Agil menyalakan sebuah lilin kecil lalu ia menancapkannya di kue yang sudah ia beli tadi, ia mengenakan pakaian Pilotnya karena ia juga akan berangkat kerja pagi ini. Agil tersenyum gembira walaupun ia menyimpan banyak rasa sesak di dadanya, ia selalu teringat kejadian hari itu. Tetapi, ia tetap tersenyum.
Agil membuka pintu kamarnya dengan tangan kiri, tangan kanannya ia gunakan untuk memegang kue ulang tahun. Ceklek! Setelah membuka pintu, betapa kagetnya ia melihat Klea yang terduduk di atas kasurnya sambil menatap Agil sekarang.
“Loh, kok bangun?” tanya Agil kebingungan
Klea terdiam.
Agil tersenyum, lalu ia melangkahkan kakinya mendekat ke arah Klea.
“Happy Birthday to you, Happy Birthday to you, Happy Birthday, Happy Birthday, Happy Birthday to you....”
Klea meneteskan air matanya.
Agil menatap lekat Klea, “Tiup lilinnya, dek. Berdoa dulu.”
Klea menuruti permintaan Agil, ia bangkit dari duduknya. Ia juga menatap lekat Agil, “Doa Lea semoga mas nepatin omongan mas, semoga mas ngga bohong sama Lea,” ucapnya setelah itu langsung meniup lilinnya
Deg! Agil terdiam menatap Klea yang sudah meniup lilin kue ulang tahunnya.
“Kenapa diem?” tanya Klea
Agil mengerjapkan matanya, ia tersenyum getir lalu ia menaruh kue ulang tahunnya di rak meja samping tempat tidurnya.
“Mas punya sesuatu buat kamu. Sebentar, ya?” ucap Agil setelah itu ia langsung membalikkan badannya
“Mas,” panggil Klea
Agil menghentikan langkahnya, lalu ia menoleh ke arah Klea, “Kenapa?”
“Ini. Mas mau kasih tau ini ke Lea, kan? Lea nemu ini di koper mas,” ucapnya sambil menunjukkan sebuah map kecil ke Agil
Agil terdiam.
Klea melempar map kecil itu ke Agil, “Buka.”
Agil menatap Klea terlebih dahulu. Jantung ia sangat berdebar, ia menelan ludahnya dengan susah payah. Lalu ia mengambil map tersebut yang jatuh di bawah lantai.
Agil melihat tulisan di map tersebut, New York Presbyterian Hospital. Agil teringat bahwa ini adalah hasil USG Raline.
Agil langsung menatap Klea, ia menghampirinya. Tapi— Plak! Klea berhasil melayangkan tamparannya di pipi Agil sebelum Agil ingin menjelaskan ke dirinya.
“Mas tega banget sama Lea? Mas bohongin Lea, mas bilang mas ngga akan pernah berpaling dari Lea. Tapi ini apa? INI APA MAS?!” teriak Klea menangis sambil menunjuk map yang di genggam oleh Agil
Setetes air mata berhasil jatuh di pipi Agil.
“Mas, mas hamilin mantan mas? Mas hamilin Raline? Berarti omongan Leon sama Wawa bener? Mas selingkuh, dan lebih parahnya lagi mas hamilin Raline?” ucap Klea tak menyangka
Agil menggelengkan kepalanya, ia meraih tangan Klea tapi Klea menepisnya.
“Dek....”
“Kenapa? Wawa bilang sama aku kalo mas selingkuh, Leon juga ngirimin foto mas sama Raline lagi pelukan waktu mas ke bar di New York. Mas mau alesan apa lagi, mas.....” ucap Klea gemetar, lalu ia langsung menangis lagi.
Agil masih saja terdiam.
“Ohh, pantesan akhir-akhir ini mas suka pulang telat, ya? Mas ke apartment Raline, kan? Mas selingkuh di belakang aku. Dan pantes mas juga udah ngga pernah post foto aku. Karena mas takut Raline bakal marah, kan? IYA, KAN?!” ucap Klea dengan penuh emosi
Agil menghela napas beratnya, mengapa semuanya terjadi seperti ini?
