nankeyst

Hari ini, hari dimana Agil akan mengikat janji suci dengan seseorang yang sangat ia cintai. Agil sudah terduduk di sebuah kursi di samping ranjang rumah sakit Ola, di sampingnya pun sudah ada perempuan cantik yang ia cintai menggunakan kebaya bewarna putih, Klea.

Klea menoleh kearah Agil, ia melihat Agil yang sedari tadi sangat gugup. Klea memberanikan diri untuk menggenggam dan mengelus tangan Agil.

Agil menatap Klea, lalu ia tersenyum. Ia juga membalas genggaman tangan Klea, “Mas gapapa,” ucapnya

Setelah menunggu beberapa menit, munculah seorang lelaki dengan pakaian layaknya seorang penghulu.

“Selamat pagi. Saya Kavin, saya penghulu,” ucap Penghulu tersebut menyalami Agil

Agil melihat Dokter, Abram, dan Tiff yang memasuki ruangan ini. Di ruangan ini hanya ada Ola, Agil, Klea, Tiff, Abram, Penghulu, dan Dokter. Teman teman Agil dan Klea hanya menunggu di luar karena tidak boleh terlalu banyak orang yang masuk ke ruang inap Ola.

Abram menatap Agil, “Gimana? Udah siap?”

Yang ditanya terdiam. Jujur, jantung Agil sangat berdegup kencang sedari tadi. Karena Ola tahu bahwa anaknya gugup, dengan susah payah Ola meraih tangan Agil.

“Mas....” ucap Ola

Agil menggenggam tangan Ola, ia tersenyum, “Gapapa, mah. Agil siap, kok.”

Ola tersenyum manis melihat anaknya tersenyum.

“Yasudah, kita langsung mulai saja gimana?” ucap Penghulu

Kini mereka semua sudah duduk di kursinya masing masing. Agil dan Klea berada di sisi kiri ranjang Ola, Abram dan penghulu berada di sisi kanan Ola, sedangkan Tiff dan Dokter berada diujung ranjang Ola.

“Mari pak, mari kita mulai saja. Silahkan jabat tangan mempelai lelakinya.”

Detik itu juga, Abram langsung menjabat tangan Agil tepat di atas tubuh Ola.

“Langsung saja,” ucap Penghulu

Abram menghela napasnya secara perlahan, “Bismillahirrahmanirrahim. Saya nikahkan engkau, Raden Agil Lakeswara bin Danendra Lakeswara, dengan putri saya Akleea Ayu Adine binti Abramahaga Adine dengan seperangkat alat sholat dan uang tunai sebesar 7 juta rupiah dibayar tunai.”

“Saya terima nikahnya Akleea Ayu Adine binti Abramahaga Adine dengan seperangkat alat sholat dan uang tunai sebesar 7 juta rupiah dibayar tunai,” ucap Agil

“Bagaimana para saksi? Sah?” tanya penghulu

“Sah! Alhamdulillahi rabbil 'alamin,” ucap Mereka serentak

Agil dan Klea menghela napas leganya, ia saling meneteskan air matanya satu sama lain. Pada hari ini, mereka telah resmi menjadi sepasang suami istri.

“Sekarang kalian berdua sudah resmi menjadi suami istri, ya. Silahkan istri mencium tangan suaminya.”

Klea menoleh kearah Agil, ia menatap Agil dengan mata yang berkaca-kaca. Klea meraih tangan Agil, lalu ia mencium tangan suaminya. Setelah Klea mencium tangan Agil, Agil langsung mengecup dahi Klea.

Mereka berdua saling menatap satu sama lain, sampai mereka disadarkan dengan bunyi suara monitor Ola yang berbunyi cukup kencang.

Nit... Nit... Nittttttt......

Alat monitor detak jantung Ola menunjukkan garis panjang, Dokter langsung bergegas menghampiri Ola dan memeriksanya.

Klea dan Agil berdiri, semua orang yang berada di ruangan ini sangat panik dan kebingungan.

“Mama kenapa?” tanya Agil panik

“Tolong panggil suster sekarang juga! Bawa alat medisnya,” ucap Dokter yang sedikit teriak

“Mas,” ucap Klea menatap Agil

Agil menghampiri Dokter, “Dok, mama saya kenapa dok? KENAPA ALAT MONITORNYA NGGA BERDETAK, DOK?!” tanya Agil panik

“Mas, tolong tenang dulu ya. Kita bakal usaha semaksimal mungkin.”

Para suster sudah masuk ke ruangan ini dengan membawa beberapa peralatan medis.

“Alat kejut jantung sus!” ucap Dokter itu

Sekarang keadaannya sangat tegang, Agil tidak tahu apa yang terjadi dengan Ola.

“TOLONG SEMUANYA KELUAR DULU, YA!” teriak Dokter

Agil langsung menuruti perintah Dokter, ia langsung keluar dari ruangan ini.

“Mama kenapa, mas?” tanya Bella panik

Agil menggeleng. Agil sudah tidak bisa berkata-kata lagi, ia menyenderkan tubuhnya di dinding rumah sakit. Tidak, ini tidak akan mungkin terjadi. Mas Galang tidak akan membawa Ola pergi, tidak akan.

“Gil, lo tenang ya?” ucap Dito, Saka, dan Abeng secara bersamaan menenangkan Agil

Ceklek! Pintu ruangan terbuka, Agil bangun dari posisinya. Ia melihat para suster keluar mendorong alat alat medis yang tadi mereka kenakan untuk mengecek Ola. Tak lama, Dokter pun juga keluar dari ruangan.

Agil menghampiri Dokter tersebut, “Dok, mama saya gimana?” tanya Agil dengan mata yang berkaca-kaca

Dokter itu terdiam.

Ajeng dengan wajah paniknya juga bertanya ke Dokter tersebut, “Mama saya ngga kenapa kenapa kan, dok?”

Kali ini, Dokter ini menggeleng secara perlahan, “Pasien sudah tidak bisa bertahan lagi. Maaf, saya sudah berusaha semaksimal mungkin.”

Semua orang yang berada disini menutup mulutnya tak percaya. Agil, Agil sangat tidak percaya dengan ucapan Dokter ini.

“Mama....” lirih Bella

Agil langsung membuka pintu ruangan dan berlari kearah Ola.

“Mas!” panggil Klea

Agil menghentikan langkahnya, ia melihat Ola disana terbujur kaku dengan kain putih yang sudah menutupi seluruh tubuhnya.

“Mas....” ucap Klea menangis

Ajeng dan Bella terlebih dahulu menghampiri Ola, mereka membuka kain yang menutupi Ola, mereka menangis sejadi-jadinya.

“MAMA! MAMA BANGUN, MA! MAMA TEGA NINGGALIN AJENG, AGIL, SAMA BELLA? BANGUN MA, BANGUN!”

Suara rintihan menangis terdengar jelas di ruangan ini, semua orang sudah berada di ruangan ini. Abram, Tiff, Agam, Dito, Saka, Abeng, Kala, dan Wawa.

Secara perlahan Agil memberanikan diri untuk menghampiri Ola, Agil melihat wajah Ola yang sangat pucat sekali. Agil mendekatkan tubuhnya kearah Ola.

“Ma....” ucap Agil menunduk dan menangis

Agil meraih tangan Ola yang sudah sangat kaku, Agil tak bisa menahan rasa sakit ini, “Ma, bangun ma....”

“MAMA BANGUN!” teriak Agil

Agil menangis sejadi-jadinya sekarang, ia secara terus menerus menggerakkan tubuh Ola yang sudah terbujur kaku.

“Mama, mama. Mama, bangun ma..... Ini liat, liat Agil udah nikah sesuai permintaan mama. Agil udah nikahin Klea, ma....” ucap Agil menatap Ola

Klea menghampiri Agil, ia mengelus punggung Agil secara perlahan.

“Mama, mama ayo pukulin Agil lagi, pukulin Agil sampe Agil berdarah darah lagi ma. Gapapa ma, Agil ikhlas. Ayo ma, ayo marahin Agil lagi kayak waktu itu, ayo ma.....” ucap Agil yang masih saja menggerak-gerakan tubuh Ola

Agil menaruh kepalanya di tubuh Ola, ia memeluk Ola, “Maaaaa..... bangun...... Agil besok ulang tahun ma.... kenapa mama ninggalin Agil?”

