nankeyst

Leon langsung bergegas pergi menghampiri Klea yang sedari tadi tidak kembali dari toilet. Ia sangat khawatir, ia menaiki beberapa anak tangga yang cukup banyak. Setelah sampai di depan toilet, Leon sangat terkejut melihat Klea yang sedang berjongkok di bawah sana.

“Klea,” panggil Leon

Yang dipanggil pun mendongak, lalu Klea langsung bangkit dari posisinya.

“What happened?” tanya Leon panik

Klea memalingkan wajahnya ke arah lain, raut wajahnya benar-benar tak bisa diartikan sama sekali. Klea terlihat seperti terkejut dan kebingungan.

“Klea, kamu kenapa?” tanya Leon sekali lagi

“I’m oke,” ucap Klea sambil memegang lengan Leon

“No, you’re not. Kamu kayak panik, kaget, kebingungan gitu. Kenapa, Klea? Ada yang jahat sama kamu? Who? Tell me now!” ucap Leon dengan tegas

“Ngga Leon, ngga ada yang jahat sama aku. Tadi aku, a-aku cuma kaget aja....” ucap Klea setelahnya menunduk

“Kaget kenapa?”

Klea menggigit bibir bawahnya, apakah Klea benar-benar sangat yakin dengan apa yang sudah terjadi tadi?

“Klea, jangan diem aja. Kenapa, sih?” ucap Leon sangat penasaran

Klea meremas erat jas Leon, “A-aku, aku tadi nabrak orang....”

“Terus?”

“Aku ngga liat jelas mukanya, tapi aku denger jelas suaranya. S-suaranya, i-itu kayak suara Mas Agil....” ucap Klea menatap Leon

Deg! Jantung Leon berpacu sangat cepat.

“L-leon, aku ngga bermaksud apa-apa. Tapi tadi aku denger jelas dia ngomong it’s okay. I-itu suaranya Mas Agil....” ucap Klea yang kini meneteskan air matanya

Leon langsung membawa Klea ke dekapannya saat itu juga, ia mendekapnya sangat erat.

“Leon.... aku mau pergi dari sini....”

Leon melepaskan pelukannya, lalu ia langsung merangkul pundak Klea dan mereka berdua langsung pergi begitu saja meninggalkan tempat ini.


Pukul sebelas malam. Gelap, sunyi, Leon dan Klea hanya duduk berdua di kursi taman ini. Di taman yang letaknya tak jauh dari tempat Wedding Party rekan kerja Leon.

Leon menoleh ke arah Klea, ia menatap wajah Klea yang sedikit bercahaya karena disinari rembulan malam. Leon tersenyum sambil menatapnya, lalu ia menyelipkan sedikit helaian rambut ke belakang telinga Klea. Klea menoleh menatap Leon, lalu ia tersenyum kecil.

“Kamu mungkin salah denger, itu juga kamu mungkin lagi kangen sama Agil,” ucap Leon menatap Klea

Klea terdiam. Sepertinya memang benar perkataan Leon, Klea hanya rindu Agil.

“Klea,” panggil Leon

“Apa?”

“Kalo Agil ternyata masih hidup, pasti kamu bakal ninggalin aku kan?” ucapnya

Klea mengernyit, lalu ia menatap Leon, “Kok ngomong gitu?”

Leon terkekeh, “Kamu tau, aku kan random orangnya.”

Klea terdiam kembali, ia hanya menatap sinar rembulan yang kini menerangi mereka berdua yang sedang duduk di kursi taman ini.

“Sini,” ucap Leon sambil merentangkan satu tangannya

“Apa?”

“Senderan di aku, kamu kedinginan kayaknya.”

Klea terdiam sejenak, lalu ia menggeser tubuhnya dan menjatuhkan kepalanya di pundak Leon. Leon mengelus secara perlahan pundak Klea, satu tangannya ia gunakan juga untuk menggenggam kedua tangan Klea agar tidak kedinginan.

“Kamu tau Mas Agil udah ngga ada, Leon. Mas Agil udah pergi ninggalin aku, dan anak-anak.”

Leon merasakan kemejanya basah, ia tahu bahwa Klea menangis. Masa lalu yang sangat kelam kembali berputar di kepala Leon.

“I’m so sorry. Aku yang udah buat semuanya jadi rumit kayak gini.”