“Dek, mas—“
“Arghhh!” ringis Klea sambil memegangi perutnya
Agil yang melihat Klea meringis kesakitan langsung menghampirinya, tapi dengan cepat Klea mendorong tubuh Agil.
“Jangan sentuh aku, aku ngga sudi disentuh sama orang pembohong kayak mas!” ucap Klea dan ia menangis kesakitan sambil memegangi perutnya
“Lea....” ucap Agil gemetar dan menatap Klea
“Jangan panggil aku pake sebutan itu! Nama panggilan itu udah ngga ada apa-apanya sekarang.”
Agil menunduk.
Klea terduduk di kasurnya. Ia menarik napasnya secara perlahan, lalu ia kembali meneteskan air matanya, “Udah, kan? Keinginan mas selama ini udah tercapaikan. Akhirnya mas punya anak, mas punya anak dari mantan mas. Dugaan aku bener, kan? Kenapa ya, aku bisa segampang itu percaya sama omongan mas. Aku kira mas orang yang bisa jaga ucapan mas, tapi nyatanya mas sama aja,” jedanya
Klea masih saja menangis, sementara Agil masih saja terdiam sambil menahan rasa sakitnya mati-matian sedari tadi.
“Seharusnya kita ngga ketemu dari awal, mas,” lanjut Klea tanpa menatap Agil
Agil terkejut mendengar perkataan Klea barusan. Ia menatap Klea dengan tatapan bertanya-tanya, “Maksudnya?”
Klea bangkit dari duduknya, ia menatap Agil, “Aku nyesel nikah sama mas, Aku ngga pernah bahagia hidup sama mas. Aku, nyesel,” ucap Klea penuh penekanan di akhir
Agil mengerjapkan matanya berulang kali, ia bisa mendengar jelas perkataan yang keluar dari mulut Klea. Seperti ribuan pisau yang menusuk di dada Agil sekarang. Sakit, sangat sakit. Baru kali ini ia merasakan sesuatu yang sesakit ini, dan sumbernya dari seseorang yang sangat amat ia cintai. Dari seseorang yang dulu telah berhasil menyatukan kembali kepingan hati Agil yang pernah hancur. Tapi ternyata, sekarang seseorang itu malah berhasil menghancurkan hatinya lagi.
Selama ini? Setelah semuanya mereka berdua lalui bersama? Agil kecewa, Agil sangat kecewa pada dirinya sendiri. Setelah selama ini ia berjuang semampunya untuk membahagiakan istrinya, tapi nyatanya istrinya berkata bahwa ia tak pernah bahagia dan menyesal menikah dengan dirinya. Agil merasa gagal, sangat gagal.
Agil menatap Klea dengan mata yang berkaca-kaca, “Kamu ngga bahagia sama mas, dek? Dan kamu nyesel nikah sama mas?”
“Apa perkataan aku kurang jelas? Iya, aku ngga bahagia sama mas. Aku nyesel nikah sama mas.”
Agil tersenyum getir, ia mengangguk paham. Padahal, hatinya benar-benar sangat hancur.
Agil menghela napasnya, lalu ia melihat jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Air mata yang sedari tadi ia tahan akhirnya berhasil turun di pipinya, ia teringat bahwa jam tangan ini adalah pemberian dari Klea kala itu.
Agil menarik napas sesaknya. Ia menghapus air matanya, lalu ia menatap Klea, “Mas udah telat, nih. Mas berangkat kerja, ya?” ucapnya sedikit bergetar
Agil melangkahkan kakinya mendekat ke arah Klea, lalu— Cup! Agil mengecup dahi Klea cukup lama, lalu ia langsung membawa Klea ke dekapannya.
“Selamat ulang tahun, ya? Mas harap kamu bahagia terus. Tolong janji sama mas ya, dek? Janji untuk bahagia terus,” lirih Agil disela-sela dekapannya sambil meneteskan air matanya
Maafin mas dek yang belum bisa bahagiain kamu selama ini.... /batin Agil
Air mata Klea turun deras. Tetapi ia memilih untuk diam dan ia tak membalas pelukan Agil.