“Mas....” panggil Klea

Agil menoleh kearah Klea, “Mama udah ngga ada, dek...”

Klea menangis, ia langsung membawa Agil ke dekapannya.

Yaallah Mas Agil, kenapa hidup Mas jadi kayak gini.... /batin Klea

Agil melepaskan pelukannya, ia kembali menatap Ola.

“Ma, maafin Agil.... maafin Agil yang belum bisa bahagiain mama....”

Tiff menghapus air matanya, ia menghampiri Agil, “Agil, ikhlasin mama, ya?” ucapnya sambil mengelus punggung Agil

Agil menghapus air matanya, ia kembali menatap wajah Ola. Kali ini Agil menatap wajah Ola sangat lekat.

“Cantik, mama selalu cantik di mata Agil. Mas Galang udah berhasil bawa jalan-jalan, ya? Mama capek ya makannya mau diajak jalan-jalan sama Mas Galang? Ma, kenapa ngga minta sama Agil aja? Nanti Agil ajak mama jalan-jalan naik Timothee, kemana aja yang Mama mau. Agil sebentar lagi wisuda, ma.... kita belum foto bareng-bareng. Mama kenapa udah ninggalin Agil duluan, ma? Ma.... Agil sayang banget sama mama, makasih ya ma udah besarin Agil selama 23 tahun lamanya. Iya ma, nanti malem Agil 23 tahun, Agil udah tua banget ya ma? Nanti kita tiup lilin sama sama ya, ma? Mama ajak juga Mas Galang, bilang Agil kangen sama dia,” jedanya

“Agil ikhlasin mama, ya? Makasih ma, makasih untuk semuanya,” ucap Agil lalu ia langsung mengecup dahi Ola

Berawal dari kehilangan seorang Bapak, lalu ia kehilangan seorang mas. Agil tidak diizinkan untuk menjadi Pilot, ia kerja dan duit hasil jerit payahnya ia tabung untuk sekolah penerbangannya. Ayah tirinya kasar kepadanya, bahkan Ola sendiri pun disaat kambuh juga akan kasar dengannya. Sampai dimana hari itu tiba, Ola dikabarkan masuk rumah sakit. Ajeng dan Bella memberi tahu bahwa semua duit keluarganya diambil oleh Ayah tirinya, bahkan duit tabungannya pun juga diambil semua. Disaat ia sangat membutuhkan duit untuk membayar biaya Operasi Ola, Agil dipecat, dipecat dari pekerjaannya. Dan hari ini, hari dimana ia menikahi perempuan yang sangat ia cintai. Dan di hari ini juga, tepat sebelum hari ulang tahunnya, ia kehilangan sosok mamanya yang sangat ia cintai lebih dari apapun. Dengan segala hal yang Agil lalui dari dulu sampai sekarang, dengan hebat dan kuatnya ia masih tetap bertahan sampai sejauh ini. Sudah sampai sejauh ini, apakah kalian mau menyerah begitu saja? Apakah kalian mau berhenti sampai disini padahal perjalanan kalian masih sangat panjang? Dan yang terpenting, apakah kalian sudah bersyukur sampai detik ini?

Agil melangkahkan kakinya secara perlahan menuju ruangan Kenanga 4, ruangan Ola dirawat. Agil melihat di depan ruangan tersebut ada Dito, Saka, Abeng, Kala, dan Wawa.

Dito yang pertama kali merasakan kehadiran Agil langsung menoleh, ia menghampiri Agil dan—Bugh! Dito memukul dada Agil sampai Agil sedikit terhuyung ke belakang.

“Lo darimana aja, bangsat!” ucap Dito menatap Agil

Agil terdiam.

“To, jangan emosi lah,” ucap Kala menghampiri Dito dan Agil

“Gue cuma kesel aja sama ni anak, 5 hari gaada kabar. Gue tau lo sedih, gue tau lo pusing, tapi disini ada gue. Ada gue, ada Saka, ada Abeng. Bagi gil perasaan yang lo rasain sini ke gue, jangan lo pendem sendiri, tolol!” ucap Dito yang hampir saja meneteskan air matanya

“Lo mau sampai kapan gil pendem perasaan lo, padahal lo tau disini kita semua selalu ada buat lo. Lo selalu ngerasa ngga punya siapa siapa, disini ada kita gil, ada kita,” ucap Saka

Ceklek! Pintu ruangan terbuka, menampilkan Abram dan Tiff yang baru saja keluar dari ruang inap Ola.

Tiff menghampiri Agil, “Agil yaallah, dari mana aja?” tanya Tiff khawatir

Agil hanya terdiam menunduk.

“Tiff, udah. Gausah ditanyain dulu ya Agilnya,” ucap Abram

“Agil, ke dalam gih. Mama kamu dari tadi nanyain kamu terus, beliau mau ketemu kamu. Di dalam juga ada Klea,” ucap Abram menatap Agil

“Mba Ajeng sama Bella kemana, om?” tanya Agil

“Tadi di panggil Dokter, nanti balik lagi kok.”

Agil mengangguk lemah, lalu ia langsung melangkahkan kakinya untuk masuk ke ruang inap mamanya.

Agil menghentikan langkahnya, ia melihat Klea dan Ola tertidur disana. Setetes air mata berhasil jatuh di pipi Agil, Agil sangat sedih melihat kondisi Ola seperti ini. Ola memakai selang oksigen dan di samping tubuhnya terdapat alat monitor detak jantung yang setiap saat selalu berbunyi.

“Mas...” panggil Ola

Klea terbangun dari tidurnya, ia menatap Ola kemudian ia menoleh kearah Agil.

Agil tersenyum kecil, “Assalamualaikum...”

“Waalaikumsalam...” ucap Klea dan Ola

Agil menghapus air matanya, kemudian ia menghampiri Klea dan Ola. Agil menatap Klea terlebih dahulu, ia mengelus secara perlahan pucuk kepala Klea. Lalu, ia menatap Ola yang terbaring lemah di ranjang rumah sakit.

“Ma, apa kabar?” tanya Agil dengan suara yang agak gemetar

Agil bisa melihat Ola yang tersenyum kecil, “Baik, mas...” ucap Ola dengan nada yang sangat kecil

Agil menunduk, ia benar benar tak kuasa menahan tangisnya melihat mamanya terkulai lemas seperti ini.

Klea yang menyadari itu langsung mengelus punggung Agil secara perlahan.

“Keadaan Tante Ola masih lemah banget, mas. Tante Ola masih di pantau terus perkembangannya sama Dokter, Dokter juga bilang jangan terlalu banyak ajak bicara,” ucap Klea

Agil mengangguk secara perlahan, lalu ia mengusap kepala mamanya.

“Mama nyariin Agil, ya? Agil abis jenguk Mas Galang sama Bapak, ma....” ucap Agil menatap Ola

Ola meneteskan air matanya, “Mas Galang.... Bapak....”

“Iya, Mas Galang sama Bapak.”

“Mas....” panggil Ola

Agil menggenggam erat tangan Ola, ia mengecupnya secara perlahan, “Kenapa, ma?”

“Klea....” panggil Ola

“Iya kenapa, tante?”

Ola tersenyum, ia mengambil tangan Klea dan ia memberikannya ke Agil agar Agil bisa menggenggamnya.

Agil mengernyit, ia kebingungan apa yang dilakukan oleh Ola.

“Mas.... nikahin Klea....” ucap Ola menatap Agil

Agil menatap Klea, lalu ia kembali menatap Ola.

Agil tersenyum getir, “Iya mas bakal nikahin Klea, ma. Tapi nanti, nanti tunggu Klea lulus.”

“Besok, mas... Mama mau liat kamu nikah.”

Agil terdiam sejenak, ia merasakan dadanya sangat sesak sekali, ia menangis. Ia sudah tak kuat melihat Ola seperti ini, “Iya nanti mas nikahin Klea. Mas ngga bisa sekarang ma, Mas belum punya apa apa. Nanti Klea mau mas kasih makan apa?”

