nankeyst

🧸

“Lo kenapa gil? Lagi ada pikiran?” tanya Dito sambil mengisap rokoknya

Agil menoleh kearah Bella dan Saka yang sedang menyantap nasi goreng sambil mengobrol kecil di sana. Jarak nya agak jauh, karena tadi Dito meminta izin untuk mengobrol sebentar dengan Agil sambil merokok.

“Duit gajian gue abis, bulan ini gue ngga nabung kayaknya,” ucap Agil mengaduk teh hangatnya

Dito mengernyit, “Loh, kan lo baru gajian kan? Kok udah abis aja, buat apaan?”

Agil terdiam.

Dito terlihat tampak berpikir sejenak, sampai akhirnya ia bersuara, “Jangan bilang kucing Klea itu yang beliin lo? Kan pas itu lo jalan sama dia.”

Agil menghela napasnya, lalu ia mengangguk.

“Astaga gil...” ucap Dito sambil mengusap gusar wajahnya

“Itu ngga gue permasalahin sih, gue bakal ngelakuin apa aja yang buat Lea seneng. Gue cuma mau bilang ke lo aja kalo gue ngga nabung kali ini.”

“Secinta itu lo sama Lea?” tanya Dito menatap Agil

Agil menatapnya balik dengan tatapan yang tajam.

Dito mengangkat tangannya dan menunjukkan smirk di wajahnya, “Kalem bro, kalem. Maksud gue Klea.”

Agil hanya menatapnya dengan tatapan sinis.

Dito terkekeh, “Iya its oke sih lo mau pake duit lo itu buat apaan. Tapi gue mau bilang serius ke lo ya, gil. Kalo lo emang niat buat jadi pilot nanti, lo bener bener harus siapin dari sekarang. Dan untuk duit, kenapa ngga lo pake uang tunjangan aja, lo tau biayanya besar kan, dan kita juga sebentar lagi lulus gil. Lo maju mundur banget, lo harus tentuin masa depan lo dari sekarang.”

Agil memijit pelipisnya, “Gue ngga mau pake duit tunjangan itu, to.”

“Ayah lo masih pulang, gil?”

“Ngga, gausah pulang lagi sekalian.”

Dito menghela napas kasar, ia masih terus saja mengisap rokoknya.

“Posisi gue bingung, to. Gue mau jadi pilot, karena emang keinginan gue dari dulu, dan itu didukung sama Mas Galang yang emang kebetulan dia jadi pilot juga. Keinginan gue semakin menjadi-jadi pas Mas Galang bilang ke gue kalo gue nanti kerja jadi pilot aja, dan lo tau terakhir dia ngomong itu. Tapi lo tau kan to, mama ngga izinin gue jadi pilot...” ucap Agil lalu ia menundukkan kepalanya

Dito melihat kearah sekeliling, ia bingung harus mengatakan apa kali ini.

“Emang bingung banget gil kalo orang tua udah ngga ngizinin apa yang kita pilih buat masa depan kita, mereka selalu mikir masa depan kita bakal cerah kalo kita selalu ikutin perkataan mereka. Padahal mah kan kita yang ngejalanin, kita cuma butuh doa dan semangat aja dari mereka. Dan sebenernya takdir itu juga ngga ada yang tau,” ucap Dito

Mereka berdua sama sama terdiam sejenak.

“Gue takut ayah gue pulang lagi,” ucap Agil menatap kotak tisu

“Tante Ola masih suka kambuh?” tanya Dito

Agil menatap Dito, “Nyokap gue ngga sakit, to.” ucapnya penuh penekanan

Dito mendengus kasar.

Agil menyeruput sedikit teh hangatnya, “Lo tau kan alasan gue ngga mau pake duit tunjangan? Sekalinya ayah gue pulang, dia selalu ambil duit itu, dan dia ngambil ngga sedikit. Kalo ngga dikasih apa? Dia mukulin nyokap gue abis-abisan, to. Gue selalu mikir gimana caranya duit tunjangan masih tetep ada buat ngecukupin kebutuhan keluarga gue, dan kalo gue pake buat sekolah penerbangan gue nanti, keluarga gue makan apaan to?”

Dito menatap sendu sahabat yang berada di hadapannya ini, “Terus sekarang lo mau gimana, gil? Semua keputusan ada di tangan lo, dan semuanya itu yang ngejalanin lo. Lo pikirin dengan baik aja, jangan sampe lo salah ambil keputusan.”

Agil sudah sangat pusing dengan semua ini. Benar kata Dito, ia harus mengambil keputusan dengan baik.

Iya, selama ini Agil kerja. Hasil jerit payahnya ia tabung untuk sekolah penerbangannya nanti. Ajeng sudah pernah bilang ke Agil kalau duit tunjangan itu cukup untuk sekolah penerbangannya nanti, tapi Agil selalu menolaknya. Di satu sisi Agil sangat ingin menjadi seorang pilot seperti Galang, tapi di sisi lain ia tidak mempunyai uang lebih untuk sekolah penerbangan dan— mamahnya tidak mengizinkannya. Uang tunjangan? Jika Agil memakai duit itu dan sudah masuk ke sekolah penerbangan yang ada Agil akan merasa sangat gila, ia sibuk sekolah tetapi pikiran ia selalu tertuju ke keluarganya. Bagaimana jika keluarganya tidak makan? Bagaimana jika kebutuhan sehari harinya tidak tercukupi? Bagaimana jika— jika ayahnya mengambil semua sisa duit itu dan memukuli ibunya habis-habisan? Ah! Agil akan merasa sangat gila jika semua hal itu terjadi. Lantas, keputusan apa yang akan Agil ambil nanti?

Dito terkekeh, lalu ia menyodorkan 1 batang rokok marlboronya ke hadapan Agil.

Agil menatap Dito, “Apaan?”

“Rokok, biar ngga pusing.”

“Gue ngga ngerokok, anjing.”

🧸