Klea memejamkan matanya, ia merasakan rasa sesak yang kembali muncul di dadanya. Kenapa hidupnya jadi seperti ini? Ia menikah dengan seseorang yang sudah menghancurkan dunianya dulu. Walaupun kepergian Agil, jelas-jelas bukan kesalahan Leon. Itu benar-benar murni kecelakaan. Tetapi, Leon lah yang menghasut Klea sampai-sampai rumah tangganya hancur. Dan, lagi-lagi Klea menyalahkan dirinya sendiri. Ia merasa memang bahwa kepergian Agil karena dirinya.

Leon yang mendengar isakan tangis Klea langsung memeluknya dengan erat saat itu juga. Klea menangis sejadi-jadinya dalam pelukan Leon.

“Maafin aku. Aku juga ngerasa ngga pantes tiba-tiba muncul di kehidupan kamu lagi. Tapi rasanya, setiap dulu aku menjalani hari, aku makin kesiksa. Sampai akhirnya aku kembali buat selalu mantau dan jagain kamu dari jauh, karena cuma itu yang bisa aku lakuin. Dan ngga disangka-sangka, ternyata Ale minta aku buat nikahin kamu. Aku ngga tau harus apa, aku bener-bener bingung.”

Klea melepaskan pelukan Leon, ia menghapus air matanya.

“Klea, satu hal yang bikin aku ngga nolak tawaran Ale itu adalah.... Jujur, karena aku cinta sama kamu. Aku mau ngerasain gimana rasanya hidup bahagia sama orang yang aku cintai. Aku tau, aku jahat. Tapi aku ngga bisa bohong sama perasaan aku sendiri, aku bener-bener cinta sama kamu,” ucap Leon dengan mata yang berkaca-kaca

Klea kembali menangis, ia benar-benar sangat bingung dengan nasibnya sekarang. Tapi mungkin ini memang sudah jalan yang Tuhan beri, Leon dan Klea sudah menikah hampir dua tahun. Dan selama ini, kehidupan mereka memang lancar-lancar saja.

Klea menghela napas beratnya, ia menatap Leon dengan mata sembabnya, “Aku ngga tau harus ngapain, Leon. Aku rasa emang ini udah jalannya kita kayak gini. Jujur, aku juga berat buat nerima kamu. Tapi kalo jalannya udah kayak gini, mau gimana lagi?”

“Divorce me,” ucap Leon dengan cepat

Klea sangat terkejut mendengar Leon berkata seperti itu, ia mengerjapkan matanya berulang kali.

“M-maksudnya?”

Leon menunduk, “Hidup kamu tersiksa kayak gini tuh karena aku. Maka dari itu, lebih baik kamu cerai in aku.”

Klea menggeleng dengan cepat, “Kenapa, Leon?”

Leon bangkit dari duduknya, ia menghela napas beratnya, “I heard your conversation with Adam that time.”

Klea terkejut, sangat terkejut bukan main.

“I know, emang selama ini kamu terpaksa. Dan ya, daripada kita saling menyakiti hati kita masing-masing, lebih baik kita pisah Klea.”

Klea pun bangkit dari duduknya, ia mendongak menatap Leon karena tinggi Leon lebih dari dirinya, “Kamu mau pergi gitu aja? Kamu mau hancurin hati aku lagi?”

Leon terdiam cukup lama, sampai akhirnya ia kembali bersuara.

“Aku lebih baik disakiti dengan kebenaran, daripada aku disakiti dengan kepalsuan. Selama ini, selama ini kamu pura-pura nerima aku, semua yang kamu lakuin ke aku itu cuma pura-pura. Kamu tau, setiap saat aku selalu bilang i love you ke kamu ya karena aku beneran cinta sama kamu. And you know? why i never asked you to say i love you to me? Because I just want you to say those words sincerely from your heart. And I also know, that you will never say those words. Iya mungkin kamu bakal ucapin itu sekarang, but it's just a word. Itu ngga tulus dari hati kamu, itu palsu. Dan hati aku sakit, Klea.... kita selama ini hidup cuma dalam kepalsuan....” ucap Leon sambil menahan rasa sesaknya

Klea meneteskan air matanya.

“I’m so sorry, kalo perkataan aku terdengar maksa kamu banget. But, jauh di dalam lubuk hati aku, aku pengen banget kamu ngucapin kata i love you ke aku dengan tulus. Walaupun aku tau, I don't deserve those words.”

Klea menunduk, ia menangis sejadi-jadinya.