Klea sedari tadi sudah meneteskan air matanya.

“Mama izinin kamu jadi Pilot, mas....” ucap Ola

Hati Agil terasa sangat sakit lagi saat Ola mengucapkan perkataan itu, ia teringat dengan tabungannya yang tiba-tiba lenyap begitu saja.

Agil menggeleng lemah.

Udah ngga ada harapan lagi, ma.... /batin Agil

“Mas... nikahin Klea besok, ya? Mama udah ngga kuat, mas. Mas Galang.... Mas Galang juga udah nungguin mama terus dari kemarin...”

Deg! Jantung Agil berdegup sangat kencang.

Jangan, Mas. Jangan ajak mama pergi... /batin Agil

Agil menghela napas beratnya, ia menghapus air matanya dan mendekat kearah Ola, “Mama harus kuat, mama harus bertahan, ya?” jeda Agil

Agil mengangguk, “Iya, Agil bakal nikahin Klea besok. Mama mau liat Agil nikah, kan? Agil bakal nikahin Klea besok. Tapi Mama harus janji sama Agil, mama harus bertahan. Mama harus liat cucu cucu mama nanti. Cucu dari Agil, cucu dari Mba Ajeng, cucu dari Bella. Mama harus bertahan ma, ayo kita sama sama lagi kaya dulu...” ucap Agil meneteskan air matanya

Ola tersenyum lemah, “Bener ya, mas? Nikahin Klea...”

Agil mengangguk. Ia menatap Klea dan mengelus tangan Klea secara perlahan.

“Agil bakal nikahin Klea.”

Agil berlari kencang menyusuri lorong rumah sakit, sedari tadi pikirannya kalut hingga ia hampir menabrak sebuah mobil karena melajukan motornya dengan kecepatan kencang. Tidak, mimpi itu tidak akan terjadi. Bukan ini kan pergi jalan-jalan yang dimaksud Mas Galang? Bukan, kan?

Agil menghentikan langkahnya di lorong UGD, ia melihat Bella dan Ajeng menangis disana. Secara perlahan ia melangkahkan kakinya menghampiri mereka berdua, dan terlihat disana Dokter keluar dari ruangan UGD tersebut.

“Apa ini dengan keluarganya?” tanya Dokter perempuan itu

Ajeng mengangguk, “Saya anaknya, dok. Mama saya gimana dok? Ngga kenapa kenapa, kan?”

Dokter menghela napasnya, “Keadaan pasien sangat lemah, dan untungnya kalian tepat waktu untuk mengantar beliau ke rumah sakit. Beliau terkena serangan jantung. Dan dari hasil yang saya periksa juga, terjadi benturan yang cukup keras di kepalanya, hal itu menyebabkan pembuluh darah yang berada di kepala beliau pecah. Dan saya akan mengambil tindakan operasi karena terjadi perdarahan yang cukup parah di otak beliau. Untuk itu, kalian bisa langsung membayar biaya administrasinya terlebih dahulu ya, sebelum operasi dilakukan.”

“Biaya operasinya berapa, dok?” tanya Ajeng

“Sekitar 40jt, dan itu baru operasi.”

Ajeng terdiam sejenak, lalu ia kembali menangis dan langsung memeluk Bella.

“Kalau begitu saya permisi ya,” ucap Dokter itu tersenyum lalu melenggang pergi

“Mba,” panggil Agil

Ajeng menoleh. Ia menatap Agil cukup lama, lalu ia kembali tak kuasa menahan tangisnya, ia menghampiri Agil dan memeluknya dengan erat.

“Kenapa diem aja? Ayo bayar administrasinya biar mama cepet di operasi,” ucap Agil menahan tangisnya

Ajeng menggeleng lemah, ia menangis di dalam dekapan Agil, “Agil, maafin mba....”

Agil meneteskan air matanya, “Kenapa? duit tunjangan masih ada, kan?” tanya Agil

Ajeng melepaskan pelukannya. Ia mengusap wajah adik lelakinya ini, dan ia menggeleng lemah kembali, “Ayah, Ayah bawa kabur— bawa kabur semua duit kita.”

Agil terdiam, dugaannya benar.

“Agil...” panggil Ajeng

“Duit tabungan lo juga di bawa kabur sama Ayah....” ucap Ajeng lalu setelahnya ia menangis kencang

Deg! Jantung Agil berpacu sangat cepat, ia mengerjapkan matanya berulangkali.

“Lo bohong, kan?” tanya Agil yang masih tak percaya

Bella menghampiri Agil, “Mba Ajeng ngga bohong, mas. Semua duit kita dibawa kabur sama Ayah, dan— duit tabungan mas juga diambil semua sama Ayah. Yang bikin mama kayak gini itu karena mama berusaha ngelindungin tabungan Mas Agil. Tapi mama gagal ngelindungin tabungan Mas, dari situ mama langsung kena serangan jantung dan Ayah langsung dorong mama sampe kepala mama kebentur meja.”

Agil memalingkan wajahnya kearah lain, ia meneteskan air matanya. Agil mengepalkan tangannya dan— Bugh! Agil memukul dinding rumah sakit sampai darah segar berhasil muncul di jemarinya.

“AGIL! MAS!” teriak Ajeng dan Bella

“ARRGHHHH!” teriak Agil, “Kenapa Ayah tega banget sih sama kita, KENAPA?!” ucap Agil yang detik itu juga langsung menangis kencang

Agil sudah tak kuasa menahan tangisnya lagi, duit yang susah payah ia tabung dari dulu untuk sekolah penerbangannya dirampas semua oleh Ayahnya. Ditambah lagi ia mendengar sendiri perkataan adiknya, bahwa Ola seperti ini karena melindungi tabungannya.

Agil menjatuhkan dirinya ke lantai, “Mama.... maafin Agil, ma....” ucap Agil sembari menangis

Ajeng menghampiri Agil, ia langsung membawa Agil ke dekapannya.

“Mba.... Agil capek, mba.... kenapa semuanya kayak gini? Agil mau nyerah, mba....” ucap Agil menangis dalam dekapan Ajeng

Ajeng melepaskan pelukannya, ia menghapus air mata Adiknya, “Agil.... liat mba,”

Agil masih saja menangis dihadapan Ajeng.

“Agil!” ucap Ajeng sembari menepuk pelan pipi Agil

“Agil, dengerin mba, ya? Agil inget kan kata Mas Galang? Jangan nyerah, jangan gampang nyerah. Kita harus tetep berjuang walaupun cobaan datang terus ke kita. Kita harus tetep semangat gil, kita harus tetep kuat. Kalo kita nyerah, perjuangan yang udah kita lewatin dari dulu sampai titik ini bakal sia sia, kan?” ucap Ajeng dengan nada yang sedikit bergetar

Ajeng menoleh kearah Bella yang menangis disana, “Bella, sini.”

“Agil, Bella, peran mba sekarang penting banget. Mba sekarang gantiin peran Mas Galang sebagai kakak pertama, mba selalu inget pesan pesan yang Mas Galang kasih buat mba. Katanya kalo capek itu istirahat, tapi jangan sampe nyerah. Kita harus inget rintangan-rintangan yang kita lewatin selama ini. Sampai akhirnya suatu saat kita bangga sama diri kita sendiri. Oh, ternyata gue udah berhasil lewatin semuanya, gue udah berjuang sampe di titik mana gue ngerasain hidup gue lebih bahagia daripada sebelumnya,” jeda Ajeng

Agil dan Bella masih saja menangis, tapi mereka juga mencerna kata kata yang Ajeng ucapkan.

“Untuk itu mba mohon, mba mohon sama kalian jangan ada yang nyerah, ya? Jangan ada yang nyerah dalam hal apapun.”

Ajeng menatap Agil, “Gil, mba bakal jual semua yang mba punya buat biaya sekolah penerbangan kamu sama biaya operasi mama.”

Agil menatap Ajeng dengan mata yang sembab, “Emang mba punya apa? Kita punya apa?” jedanya

“Kita udah ngga punya apa-apa, mba,” lanjut Agil penuh penekanan

Perkataan Agil membuat hati Ajeng tersayat-sayat. Memang benar, sangat benar perkataannya. Agil dan keluarganya sudah tidak mempunyai apa apa lagi sekarang.

