung berhambur dalam dekapan anaknya. Klea menangis sejadi-jadinya di pelukan anak lelakinya ini. Rasanya sangat nyaman, pelukannya sama seperti Agil memeluknya dulu.
“Adam, maafin m-mamah....” ucap Klea sesegukan
Adam mengelus punggung Klea secara perlahan. Tanpa sadar, ia meneteskan air matanya. Adam tidak tahu mengapa semua ini terjadi, Adam sangat tahu bagaimana perasaan ibunya saat ini. Tapi, Adam tidak bisa melakukan apapun.
Adam melepaskan pelukannya, lalu ia mengusap air mata Klea secara perlahan, “Udah, jangan nangis lagi.”
Klea menatap sendu anaknya yang kini masih berlutut di hadapannya. Klea mengusap rambut anak lelakinya ini.
“Kamu udah besar banget, mas. Kamu mirip sama papah kamu, bener-bener mirip dari segi manapun....” ucapnya
Adam tersenyum.
“Maafin mamah, ya?”
Adam menunduk, lalu ia menatap lekat sang ibu, “Mah, jangan minta maaf. Adam tau banget mah posisi mamah gimana sekarang, perasaan mamah gimana sekarang Adam tau. Sekarang Adam cuma mau bilang, mamah masih ada waktu buat nolak pernikahan ini. Mamah bisa batalin, karena Adam juga ngga mau mamah nikah sama om Leon.”
Klea menggeleng cepat, “Ngga bisa, mas.... Mamah ngga mau adik kamu pergi ninggalin mamah....”
“Urusan Ale belakangan, mah. Kalo mamah tetep aja maksa kayak gini, sama aja mamah juga bakalan nyakitin hati om Leon. Mamah ngga cinta kan sama dia?” tanya Adam
Klea menunduk, ia mencengkram kuat kedua tangan Adam.
Tok.... tok.... tok....
Pintu terbuka, menampilkan Tiff disana.
“Kak....” panggil Tiff menghampiri Klea
Adam bangkit dari posisinya, ia memberi ruang antara Tiff dan Klea untuk mengobrol.
Tiff mengusap surai rambut anak perempuannya ini, “Kamu yakin mau nikah sama Leon? Mamah takut, kak....”
Klea meneteskan air matanya. Ia tahu betul mengapa Tiff takut, dan tentunya juga sebelumnya Abram melarangnya untuk menikah dengan Leon. Karena mereka takut, takut kejadian dulu akan terulang lagi. Tiff dan Abram takut jika Leon akan menyakiti anak perempuannya kembali.
“Aku lakuin ini semua untuk Ale, mah. Bakal aku lakuin apapun itu untuk bahagiain anak aku,” ucap Klea menatap Tiff dengan mata yang berkaca-kaca
“Kamu tau pernikahan bukan main-main, kak....” ucap Tiff menatap anaknya dengan tatapan sendu
Klea menghela napas beratnya, “Insyaallah aku bisa hadapin semua ini....”
Tiff meneteskan air matanya, lalu ia memeluk anak perempuannya ini.
Setelah beberapa menit melakukan perjalanan ke tempat acara pernikahan berlangsung, kini Klea dan keluarga telah sampai di gedung pernikahan yang letaknya tidak terlalu jauh dari rumah Klea.
Para tamu undangan pun sudah hadir disini, Klea juga melihat teman-temannya yang sedari tadi setia menemaninya.
“Senyum....” ucap Kala dan Wawa dari jauh
Klea tersenyum getir. Lalu, mata ia beralih ke Ajeng, Bella, dan Bapak yang duduk bersampingan dengan teman-temannya.
Ajeng, Bella, dan Bapak tersenyum sambil mengangguk tulus.
“Gapapa, Klea....” ucap Ajeng pelan menatap Klea yang sudah terduduk manis di kursi akad
Klea membalikkan tubuhnya, ia menoleh ke arah Leon yang kini berada di sampingnya. Ia sudah sangat rapih mengenakan jas bewarna putih serta peci yang menempel di kepalanya. Klea menahan tangisnya mati-matian, ia teringat Agil.
Leon yang tersadar bahwa Klea menatap dirinya langsung menoleh, ia melihat Klea yang menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca.
Leon menghela napasnya, “Maaf....” ucapnya setelah itu ia melihat Klea yang langsung memalingkan wajahnya ke arah lain
“Ini langsung saja ya kita mulai akadnya. Pak, mari silahkan di mulai,” ucap Pak penghulu menatap Abram
Klea menatap sang Papah, ia tahu pasti bahwa Abram tidak rela menyerahkan anaknya kepada Leon. Karena ia tahu perlakuan Leon dulu kepada anaknya bagaimana. Tapi dengan segala cara Klea membujuknya, dengan terpaksa Abram menuruti permintaan Klea. Klea pun juga terpaksa, ia melakukan semua ini demi putrinya, Alea.
Klea meyakinkan dirinya berulang kali, lalu ia mengangguk lemah sambil menatap Abram.
Abram mengangguk dan menghela napasnya, lalu detik itu juga ia langsung menjabat tangan Leon.
“Bismillahirrahmanirrahim. Saya nikahkan engkau, Leonadio Aksara bin Gavino Aksara dengan putri saya, Akleea Ayu Adine binti Abramahaga Adine, dengan seperangkat alat sholat dibayar tunai.”
“Saya terima nikahnya Akleea Ayu Adine binti Abramahaga Adine dengan seperangkat alat sholat dibayar tunai,” ucap Leon
“Bagaimana para saksi? Sah?” ucap Penghulu
“SAH!” ucap para hadirin serentak
“Alhamdulillahi rabbil’alamin....”
Klea menunduk, ia meneteskan air matanya.
Maafin Lea, mas.... /Batinnya