Agil melepaskan pelukannya, lalu ia menatap Klea cukup lama.
“Mas pamit, ya? Mas mau kerja, mas mau berusaha lebih keras lagi buat bahagiain kamu. Oh iya, mas hari ini flight ke Malaysia. Katanya di Malaysia indah banget, dek. Mas seneng dapet jadwal flight kesana. Besok kayaknya mas gaada jadwal flight deh, nanti kalo mas udah pulang kita langsung jalan-jalan, ya?” jedanya
Sebelum Agil pergi, ia kembali mencium dahi Klea dan ia langsung membawa ke dekapannya kembali. Agil sangat ingin terus mendekapnya lebih lama, selamanya. Tetapi, ia tak bisa. Perkataan Klea yang tadi terus-terusan muncul di dalam benaknya. Jujur, ia juga sangat kecewa dengan perkataan Klea. Tetapi, ia lebih kecewa dengan dirinya sendiri yang belum bisa membahagiakan seseorang yang sangat amat ia cintai.
Agil melepaskan pelukannya, ia menangkup wajah Klea dan menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca.
“Udah, ya? Mas pergi dulu. Kamu jangan kangen, ya? Kalo ada apa-apa telpon mas aja, jaga diri kamu baik-baik. Assalamualaikum....”
Klea meneteskan air matanya melihat punggung Agil yang secara perlahan menghilang dari tatapannya.
“Waalaikumsalam,” ucap Klea setelah melihat Agil yang sudah keluar dari kamarnya
“Dek, bangun....” bisik seseorang
Klea membuka matanya, ia terkejut dengan suara bisikan seseorang.
Pukul 4 pagi, Klea terbangun juga karena suara petir yang menggema. Biasanya disaat hujan besar dan petir sebesar ini, Agil yang berada di sampingnya langsung memeluk dirinya. Tapi Klea menatap kasur yang kosong di sampingnya, tidak ada Agil disana.
Klea membuka handphonenya, ia melihat ada beberapa pesan dan voice note dari Agil di lockscreen nya. Tapi ia tak membukanya, hatinya masih terasa sangat sakit dengan apa yang sudah Agil lakukan kepadanya.
Klea tiba-tiba saja terkejut mendengar teriakan Ajeng dan Bella di bawah sana, dengan buru-buru Klea langsung memakai Cardigannya dan turun ke bawah.
“Mas Agil.....” rintih Bella sambil menangis
Klea mendengar suara tangisan itu, ia melangkahkan kakinya menuruni tangga dengan hati-hati.
“Agil, pak.... Ngga mungkin, pak....” ucap Ajeng menangis menatap Bapak
Klea telah sampai di anak tangga terakhir, ia melihat di depan sana ternyata ada Saka, Dito, dan Abeng yang sedang menangis juga.
Dengan tiba-tiba saja air mata Klea menetes begitu saja.
Dito yang melihat keberadaan Klea langsung menghampirinya.
“Klea,” panggil Dito
“Ada apa?” tanya Klea langsung
Dito meneteskan air matanya dan ia menatap sendu Klea.
“Kak, ada apa? Kenapa pada nangis? Ini jam 4 pagi, lo kenapa disini?” tanya Klea kebingungan
“Maafin Agil ya Klea kalo Agil punya salah sama lo,” jeda Saka yang tiba-tiba saja muncul
“Klea, ikhlasin Agil, ya?” lanjutnya
Jantung Klea berdebar, ia tak tahu sebenarnya apa yang terjadi.
“Ini ada apaan, sih?” tanya Klea kebingungan lalu ia menghampiri Ajeng, Bella, dan Bapak yang menangis disana
“Pak, kenapa? Mas Agil mana pak....” tanya Klea menatap Bapak
Bapak tak kuasa menahan tangisnya, bapak juga tak kuat menjawab pertanyaan Klea.
