There's still another time
Klea terduduk di kasurnya menunggu Agil yang sedang mandi, ia sedari tadi selalu menggigit bibirnya sampai ia tak sadar bahwa bibirnya sedikit berdarah.
Agil telah keluar dari kamar mandi, ia hanya mengenakan handuk bewarna coklat yang melingkar di pinggangnya. Agil menghampiri Klea yang sedang duduk sambil menunduk di kasur, ia mengecup pucuk kepala Klea.
Klea mendongak menatap Agil, Agil kaget melihat bibir Klea yang berdarah.
“Ini bibirnya kenapa?” tanya Agil
Klea terdiam.
Agil berdecak, “Jangan dikelupasin, berdarah kayak gini kan,” ucap Agil sambil mengelap bibir Klea dengan ibu jarinya, lalu Agil mengecup bibir merah Klea
“Mas, Lea mau ngomong.”
Agil memakai pakaian yang sudah disiapkan oleh Klea sebelumnya, “Ngomong aja.”
Klea memperhatikan Agil yang sedang mengenakan bajunya, “Pake baju aja dulu.”
Setelah selesai memakai bajunya dan memakai parfume yang sangat Klea suka, Agil langsung duduk di samping istrinya, “Mau ngomong apa, dek?”
Klea menghela napasnya, ia memainkan jari jarinya sedari tadi. Agil yang melihat itu langsung menggenggam tangan Klea, dan ia mengecupnya.
“Mau ngomong apa, sih? Kayaknya penting banget sampe kamu gugup kayak gini.”
Klea takut, ia benar benar sangat takut. Ia takut, takut mengecewakan Agil.
Klea membuka laci yang berada di samping tempat tidurnya, lalu ia memberanikan diri untuk menghadap ke Agil.
“Mas,” panggil Klea
“Iya.”
“Mas mau punya anak?” tanya Klea
Agil tersenyum, “Kamu mau kasih tau sesuatu, ya?” tanya Agil girang
Klea tersenyum getir, lalu ia memberikan sebuah map kecil ke Agil. Agil membuka map itu dengan hati yang sangat tak karuan, pasti Klea akan memberikannya sebuah kejutan.
Lea.... hamil, ya? /batin Agil
Agil membuka secarik kertas yang terdapat tulisan Hasil USG. Senyumnya melebar, tapi tak lama pun senyumannya langsung memudar begitu saja.
Klea meneteskan air matanya, “Mas, maaf Lea ngga bisa kasih mas anak.”
Deg! Satu pernyataan itu berhasil membuat jantung Agil berhenti sedetik.
“Dokter bilang rahim Lea rusak, mas. Dokter juga bilang, kalo Lea ngga bisa punya anak,” ucap Klea yang sedetik kemudian ia langsung menangis
Agil terdiam, lalu ia memijat pelipisnya. Ia tak tahu harus berkata apa.
“Mas.... Lea minta maaf. Coba waktu itu Lea nurut sama omongan mas buat ngga ke luar rumah karena ujan, tapi Lea nekat mas. Lea waktu itu di jambret. Lea jatoh, perut Lea kebentur trotoar....”
Setetes air mata berhasil menetes di pipi Agil, ia mengepalkan tangannya.
“Ini dari kapan?” tanya Agil dingin
“Waktu itu Lea langsung di bawa ke rumah sakit, dan beberapa minggu kemudian Lea balik lagi ke rumah sakit karena Lea suka ngeluarin banyak darah padahal itu belum tanggal Lea haid. Perut Lea juga nyeri banget, dan dari situ dokter ngasih tau Lea,” ucap Klea menatap Agil dengan mata yang sembab
Agil mendengus kasar, pantas aja akhir-akhir ini setiap mereka berhubungan Klea selalu bilang nyeri. Dengan bodohnya Agil tidak sadar apa yang Klea alami.
Agil menatap Klea yang masih menangis, “Kamu kenapa bohongin mas? Selama ini loh, dek. Dari waktu mas sekolah, kan?”
“Lea minta maaf, mas....”