Agil bangkit dari duduknya, “Gue bakal cari duit, cari duit buat operasinya mama. Gue ngga peduli tabungan gue ilang. Sekarang gue harus cari duit buat kesembuhan mama, biar mama bisa sama kita lagi.”

Setelah dari Kampus, Agil langsung mengajak Klea untuk makan Nasi goreng lamer. Agil memarkirkan motornya, lalu ia langsung turun dari motornya.

Agil melihat Klea yang kesusahan membuka helmnya, lalu ia langsung menghampiri Klea dan membantu untuk membuka helm tersebut.

“Macet, mas..” ucap Klea menatap Agil

Setelah helmnya sudah terlepas, Agil langsung merapikan rambut Klea yang agak berantakan. Agil tersenyum, lalu ia langsung menggenggam tangan Klea.

“Ayo,” ucap Agil

Klea terdiam, jantungnya berdetak sangat kencang.

“Kenapa diem aja, dek?” tanya Agil yang heran melihat Klea diam sedari tadi

Klea mengerjapkan matanya, “H-hah?”

Agil tahu kalau Klea sedang salah tingkah karena Agil menggenggam tangannya. Karena Agil suka jahil, Agil mengarahkan tangan Klea yang ia genggam kearah bibirnya.

Cup! Iya, Agil mencium tangan Klea.

Yaallah Mas Agil.... /batin Klea

Agil tersenyum jahil, “Udah ayo, ah! Kebanyakan salting tau, ngga?”

Kini, mereka berdua sudah duduk di kursi dan bersiap-siap untuk memesan makanan. Keadaan tempat makan Nasgor lamer malam ini cukup ramai, di setiap meja dipenuhi beberapa orang yang sedang menyantap Nasgor lamer ini.

“Mang!” panggil Agil

Sang pelayan menoleh, “Eh, si Agil. Gua kira sape lu,”

“Eh buset, siape ini bening banget?” tanya Dono—salah satu pelayan Nasgor lamer

“Cewek gua, lah.”

Klea menatap Agil, lalu ia menatap Dono. Klea tersenyum kikuk.

“Yeu, udah lama kagak kesini sini, sekalinya kesini bawa cewek. Jo, Agil bawa cewek nih,” ucap Dono ke Jono

Jono yang sedang memasak Nasi goreng disana menoleh, “Waduh, kemane aja lu gil? Tu bocah dua Dito sama Saka juga ora kemari mari. Pada kemane?”

Agil terkekeh, “Biasalah Saka bucin, Dito juga palingan main game mulu.”

“Ampe sepi rasanya warung gua lu betiga kaga kemari,” ucap Jono

“Udah lah, gua laper banget ini. Cewek gua juga belom makan, kasian.”

“Iye iye, mau makan ape lo bedua?”

Agil menatap Klea yang sedang mengotak Atik handphonenya, Agil langsung membalikkan handphone Klea begitu saja.

“Jangan main hp mulu. Lea mau makan apa?”

Klea mendekat kearah Agil, ia melihat menu menu Nasi goreng lamer ini.

“Oh, ada yang pake katsu?” tanya Klea

Agil mengangguk, “Ada, mau?”

“Mau deh.”

“Minumnya apa?”

“Mas apa?” tanya Klea

“Mas samain kayak kamu aja.”

Dono terkekeh, “Jiahkkk. Jo, Agil bucin banget dah nih.”

Agil menatap sinis Dono.

“Ya ampun maap, gil.”

Klea terkekeh, “Iyaudah ini Lea mau Nasgor ayam katsu, minumnya es teh aja,” ucap Klea menatap Agil

Agil mengangguk kecil, “Yaudah nih, mang. Nasgor ayam katsu 2, sama es teh juga 2 ya.”

“Siap bos, pedes kagak?”

“Sedeng aja.”

“Oke muda mudi, tunggu bentar yak.”

Klea dan Agil mengangguk. Setelah memesan pesanannya, Agil melihat Klea yang sedang menatap sekeliling tenda Nasgor lamer ini.

“Kenapa, dek?” tanya Agil

Klea menoleh, “Nasi goreng yang suka mas bawain buat Lea belinya disini? Lea kira di restoran gitu.”

Agil terkekeh, “Iya, ini nasi goreng langganan mas. Mas juga kalo setiap pulang ngampus pasti kesini sama Dito Saka. Kenapa? Enak ya nasi gorengnya?”

Klea mengangguk girang, “Iya, enak pake banget.”

“Disini harganya lebih terjangkau, enak juga. Kalo di restoran restoran sana kadang mahal, dan menurut mas rasanya juga biasa aja,” jeda Agil

“Oh iya, mas punya tempat makan yang enak lagi. Disitu ada kue pancong lumer, terus ada ice cream gitu. Murah, tapi enak banget sumpah. Tempatnya kedai, kapan kapan Lea mau cobain ngga?” lanjut Agil menatap Klea

“Mau banget! Mau, mau, mauuuuuu...” ucap Klea menirui suara anak kecil

Agil mencubit pipi Klea secara perlahan, “Gemes banget sih. Yaudah, nanti kapan kapan mas ajak kamu ke kedai itu ya.”

“Oke!”

Setelah menunggu beberapa menit, akhirnya Agil dan Klea langsung menyantap makanannya.

“Enak ngga?” tanya Agil di sela sela makannya

Klea mengangguk, “Ebnak, ebnnak banget,” ucap Klea yang kesusahan karena ia masih mengunyah nasi gorengnya

Agil terkekeh melihat tingkah laku Klea, ia menepuk-nepuk pelan pucuk kepala Klea, “Abisin dulu, kamu makannya lama banget deh.”

“Mulut Lea kecil, ngga gede kaya Mas Agil.”

Agil terkekeh lagi, lalu ia menyeruput minumannya. Tapi tak lama, Agil tiba-tiba tersedak dan Klea langsung menepuk-nepuk punggung Agil.

Klea sangat kaget melihat Agil yang menepis tangannya, Klea juga melihat Agil meringis kesakitan.

“Gil, nape lu?” tanya Dono

Agil menatap Dono, ia menggeleng, “Ngga, gapapa.”

“Ati-ati, gil.”

Agil menatap Klea yang masih terdiam diposisinya, “Lea, maafin mas. Mas ngga sengaja nepis tangan kamu.”

Klea mengerjapkan matanya, jantungnya berpacu sangat cepat.

Mas, sakit banget ya? /batin Klea

“Lea...” panggil Agil sekali lagi

“I-iya, mas. Gapapa kok, mas ngga kenapa-kenapa, kan?” tanya Klea cemas

“Ngga, mas gapapa.”

Agil mengatur napasnya, ia merasakan punggungnya sakit lagi.

Klea benar benar cemas dengan keadaan Agil, apa separah itukah Ayah dan Mamanya memukul dirinya?

Klea menatap kearah handphone Agil, disana terdapat sebuah panggilan dari Bella.

“Mas, Bella nelpon.”

Agil langsung mengambil handphonenya dan mengangkat telpon dari Bella.

Halo, kenapa bel?

Mas.... mama nyuruh mas pulang. Mama, mama nemu brosur sekolah penerbangan Mas Agil...

“Cilloooooo,” panggil Agil

“Iyaaa, mas Agil...”

“Mas panggil Cillo, bukan Lea.”

Klea mendengus pelan.

Agil terkekeh, “Leaaaa...”

“Apa?”

“Jutek banget,” ucap Agil

“Udah deh cepetan mas mau ngomong apa.”

“Kamu daritadi nutupin muka pake badan Cillo mulu. Mana mukanya? Mas mau liat.”

“Ngga mau.”

“Lea, mau risoles yang di samping tukang fotocopy ngga?” tanya Agil

Klea langsung muncul dari balik tubuh Cillo, “Mana?”

Agil berdecih, “Giliran risol aja, langsung nongol.”

“MANAAAA?! Lea mau, mas beli risolnya?”

“Iya besok, sekarang udah malem mana buka.”

Klea memutar bola malasnya.

“Kok belum tidur jam segini?” tanya Agil

“Ngga ngantuk.”