Klea benar-benar kebingungan kali ini melihat Ajeng, Bella, dan Bapak yang sedari tadi tidak berhenti menangis.
“Assalamualaikum,” ucap Tiff yang baru saja datang
“Waalaikumsalam.”
Klea menoleh ke arah pintu, ia menghampiri mamahnya, “Mah, mamah tau Mas Agil dimana? Mas Agil mana, mah?” jedanya
Klea menatap ke luar rumah yang ternyata di luar sana masih hujan deras.
“Ujan, Mas Agil kok belum pulang, ya? Kejebak ujan apa? Tapi kan naik mobil.....” lanjutnya
Tiff sudah tak kuasa menahan tangisnya, ia langsung memeluk erat anaknya.
“Mamah kenapa nangis? Kok pada nangis, sih?” ucap Klea yang masih saja kebingungan
Tiff mengusap rambut anaknya, “Sayang, sabar ya....”
Klea melepaskan pelukannya, “Sabar kenapa, sih? Ih orang pada aneh-aneh banget, deh.”
Tiff benar-benar tak tega melihat anaknya seperti ini. Tiff meraih kedua tangan Klea, lalu ia berkata, “Agil ngga pulang ke rumah, kak. Agil pulang ke atas sana, ke tuhannya.”
Klea terdiam sejenak, lalu ia terkekeh, “Mamah apaan sih kalo ngomong, jangan bercanda lah,” ucapnya lalu Klea langsung membalikkan tubuhnya untuk menuju ke ruang TV, tetapi tiba-tiba saja ia langsung kehilangan keseimbangannya.
“Klea!” ucap semua orang yang berasa di sini. Tapi untungnya dengan cepat Saka berhasil menahan tubuh Klea yang hampir saja terjatuh
Klea menghiraukan semua orang. Ia melangkahkan kakinya menuju ruang TV, lalu ia menekan remot dan TV menyala menunjukkan berita yang terjadi pada pagi ini.
“Berita pada pagi ini saya sampaikan bahwa beberapa jam yang lalu terjadi sebuah kecelakaan Pesawat Garda Indonesia dengan nomor penerbangan GD-230 Jakarta-Malaysia, Pesawat yang melaju dengan ketinggian 30.000FT diatas permukaan air laut yang di kendalikan oleh Capt Raden Agil Lakeswara dan Co-Pilot Bazgara Kalee mengalami kecelakaan pada dini hari. Dikabarkan pesawat tersebut jatuh ke laut setelah lepas landas dengan waktu kurang lebih 30 menit dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Sudah ada beberapa saksi mata yang melihat bahwa pesawat tersebut jatuh ke laut, hal ini disebabkan karena cuaca buruk dan terdapat mesin pesawat yang mengalami ledakan yang cukup keras. Berikut nama-nama korban penumpang pesawat tersebut....”
Sekujur tubuh Klea melemas saat mendengar berita tersebut, ia menjatuhkan tubuhnya di lantai— Bruk!
“Klea!” teriak semua orang yang berada di rumah Agil
“Kak....” ucap Tiff menghampiri anaknya
Klea menggeleng lemah, “Mah, ngga mungkin kan mah?” ucapnya tak percaya menatap Tiff
Tiff menangis, lalu ia memeluk anak pertamanya ini.
“Mas Agil ngga ninggalin Klea kan, mah?” tanya Klea dalam dekapan Tiff
“Mamah.... jawab, mah....” ucapnya dengan nada yang bergetar
Tiff mengusap wajah dan rambut Klea, ia menatapnya lekat, “Kak.... ikhlasin Agil, ya?
Klea kembali menggelengkan kepalanya, “Ngga, ngga mungkin. Mas Agil ngga mungkin ninggalin Klea....” ucapnya setelah itu langsung menangis
“Mas Agil.... Mas Agil bener-bener jahat. Mas katanya ngga akan ninggalin Lea, mas katanya mau ajak Lea jalan-jalan.... Mana mas, mana? Kenapa mas bohongin Lea lagi....” ucap Klea menangis tak karuan
Klea menangis sejadi-jadinya, ia juga teringat bahwa malam tadi adalah pelukan terakhirnya. Tapi dengan bodohnya Klea sama sekali tak membalas pelukan Agil. Jika ia tahu itu adalah pelukan terakhirnya dengan Agil, Klea akan memeluknya dengan erat.