Jujur, Agil benar-benar sangat marah kali ini. Bukan marah karena Klea di vonis seperti itu, tapi ia marah karena Klea membohongi dirinya selama ini. Agil ingin sekali meluapkan emosinya kepada Klea, tapi ia menahannya karena rasanya percuma dan yang ada pasti akan membuat situasi kali ini benar-benar menjadi lebih tegang. Agil tau keadaan, ini bukan waktunya untuk marah marah.
“Mas, Lea bener-bener minta maaf mas. Lea ngga becus banget jadi istri, Lea ngga berguna banget. Lea ngga berguna, Lea ngga bisa kasih mas anak. Lea juga bohongin mas, Lea minta maaf mas.... Lea tau mas pasti kecewa banget sama Lea, Lea bener-bener minta maaf, mas....” ucap Klea di sela sela tangisannya
Agil sudah tidak kuat melihat Klea seperti ini, ia langsung membawa Klea ke dekapannya. Mereka berdua sama sama menangis, mengapa di rumah tangga mereka yang baru ini mereka mendapatkan cobaan seperti ini.
“Maafin Lea, mas....”
“Ssstt, sstt. Udah, udah jangan nangis lagi,” jeda Agil sambil melepaskan pelukannya dan menatap Klea
“Dek, jangan pernah bilang kalo kamu ngga becus atau bahkan ngga berguna jadi istri. Kamu itu penting buat mas, kamu berguna buat mas, kamu istri yang berbakti sama mas. Jujur, mas kecewa tapi mas bisa apa? Kamu juga jangan bilang kalo kita ngga bisa punya anak. Kita masih bisa punya anak dek, masih bisa. Kita cuma belum dikasih aja sekarang. There's still another time, kita masih bisa berusaha lagi.”
Klea kembali meneteskan air matanya dan ia langsung memeluk Agil kembali.
“Udah gapapa. Untuk sekarang kita belum bisa punya anak, tapi nanti mas yakin Allah pasti bakal ngasih kita anak, dek,” ucap Agil sambil mengelus punggung Klea
“Mas kemarin kemarin selalu bilang sama Lea kalo mas mau punya anak, tapi Lea ngga bisa kasih mas anak....”
Agil melepaskan pelukannya, ia menangkup wajah Klea, “Dek, bedain kata belum sama ngga. Kalo ngga ya mungkin emang ngga bisa, tapi kalo belum itu tandanya kita masih dikasih kesempatan buat berusaha lagi. Coba, dokter waktu itu ngomong apa sama kamu?”
Klea mengingat-ingat kembali perkataan dokter waktu itu, “Lea belum bisa punya anak untuk saat ini.”
“Tuh kan, ini kamu yang terlalu overthinking sampe kamu salah ngomong tadi. Mas yakin ini masih bisa disembuhin, dan pastinya kita masih bisa punya anak. Tapi ngga sekarang, Lea.”
“Tapi gimana kalo Lea bener-bener ngga bisa kasih mas anak?” tanya Klea menatap sendu Agil
Agil mengusap wajahnya dengan gusar, “Lea, mas udah berapa kali marah sama kamu gara-gara kamu overthinking terus? Coba sekarang ubah semuanya, kamu berpikiran positif. Kalo emang kamu masih aja overthinking, ayo besok ke dokter.”
Klea terdiam.
“Dek, apapun yang terjadi sama kamu, kamu harus kasih tau mas. Mas juga gitu kok, mas juga bakal terbuka sama kamu. Dan satu hal yang paling penting, jangan pernah bohongin mas. Mas ngga suka dibohongin, dek.”
Klea menatap Agil, lalu ia memeluknya, “Maafin Lea....”
“Udah sekarang tidur, udah malem. Besok kita ke dokter, periksa lagi.”
Klea mengangguk, lalu ia menidurkan dirinya di kasur.
Seperti biasanya, hal yang mereka berdua lakukan sebelum tidur adalah menatap langit-langit kamarnya sambil berpelukan.
“Mas,” panggil Klea
“Iya.”
“Jangan tinggalin Lea, mas. Lea takut.”
“Mas ngga akan pernah ninggalin kamu.”
“Jangan berpaling, ya?”
Agil menoleh menatap Klea yang masih saja menatap langit-langit kamarnya, ia mengecup dahi Klea cukup lama, “Mas ngga akan pernah berpaling, dek. Mas sayang banget sama kamu.”