“Lagi ngapain?” tanya Agil

“Tiduran.”

Agil tak membalas ucapan Klea, ia sekarang fokus menatap layar komputernya.

“Mas Agil ngapain? Lagi mabar ya?” tanya Klea

“Iya, kok tau?”

“Ya kedengeran suara tembakan.”

Agil terkekeh, ia menatap Klea dari layar handphonenya.

“Mas jangan keseringan main game, apalagi ini udah malem,” ucap Klea

“Iya...”

“Ini terus Lea ngapain, ya?” tanya Klea heran karena sedari tadi Agil fokus memainkan game di komputernya

“Temenin mas aja, kamu kalo mau tidur ya tidur aja.”

“Cillo laper, sebentar Lea mau ngasih makan Cillo dulu.”

Agil langsung menatap layar handphonenya, ia tersenyum melihat Klea di sana yang sedang memberi makan kucing yang ia belikan untuknya. Agil merasa sangat senang, Lea sangat menyayangi kucingnya itu.

“WOY AGIL ANJINGGGG, LO NGAPAIN DIEM AJA TOLOLLL, KALAH KAN BANGSAT!” teriak seseorang yang suaranya berasal dari komputer Agil

Klea menoleh mendengar teriakan itu, lalu ia langsung melihat apa yang terjadi.

“Kenapa, mas?” tanya Klea

“Ngga, gapapa.”

“AGIL BRENGSEK, SIALAN LO.” ucap Saka

“Bacot, lo. Udah ah, besok lagi. Ngga seru maen sama lo,” ucap Agil menatap layar komputer

“BILANG AJA LO MAU BUCIN KAN SAMA KLEA, HALAH DASAR.”

Klea mengernyit, “Apasih, kok Lea bingung.”

Agil menatap layar handphonenya kembali, lalu ia langsung menidurkan dirinya di kasur.

“Ngga udah, itu tadi Saka ngomel-ngomel. Dia mati, ditembak.”

Klea ber-oh ria.

“Tidur, gih,” ucap Agil

“Lea ngga ngantuk, mas.”

“Paksa, jangan tidur malem malem.”

“Oh iya, tadi katanya mas mau ngomong sesuatu. Mau ngomong apa?”

“Ohhh iyaa, mas lupa. Itu, lusa mas seminggu dulu di kosan, mas ngga pulang ke rumah. Mas capek bolak balik kampus rumah, mas nyusun skripsinya di kosan aja.”

Klea terdiam, ia merasa sedih bahwa ia nanti tidak ketemu Agil selama seminggu.

“Kok diem? Kenapa, dek?” tanya Agil

“Gapapa.”

Agil menghela napasnya, “Maaf ya, ngga bisa ketemu dulu. Tapi nanti mas telpon kamu, kita video call, Lea temenin mas nyusun skripsi. Mau, kan?”

Klea mengangguk kecil.

“Leaaa, maaf. Kan mas cuma di kosan, cuma seminggu doang. Nanti mas pulang lagi ke rumah, nanti kita jalan-jalan deh.”

“Iya mas... gapapa kok.”

Mata Agil tak beralih sama sekali menatap Klea yang menutup setengah mukanya dengan selimut. Agil tahu bahwa Klea sedih, Agil pun juga sama.

“Besok masak-masak, yuk?” ajak Agil

“Yukk, masak-masak apa?”

“Lea maunya apa?” tanya Agil

Klea tampak berpikir sejenak, “Oh! Lea mau pizza, mas mau ngga?”

“Boleh.”

“Yaudah, besok mas ke rumah Lea aja yaa?”

“Iya, Lea,” ucap Agil

“Oke.”

“Tapi abis itu jangan sedih lagi mas tinggal ke kosan.”

“Lea ngga sedihhh, biasa aja.”

Agil tersenyum kecil, “Iyaudah, tidur.”

“Ini ngga dimatiin?” tanya Klea

“Ngga usah.”

Klea menyanggah handphonenya dengan guling, ia melihat Agil yang menatapnya lewat layar handphonenya.

“Goodnight, Lea...” ucap Agil

Klea tersenyum, “Goodnight too, mas.”

Klea melangkahkan kakinya menuruni beberapa anak tangga rumahnya, ia melihat ada Tiff di ruang tengah sedang menonton TV.

“Kak, mau kemana?” tanya Tiff yang melihat Klea membuka pintu rumahnya

“Ada Mas Agil di depan.”

Klea mengacuhkan Tiff dan ia langsung bergegas ke depan rumahnya. Benar saja, saat ia membuka pagar rumahnya, ia melihat Agil yang duduk di motornya sembari menyembunyikan sesuatu di belakang tubuhnya.

Klea menghampiri Agil, ia memperhatikan kondisi Agil sekarang. Wajah Agil terlihat sangat lesu dan seperti belum tidur sama sekali. Agil hanya mengenakan kaos hitam biasa, memakai jaket leather yang biasa ia kenakan, topi putih yang bertuliskan Balenciaga, dan ripped jeans.

“Mas?” panggil Klea

Agil menatap Klea, lalu ia tersenyum, “Kamu galauin mas, ya?”

Klea mengernyit, “Maksudnya?”

“Mas ngga nemuin kamu kemarin.”

Sial, pasti Kala cerita ke kak Dito. /batin Klea

Klea terdiam, ia bingung harus jawab apa.

Agil terkekeh, lalu ia bangkit dari posisi duduknya dan masih tetap menggenggam sesuatu di belakang tubuhnya.

Beberapa detik kemudian, Klea melihat Agil mengeluarkan sesuatu dari belakang tubuhnya. Klea melongo, jantungnya berdegup sangat cepat.

“Permintaan maaf mas buat kamu, cantik.”

Iya, Agil memberi Klea beberapa tangkai bunga mawar dan sekotak coklat.

Klea mengerjapkan matanya, pipi ia merah merona seketika. Ia melihat bunga mawar itu, dan sesekali ia menatap Agil.

“Kalo Lea maafin mas, terima ini. Kalo ngga dimaafin ya mas ngambek.”

Klea menatap Agil, lalu ia terkekeh, “Apaansih.”

Agil tersenyum manis, “Ambil aja, ini buat kamu. Kalo ngga dimaafin juga gapapa.”

Klea menahan senyumnya mati-matian sedari tadi, tapi ya ujung ujungnya ia selalu cengengesan sendiri. Salting ceunah.

Tanpa berlama-lama, Klea langsung mengambil bunga mawar dan coklat itu dari genggaman Agil.

“Iya, dimaafin, hehe,” ucap Klea terkekeh

Agil tersenyum lega, “Maaf ya kalo biasa banget, mas gabisa romantis.”

“Apaansih, ini udah romantis banget tau.”

“Masa?”

“Iyaaaa.”

Tangan Agil terulur mengusap surai rambut Klea, “Lea ngga nangis lagi, kan?”

Klea menggeleng, “Engga.”

“Terus gimana jalan-jalannya? Lea seneng ngga?”

Klea mengangguk girang, “Seneng pake banget, Agam juga seneng banget. Sumpah, Lea sama Agam diajak kemanapun itu, jalan-jalan sesuka Lea sama Agam. Kak Dito juga kocak banget, bikin Lea sama Agam ketawa terus. Pokoknya seru banget, mas.”

Syukurlah... /batin Agil

Agil tersenyum, “Mas seneng banget dengernya kalo kalian seneng. Jangan nangis lagi, ya? Jelek tau,” ucap Agil mencubit pelan kedua pipi Klea

Klea terkekeh, “Iya, engga.”

“Yaudah kalo gitu mas pulang dulu, udah malem.”

Klea mengangguk lagi.

Klea kebingungan melihat Agil yang menoleh kanan dan kiri. Lalu tak lama, Agil mendekati dirinya dan—Cup! Agil mengecup kening Klea.

Klea terdiam di posisinya, jantungnya berdegup sangat kencang.

Agil mengacak-acak rambut Klea, “Udah ya, mas pulang. Jangan bengong, nanti kesambet. Dahhh, assalamualaikum.”

Sumpah, jantung gueeeee.... /batin Klea

Definisi singkat tapi bermakna, bagi Klea.