Leon menatap Klea dengan lekat, “Udah, Klea. It's better if we divorce, daripada kita nyakitin hati kita masing-masing. Kayaknya selama ini percuma, aku minta kamu buat anggap aku sebagai suami. Because your heart is still completely for Agil,” jeda Leon

Leon menghela napasnya, “Aku bakal urus surat perpisahan kita secepatnya.”

Klea menggeleng sambil menangis, “No. Don’t do it, Leon....”

“Aku pergi,” ucap Leon, setelah itu secara perlahan ia melangkahkan kakinya meninggalkan Klea sendirian di taman yang gelap dan sunyi ini

“Leon, kamu tega ninggalin aku kayak gini?”

“Leon!” teriak Klea

“LEONNNN!”

Klea membuka matanya dengan cepat, napasnya tersendat-sendat, jantungnya sangat berdebar. Ia merasakan bahwa wajahnya bercucuran keringat. Leon, di mana Leon?

“Hey? Kok bangun?”

Klea menoleh ke arah sampingnya, ia sangat terkejut melihat Leon yang sekarang duduk di sampingnya. Klea melihat ke arah sekeliling, ternyata ia berada di dalam mobil yang sedang melaju ini.

“Klea.... what happened?” tanya Leon panik yang melihat Klea seperti orang linglung

Klea kembali menatap Leon dengan raut wajah yang sangat panik, “K-kita mau ke mana?”

“Iya.... pulang? Tadi kamu ketiduran di pundak aku pas di taman. Yaudah aku gendong kamu, terus kita pulang,” ucap Leon

Klea menghela napasnya leganya, ia menyandarkan tubuhnya di kursi mobil. Ternyata, tadi hanya mimpi. Tetapi, rasanya sangat nyata sekali dan begitu terasa sangat menyakitkan.

“Ini Ac nya kurang gede apa gimana? Kok kamu keringetan, sih?” ucap Leon sambil mengatur Ac mobilnya

“Lo mimpi ya, Klea?” ucap Felix yang ternyata ia menyetir mobil ini

Leon mengusap seluruh keringat di wajah Klea dengan tangannya, “Kamu kenapa, sih? Mimpi? Duh, ini napas kamu sendat-sendat gini, sih.... mau minum?” tanya Leon benar-benar sangat khawatir

Klea menggeleng dengan cepat.

Klea kembali menatap Leon, tapi kali ini ia menatapnya benar-benar lekat.

“Leon,” panggil Klea

“Apa sayang?”

Klea terdiam cukup lama.

“Kenapa?” tanya Leon sambil memegang tangan Klea

“K-kamu, mau cerai in aku?” tanya Klea tiba-tiba sampai Felix terkejut dan mengerem mobilnya secara mendadak

“Felix anjing. Setan, sakit sialan,” ucap Leon menggaduh kesakitan karena kepalanya menubruk jok depan

“Aduh....” ringis Klea sambil memegang kepalanya

“Eh, eh, eh.... kamu gapapa?” tanya Leon panik sambil mengelus kepala Klea

Klea mengangguk.

“Sorry, sorry. Lagian Klea bikin gue kaget aja,” ucap Felix yang setelahnya kembali melajukan mobilnya

Leon hanya mendelik, lalu ia kembali menatap Klea, “Udah, bahas nanti aja ya? Sekarang tidur lagi aja. Masih jauh perjalanannya.”

“Leon....” panggil Klea kembali

“Apa lagi, sayang?”

Klea menunduk sejenak, lalu ia memberanikan dirinya untuk menatap Leon.

“A-aku, mau peluk....”

Ceklek! Klea membuka pintu kamarnya, ia melihat di depan sana Leon terbaring lemah di kasur. Klea melangkahkan kakinya untuk menghampiri Leon, ia tadi mampir sebentar ke Subway karena tiba-tiba saja Leon minta dibelikan Sandwich tersebut.

“I’m home,” ucap Klea pelan yang kini sudah terduduk di kasurnya

Leon membuka matanya, lalu ia langsung duduk dari posisi tidurnya.

Klea mengarahkan tangannya untuk memegang dahi Leon, ternyata panasnya belum turun.

“Kita ke dokter aja, ya? Panas kamu belum turun,” ucap Klea yang terlihat sangat khawatir

Leon tersenyum singkat, lalu ia menggeleng lemah, “Ngga usah, nanti juga turun sendiri. Mana Sandwich aku?” tanyanya sambil memajukan tangannya ke arah Klea

Klea yang melihat itu langsung mengambil Sandwich tuna pesanan Leon, dan langsung membukakan bungkusnya.