“Mas.... jangan tinggalin Lea mas.... Lea sayang banget sama Mas.... pulang ke rumah mas, pulang kesini.... Lea selalu nungguin mas pulang.... Lea janji, Lea setiap hari bakal bikinin mas terong balado. Lea juga bakal pijitin mas setiap hari. Tapi mas pulang, mas jangan ninggalin Lea.....” ucapnya menangis kencang
Tiff masih saja setia memeluk anaknya.
“Mas.... maafin Lea, Lea ngga nyesel nikah sama mas. Lea minta maaf mas.... Lea bahagia, Lea bahagia hidup sama Mas Agil.... Mas Agil pulang, mas.... Lea minta maaf....” ucap Klea yang masih saja belum berhenti menangis
Klea mengambil handphonenya yang berada di saku Cardigannya, lalu dengan tangan gemetar ia membuka roomchatnya dengan Agil. Klea menangis melihat pesan terakhir yang Agil beri untuknya. Lalu ia membuka pesan suara yang dikirimkan oleh Agil. Klea menutup mulutnya, hatinya benar-benar sangat sakit mendengarkan pesan suara terakhir yang dikirimkan oleh Agil. Klea menyesal, Klea menyesal berkata apa yang seharusnya tidak ia katakan. Jika bisa ia memutar waktu, ia akan memutar waktu sekarang juga.
Tidak, Agil tidak bisa meninggalkannya seperti ini.
Ia sudah banyak berucap kepada Klea untuk tidak pergi meninggalkannya. Agil berbohong, Agil berbohong kepada Klea.
Klea memukul-mukul dadanya, dadanya terasa sangat sesak sekali, “Mas, pulang mas.... Maafin Lea.... Lea juga cinta sama mas.... Jangan tinggalin Lea, mas....”
Dito, Saka, dan Abeng yang melihat Klea menangis seperti itu lagi-lagi meneteskan air matanya. Mereka benar-benar tak menyangka bahwa Agil akan pergi secepat ini.
Kala itu, waktu mereka berempat menongkrong di Nasgor lamer sebelum Agil pergi ke sekolah penerbangannya.
Flashback On.
“Buset dah, fullteam ini ceritanya yak,” ucap Dono
“Weh iya dong, si Agil juga besok pengen cabut dia sekolah penerbangan,” ucap Saka sambil mengisap rokoknya
Jono tepuk tangan, “Keren lu gil, akhirnya ya bisa jadi Pilot juga nih nanti.”
Agil terkekeh, “Makasih mang,” jedanya
Agil menyeruput kopi hitamnya, lalu ia menghela napas, “Nanti kalo gue udah sukses banyak duit, gue ajak lo pada naik pesawat terus kita jalan-jalan keliling dunia, ya? Nanti gue yang bawa pesawatnya.”
“Anjayyy kan, yoiiiii,” ucap Abeng girang
“Bener ya, gil? Jangan bohong lo,” ucap Dito menatap Agil
“Bener lah, kapan si gue bohong sama lo pada. Udah pokoknya pada tenang aja, nanti gue ajak lo pada jalan-jalan gratis,” ucap Agil gembira
“Widihhhhhh,” ucap Mereka serentak
Flashback Off.
“Agil bohong. Katanya Agil mau ajak kita jalan-jalan. Tapi mana? Dia malah jalan-jalan duluan, sendirian,” ucap Abeng yang menahan rasa sesaknya
Saka menepuk pundak Abeng, ia menenangi temannya ini.
Dito melihat handphonenya yang berdering, ternyata itu panggilan dari Kala.
“To....” panggil Kala dengan nada lirih
“Kal,” jedanya
“Temen gue terlalu tinggi kal bawa pesawatnya....”