Klea melangkahkan kakinya menuruni beberapa anak tangga rumahnya, ia melihat ada Tiff di ruang tengah sedang menonton TV.

“Kak, mau kemana?” tanya Tiff yang melihat Klea membuka pintu rumahnya

“Ada Mas Agil di depan.”

Klea mengacuhkan Tiff dan ia langsung bergegas ke depan rumahnya. Benar saja, saat ia membuka pagar rumahnya, ia melihat Agil yang duduk di motornya sembari menyembunyikan sesuatu di belakang tubuhnya.

Klea menghampiri Agil, ia memperhatikan kondisi Agil sekarang. Wajah Agil terlihat sangat lesu dan seperti belum tidur sama sekali. Agil hanya mengenakan kaos hitam biasa, memakai jaket leather yang biasa ia kenakan, topi putih yang bertuliskan Balenciaga, dan ripped jeans.

“Mas?” panggil Klea

Agil menatap Klea, lalu ia tersenyum, “Kamu galauin mas, ya?”

Klea mengernyit, “Maksudnya?”

“Mas ngga nemuin kamu kemarin.”

Sial, pasti Kala cerita ke kak Dito. /batin Klea

Klea terdiam, ia bingung harus jawab apa.

Agil terkekeh, lalu ia bangkit dari posisi duduknya dan masih tetap menggenggam sesuatu di belakang tubuhnya.

Beberapa detik kemudian, Klea melihat Agil mengeluarkan sesuatu dari belakang tubuhnya. Klea melongo, jantungnya berdegup sangat cepat.

“Permintaan maaf mas buat kamu, cantik.”

Iya, Agil memberi Klea beberapa tangkai bunga mawar dan sekotak coklat.

Klea mengerjapkan matanya, pipi ia merah merona seketika. Ia melihat bunga mawar itu, dan sesekali ia menatap Agil.

“Kalo Lea maafin mas, terima ini. Kalo ngga dimaafin ya mas ngambek.”

Klea menatap Agil, lalu ia terkekeh, “Apaansih.”

Agil tersenyum manis, “Ambil aja, ini buat kamu. Kalo ngga dimaafin juga gapapa.”

Klea menahan senyumnya mati-matian sedari tadi, tapi ya ujung ujungnya ia selalu cengengesan sendiri. Salting ceunah.

Tanpa berlama-lama, Klea langsung mengambil bunga mawar dan coklat itu dari genggaman Agil.

“Iya, dimaafin, hehe,” ucap Klea terkekeh

Agil tersenyum lega, “Maaf ya kalo biasa banget, mas gabisa romantis.”

“Apaansih, ini udah romantis banget tau.”

“Masa?”

“Iyaaaa.”

Tangan Agil terulur mengusap surai rambut Klea, “Lea ngga nangis lagi, kan?”

Klea menggeleng, “Engga.”

“Terus gimana jalan-jalannya? Lea seneng ngga?”

Klea mengangguk girang, “Seneng pake banget, Agam juga seneng banget. Sumpah, Lea sama Agam diajak kemanapun itu, jalan-jalan sesuka Lea sama Agam. Kak Dito juga kocak banget, bikin Lea sama Agam ketawa terus. Pokoknya seru banget, mas.”

Syukurlah... /batin Agil

Agil tersenyum, “Mas seneng banget dengernya kalo kalian seneng. Jangan nangis lagi, ya? Jelek tau,” ucap Agil mencubit pelan kedua pipi Klea

Klea terkekeh, “Iya, engga.”

“Yaudah kalo gitu mas pulang dulu, udah malem.”

Klea mengangguk lagi.

Klea kebingungan melihat Agil yang menoleh kanan dan kiri. Lalu tak lama, Agil mendekati dirinya dan——Cup! Agil mengecup kening Klea.

Klea terdiam di posisinya, jantungnya berdegup sangat kencang.

Agil mengacak-acak rambut Klea, “Udah ya, mas pulang. Jangan bengong, nanti kesambet. Dahhh, assalamualaikum.”

Sumpah, jantung gueeeee.... /batin Klea

——* Definisi singkat tapi bermakna, bagi Klea.*

Klea melangkahkan kakinya menuruni beberapa anak tangga rumahnya, ia melihat ada Tiff di ruang tengah sedang menonton TV.

“Kak, mau kemana?” tanya Tiff yang melihat Klea membuka pintu rumahnya

“Ada Mas Agil di depan.”

Klea mengacuhkan Tiff dan ia langsung bergegas ke depan rumahnya. Benar saja, saat ia membuka pagar rumahnya, ia melihat Agil yang duduk di motornya sembari menyembunyikan sesuatu di belakang tubuhnya.

Klea menghampiri Agil, ia memperhatikan kondisi Agil sekarang. Wajah Agil terlihat sangat lesu dan seperti belum tidur sama sekali. Agil hanya mengenakan kaos hitam biasa, memakai jaket leather yang biasa ia kenakan, topi putih yang bertuliskan Balenciaga, dan ripped jeans.

“Mas?” panggil Klea

Agil menatap Klea, lalu ia tersenyum, “Kamu galauin mas, ya?”

Klea mengernyit, “Maksudnya?”

“Mas ngga nemuin kamu kemarin.”

Sial, pasti Kala cerita ke kak Dito. /batin Klea

Klea terdiam, ia bingung harus jawab apa.

Agil terkekeh, lalu ia bangkit dari posisi duduknya dan masih tetap menggenggam sesuatu di belakang tubuhnya.

Beberapa detik kemudian, Klea melihat Agil mengeluarkan sesuatu dari belakang tubuhnya. Klea melongo, jantungnya berdegup sangat cepat.

“Permintaan maaf mas buat kamu, cantik.”

Iya, Agil memberi Klea beberapa tangkai bunga mawar dan sekotak coklat.

Klea mengerjapkan matanya, pipi ia merah merona seketika. Ia melihat bunga mawar itu, dan sesekali ia menatap Agil.

“Kalo Lea maafin mas, terima ini. Kalo ngga dimaafin ya mas ngambek.”

Klea menatap Agil, lalu ia terkekeh, “Apaansih.”

Agil tersenyum manis, “Ambil aja, ini buat kamu. Kalo ngga dimaafin juga gapapa.”

Klea menahan senyumnya mati-matian sedari tadi, tapi ya ujung ujungnya ia selalu cengengesan sendiri. Salting ceunah.

Tanpa berlama-lama, Klea langsung mengambil bunga mawar dan coklat itu dari genggaman Agil.

“Iya, dimaafin, hehe,” ucap Klea terkekeh

Agil tersenyum lega, “Maaf ya kalo biasa banget, mas gabisa romantis.”

“Apaansih, ini udah romantis banget tau.”

“Masa?”

“Iyaaaa.”

Tangan Agil terulur mengusap surai rambut Klea, “Lea ngga nangis lagi, kan?”

Klea menggeleng, “Engga.”

“Terus gimana jalan-jalannya? Lea seneng ngga?”

Klea mengangguk girang, “Seneng pake banget, Agam juga seneng banget. Sumpah, Lea sama Agam diajak kemanapun itu, jalan-jalan sesuka Lea sama Agam. Kak Dito juga kocak banget, bikin Lea sama Agam ketawa terus. Pokoknya seru banget, mas.”

Syukurlah... /batin Agil

Agil tersenyum, “Mas seneng banget dengernya kalo kalian seneng. Jangan nangis lagi, ya? Jelek tau,” ucap Agil mencubit pelan kedua pipi Klea

Klea terkekeh, “Iya, engga.”

“Yaudah kalo gitu mas pulang dulu, udah malem.”

Klea mengangguk lagi.

Klea kebingungan melihat Agil yang menoleh kanan dan kiri. Lalu tak lama, Agil mendekati dirinya dan——Cup! Agil mengecup kening Klea.

Klea terdiam di posisinya, jantungnya berdegup sangat kencang.

Agil mengacak-acak rambut Klea, “Udah ya, mas pulang. Jangan bengong, nanti kesambet. Dahhh, assalamualaikum.”

Sumpah, jantung gueeeee.... /batin Klea

——* Definisi singkat tapi bermakna, bagi Klea.*

Pintu rumah Klea terbuka. Agil hanya fokus ke satu titik, perempuan yang sekarang berada di depannya dengan keadaan yang sedikit berantakan dan mata yang sembab. Iya, itu Klea.

Klea duduk di sofa ruang tamu miliknya. Suasananya sangat gelap, hanya ada beberapa lilin yang menerangi rumahnya, ditambah lagi di luar sana hujan yang cukup lebat. Ia melihat samar-samar Agil menghampiri dirinya, setelah menaruh sup daging di meja makan.

“Udah makan?” tanya Agil

“Udah.”

Agil menatap Klea cukup lama dengan tatapan yang mengintimidasi, ia melihat Klea yang langsung menunduk di depan dirinya.

“Belum...”

“Dari kapan?” tanya Agil dingin

Klea mendongak, “Pagi...”

Agil mendengus secara kasar, lalu ia langsung menggenggam tangan Klea dan menariknya kearah meja makan.

Agil menyendokkan beberapa sendok nasi ke dalam piring, “Kuahnya mau di campur apa pisah?”

“Pisah aja...”

Agil menyerahkan piring ke hadapan Klea yang sudah duduk di kursi meja makan, “Makan.”

Klea mengerjapkan matanya berulang kali, ia melihat Agil yang selalu menatapnya dengan tatapan yang terlihat sangat menakutkan.

Suara hujan yang cukup deras dan mati lampu malam ini cukup membuat bulu kuduk Klea merinding. Ia jadi teringat tadi kalau ia terjatuh dari tangga karena tadi tiba-tiba listrik mati, ditambah lagi hujan yang cukup lebat. Ia ketakutan, sangat ketakutan. Ia hanya sendiri di rumah. Untungnya saja Agil datang dan menemaninya sekarang di meja makan bersama 2 lilin yang menerangi mereka berdua.

Setelah menyantap makanannya beberapa sendok, Klea langsung menghentikan aktivitasnya.

“Ngapain berhenti? abisin,” ucap Agil

“Mas ngeliatin Lea mulu dari tadi, Lea takut,” ucapnya sambil menunduk

Agil terdiam sejenak, lalu ia menghela napas, “Kamu makan lelet banget, Lea. Mau mas suapin?”

Klea menahan degup jantungnya yang berdegup sangat kencang.

“Ngga, ngga usah. Ini Lea lanjut makan,” ucapnya yang langsung kembali menyantap makanannya

“Lea,” panggil Agil

Lea mendongak, “Iya.”

Agil menatap Klea yang menatapnya juga, Agil menatapnya dengan tatapan sendu. Posisi duduk mereka berhadapan, mereka masih saling menatap satu sama lain.

“Lea kenapa?” tanya Agil dengan nada yang sangat lembut

Deg! Satu pertanyaan yang Agil lontarkan membuat hati Klea terasa sangat sakit, ia menahan air matanya mati-matian agar tidak jatuh.

Klea tersenyum getir, ia menggeleng pelan lalu ia kembali menyuapkan nasinya ke dalam mulutnya, “Lea gapapa.”

Agil terdiam, masih menatap seseorang yang sedang menahan tangisnya sambil makan. Agil menunggu apa yang akan dilakukan Klea setelah ini.

“Mas jangan liatin Lea terus,” ucap Klea menunduk

Klea menyuapkan nasinya secara tidak beraturan dan dengan tangan yang gemetaran. Ia tidak sadar sama sekali bahwa sudah ada bulir air mata yang berhasil menetes di pipinya.

Memang sesusah itu menahan tangis saat makan.

Agil berpindah posisi duduknya, ia sedikit lebih mendekat kearah Klea. Posisi mereka sekarang samping-sampingan.

Agil menarik pelan kedua bahu Klea agar menghadap dirinya. Ia meraih kedua tangan Klea yang gemetaran sedari tadi, lalu menggenggamnya dan langsung mengelusnya secara perlahan.

“Dek, liat mata mas.”

Klea masih terus menunduk, ia benar-benar meneteskan air matanya kali ini.

Agil menarik dagu Klea, ia menyingkapkan rambut Klea dan menaruhnya di belakang telinganya.

“Lea... kenapa? Cerita sama mas, mas di sini siap dengerin cerita kamu,” ucap Agil lembut menatap perempuan cantik yang sedari tadi meneteskan air matanya

Detik itu juga, air mata Klea langsung turun deras dan ia menangis cukup kencang. Agil merasakan bahwa tangannya di cengkram erat oleh tangan Klea, Agil pun membalasnya dengan genggaman yang lembut.

Lea, sesakit ini ya? /batin Agil

“Mass... mam-mamah bilang mau ni-nikah lagi...”ucap Klea menangis sesegukan menatap Agil

“Mamah juga bi-bilang ke Agam...” lanjutnya

Agil menghela napasnya, hatinya terasa sangat sakit melihat perempuan yang ia sayang menangis seperti ini di hadapannya.

“Agam baru bilang ke Lea, waktu Lea kuliah di Paris mamah bawa lelaki itu ke rumah... Agam juga baru bilang ke Lea kalo dia kesepian karena mamah selalu sibuk pergi sama lelaki itu...” jedanya

“Mas.... Agam selfharm...” lanjutnya yang kali ini menangis sangat kencang

Agil langsung menarik Klea ke pelukannya, sebulir air mata berhasil menetes di pipinya.

“Mas.... Lea gagal banget jadi kakak... Lea ngga ada di samping Agam waktu itu. Lea ngga pernah berpikiran kalo Agam sampe selfharm, mas. Le-Lea gagal jadi kakak....”

Agil melepaskan pelukannya, “Sstt, ssttt. Jangan ngomong gitu, Lea ngga pernah gagal jadi kakak. Lea hebat, Lea kakak yang hebat. Agam mungkin lagi kacau banget waktu itu makannya dia ngelakuin itu, Agam juga udah jujur kan sama Lea? Jadi untuk sekarang Lea harus selalu ada di samping Agam, Lea bilangin Agam jangan ngelakuin hal bodoh itu lagi. Jangan salahin diri Lea terus, gaakan ada habisnya.”

“Banyak mas... ngga cuma satu. Agam fotoin ke Klea...”

Agil mengelus surai rambut Klea, “Udah ya? Lagian juga Agam udah ngga ngelakuin itu lagi katanya, Agam juga nyesel. Agam bilang sekarang udah ada kamu di sini, Agam ngga bakal ngelakuin itu lagi.”

Klea tidak membalas perkataan Agil, ia masih menangis sesegukan. Ia menarik napasnya dan membuangnya secara perlahan.

Agil menghapus air mata Klea, lalu ia mendekatkan wajahnya ke wajah Klea.

Cup! Cup! Agil mengecup kedua kelopak mata Klea.

“Lea... mas sayang sama Lea.”

Klea menatap Agil dengan tatapan sendu, Klea bisa melihat tatapan tulus yang Agil beri untuknya.

“Lea kalo ada apa-apa cerita ya sama mas, mas janji bakal terus dengerin cerita Lea. Mas selalu di sini Lea, di samping kamu,” ucap Agil menatap lekat Klea

Klea benar-benar tak kuasa menahan tangisnya, ia kembali menangis.

Agil menggenggam dengan erat kedua tangan Klea, “Dek, dengerin mas ya. Sesuatu yang Lea ngga suka, itu bisa Lea tolak. Kalo mamah Lea mau nikah lagi tapi Lea ngga mau, gapapa kalo Lea mau nolak. Itu ngga salah Lea, karena itu hak kamu. Sekarang kuncinya dikomunikasi. Mamah, Lea, sama Agam saling bicara satu sama lain, bareng-bareng. Kasih tau ke mamah, alasan Lea sama Agam ngga mau mamah nikah lagi itu karena apa. Kalo emang mamah ngga nerima tolakan Lea sama Agam, berarti Lea sama Agam yang harus nerima keputusan mamah. Mas yakin, apapun keputusan yang mamah Lea ambil itu yang terbaik buat mamah, Lea, sama Agam.”

Klea menggelengkan kepalanya.

Agil menghela napasnya, “Lea, satu kenyataan dalam hidup yang harus kita pahami, dan kita terima adalah—hampir semua peristiwa tidak berjalan sesuai rencana, dan itu gapapa. Lea maunya tetep bertiga kan sama mamah sama Agam? Kita hidup ngga tau kedepannya bakal gimana, kalo emang nanti mamah Lea tetep lanjut dengan keputusannya, Lea terima ya? Kita harus menghargai keputusan orang, Lea.”

Klea terdiam dengan tatapan kosong, tetapi ia juga dengar jelas apa yang baru saja dikatakan oleh Agil.

Agil tersenyum kecil, lalu ia kembali menarik Klea ke dalam dekapannya. Agil mengelus lembut surai rambut milik Klea, ia juga mengusap punggung Klea secara perlahan.

“Sekarang tidur, ya? mas temenin sampe lampunya nyala lagi. Mas janji ngga bakal apa-apain Lea,” ucap Agil menatap Klea

Klea mengangguk.

Kini, Klea sudah membaringkan tubuhnya di sofa rumahnya. Agil menyelimuti tubuh Klea, setelah itu ia memasang obat nyamuk di bawah meja.

“Mas...” panggil Klea

Agil menoleh kearah Klea, “Kenapa?”

“Jangan jauh-jauh, Lea takut.”

Agil terdiam, lalu ia langsung menghampiri Klea dan duduk di bawah lantai. Agil mengusap kepala Klea.

Klea tersenyum kecil.

“Udah, tidur. Cillo di mana, Lea?” tanya Agil

Klea sudah menutup matanya, ia masih mendengar samar-samar ucapan Agil.

“Di kandang.”

Agil mengangguk. Tangannya masih tidak lepas mengusap kepala Klea agar Klea dapat tertidur cepat.

“Mas...” panggil Klea lagi

“Iya.”

Agil menunggu ucapan Klea, karena Klea terdiam cukup lama. Apa mungkin sudah tidur? Tapi sedetik kemudian, Klea kembali bersuara.

“Lea juga sayang sama Mas Agil,” jedanya,“Jangan tinggalin Lea ya, mas?” lanjutnya

Tanpa mereka sadari, sedari tadi ada seseorang yang mendengar percakapan mereka berdua.

Jika seseorang menangis saat menjelaskan sesuatu, percayalah apa yang dibicarakan memang benar-benar menyakitinya.

🧸

“Lo kenapa gil? Lagi ada pikiran?” tanya Dito sambil mengisap rokoknya

Agil menoleh kearah Bella dan Saka yang sedang menyantap nasi goreng sambil mengobrol kecil di sana. Jarak nya agak jauh, karena tadi Dito meminta izin untuk mengobrol sebentar dengan Agil sambil merokok.

“Duit gajian gue abis, bulan ini gue ngga nabung kayaknya,” ucap Agil mengaduk teh hangatnya

Dito mengernyit, “Loh, kan lo baru gajian kan? Kok udah abis aja, buat apaan?”

Agil terdiam.

Dito terlihat tampak berpikir sejenak, sampai akhirnya ia bersuara, “Jangan bilang kucing Klea itu yang beliin lo? Kan pas itu lo jalan sama dia.”

Agil menghela napasnya, lalu ia mengangguk.

“Astaga gil...” ucap Dito sambil mengusap gusar wajahnya

“Itu ngga gue permasalahin sih, gue bakal ngelakuin apa aja yang buat Lea seneng. Gue cuma mau bilang ke lo aja kalo gue ngga nabung kali ini.”

“Secinta itu lo sama Lea?” tanya Dito menatap Agil

Agil menatapnya balik dengan tatapan yang tajam.

Dito mengangkat tangannya dan menunjukkan smirk di wajahnya, “Kalem bro, kalem. Maksud gue Klea.”

Agil hanya menatapnya dengan tatapan sinis.

Dito terkekeh, “Iya its oke sih lo mau pake duit lo itu buat apaan. Tapi gue mau bilang serius ke lo ya, gil. Kalo lo emang niat buat jadi pilot nanti, lo bener bener harus siapin dari sekarang. Dan untuk duit, kenapa ngga lo pake uang tunjangan aja, lo tau biayanya besar kan, dan kita juga sebentar lagi lulus gil. Lo maju mundur banget, lo harus tentuin masa depan lo dari sekarang.”

Agil memijit pelipisnya, “Gue ngga mau pake duit tunjangan itu, to.”

“Ayah lo masih pulang, gil?”

“Ngga, gausah pulang lagi sekalian.”

Dito menghela napas kasar, ia masih terus saja mengisap rokoknya.

“Posisi gue bingung, to. Gue mau jadi pilot, karena emang keinginan gue dari dulu, dan itu didukung sama Mas Galang yang emang kebetulan dia jadi pilot juga. Keinginan gue semakin menjadi-jadi pas Mas Galang bilang ke gue kalo gue nanti kerja jadi pilot aja, dan lo tau terakhir dia ngomong itu. Tapi lo tau kan to, mama ngga izinin gue jadi pilot...” ucap Agil lalu ia menundukkan kepalanya

Dito melihat kearah sekeliling, ia bingung harus mengatakan apa kali ini.

“Emang bingung banget gil kalo orang tua udah ngga ngizinin apa yang kita pilih buat masa depan kita, mereka selalu mikir masa depan kita bakal cerah kalo kita selalu ikutin perkataan mereka. Padahal mah kan kita yang ngejalanin, kita cuma butuh doa dan semangat aja dari mereka. Dan sebenernya takdir itu juga ngga ada yang tau,” ucap Dito

Mereka berdua sama sama terdiam sejenak.

“Gue takut ayah gue pulang lagi,” ucap Agil menatap kotak tisu

“Tante Ola masih suka kambuh?” tanya Dito

Agil menatap Dito, “Nyokap gue ngga sakit, to.” ucapnya penuh penekanan

Dito mendengus kasar.

Agil menyeruput sedikit teh hangatnya, “Lo tau kan alasan gue ngga mau pake duit tunjangan? Sekalinya ayah gue pulang, dia selalu ambil duit itu, dan dia ngambil ngga sedikit. Kalo ngga dikasih apa? Dia mukulin nyokap gue abis-abisan, to. Gue selalu mikir gimana caranya duit tunjangan masih tetep ada buat ngecukupin kebutuhan keluarga gue, dan kalo gue pake buat sekolah penerbangan gue nanti, keluarga gue makan apaan to?”

Dito menatap sendu sahabat yang berada di hadapannya ini, “Terus sekarang lo mau gimana, gil? Semua keputusan ada di tangan lo, dan semuanya itu yang ngejalanin lo. Lo pikirin dengan baik aja, jangan sampe lo salah ambil keputusan.”

Agil sudah sangat pusing dengan semua ini. Benar kata Dito, ia harus mengambil keputusan dengan baik.

Iya, selama ini Agil kerja. Hasil jerit payahnya ia tabung untuk sekolah penerbangannya nanti. Ajeng sudah pernah bilang ke Agil kalau duit tunjangan itu cukup untuk sekolah penerbangannya nanti, tapi Agil selalu menolaknya. Di satu sisi Agil sangat ingin menjadi seorang pilot seperti Galang, tapi di sisi lain ia tidak mempunyai uang lebih untuk sekolah penerbangan dan— mamahnya tidak mengizinkannya. Uang tunjangan? Jika Agil memakai duit itu dan sudah masuk ke sekolah penerbangan yang ada Agil akan merasa sangat gila, ia sibuk sekolah tetapi pikiran ia selalu tertuju ke keluarganya. Bagaimana jika keluarganya tidak makan? Bagaimana jika kebutuhan sehari harinya tidak tercukupi? Bagaimana jika— jika ayahnya mengambil semua sisa duit itu dan memukuli ibunya habis-habisan? Ah! Agil akan merasa sangat gila jika semua hal itu terjadi. Lantas, keputusan apa yang akan Agil ambil nanti?

Dito terkekeh, lalu ia menyodorkan 1 batang rokok marlboronya ke hadapan Agil.

Agil menatap Dito, “Apaan?”

“Rokok, biar ngga pusing.”

“Gue ngga ngerokok, anjing.”