“Thanks,” ucap Leon setelah Klea sudah memberikan Sandwich tersebut kepadanya

Jujur, Klea sangat khawatir melihat keadaan Leon seperti ini. Klea melihat Leon menyantap makanannya dengan perlahan, entah mengapa Klea sangat sedih melihat keadaan Leon seperti ini.

“Anak-anak dibeliin, kan? Nanti uangnya aku transfer ke kamu.”

Klea menghela napasnya, “Udah, nih,” ucapnya sambil menunjukkan sebuah kantung plastik yang berisi tiga buah Sandwich. “Ngga usah diganti uangnya, gapapa.”

“Iyaudah kamu makan juga itu, masih ada tiga.”

Klea mengangguk, lalu ia membuka satu bungkus Sandwich tersebut.

“Dih, veggie? Kamu diet?” tanya Leon

Klea menggidikkan bahunya, saat itu juga ia langsung menyantap makanannya.

“Buka,” ucap Leon

“Hah?”

“Buka Sandwichnya.”

“Ngapain?” tanya Klea bingung

“Buka aja, cepet.”

Klea menuruti perintah Leon, ia terkejut saat Leon menaruh semua tunanya di Sandwich Klea.

Klea menatap Leon yang kini sudah menyantap sandwichnya kembali, “Apaan sih? Kok tunanya dikasih semua ke aku? Terus kamu makan apa?”

“Ya ini masih ada rotinya sama sayurnya.”

“Ih, ngga, ngga. Ini nih, ambil,” ucap Klea menyodorkan sandwichnya

Leon mengacuhkan Klea, lalu ia menelan semua sisa sandwichnya ke dalam mulut. Hal itu membuat Klea terlihat sangat kesal sekali.

“Udah abis,” ucap Leon dengan ekspresi meledek

Klea berdecak kesal, “Yaudah nih, makan lagi punya aku.”

“Ngga, kenyang,” ucap Leon setelah itu ia langsung meminum air putihnya

“Tapi kan kamu harus minum obat, makan nya harus banyak.”

Lagi-lagi Leon mengacuhkan Klea, kini ia langsung meminum obat yang sebelumnya sudah disiapkan.

Leon mengelap bibirnya yang basah, lalu melihat Klea yang mukanya tertekuk di hadapannya.

“Kenapa?” tanya Leon

“Tau ah.”

Leon terkekeh, “Udah sih, makan aja itu. Abisin. Aku juga udah minum obat. Kamu jangan diet diet, lah. Ngga baik....”

“Siapa yang diet, sih?” ucap Klea kesal

Leon mengecup dahi Klea, lalu ia menyuruh Klea minggir sedikit karena Leon ingin ke toilet.

“Jangan diet dietan, nanti sakit.”

“Aku ngga diet, cuma jaga porsi makan aja.”

“Sama aja.”

Leon melangkahkan kakinya secara perlahan, lalu dengan tiba-tiba saja ia langsung memberhentikan langkahnya.

“Klea,” panggil Leon

“Apa?”

“Aku mau sesuatu.”

“Mau apa? Mau sandwichnya? Nih.”

Leon membalikkan tubuhnya, menatap Klea yang kini menatapnya juga.

“Aku mau punya anak, dari kamu.”

Leon memarkirkan mobilnya di sebuah parkiran. Ia kembali mengecek handphonenya dan melihat bahwa keberadaan Adam ada di sekitar sini, Russell Square London.

Leon turun dari mobilnya, dan ia mendapatkan panggilan dari Klea.

“Halo, gimana? Udah ketemu?”

“Belum, Klea. Ini aku di taman Russell, terakhir Adam ada di sini.”

“Duh, itu anak bener-bener ya. Adam tuh kenapa sih?”

“Udah pokoknya nanti kalo dia pulang jangan dimarahin, ini aku mau cari dulu.”

“Iya.”

Leon menghela napasnya, lalu ia langsung melangkahkan kakinya untuk menyusuri taman ini mencari di mana Adam berada.

Russell Park ini cukup luas, hari ini juga banyak sekali pengunjungnya untuk sekedar belajar, piknik, atau berkencan. Setelah menyusuri tempat ini sekitar sepuluh menit, Leon menghentikan langkahnya. Ia menatap dua orang yang sedang duduk di salah satu kursi taman dan mengobrol agak jauh di depan sana. Leon tahu postur tubuh itu, Leon sangat mengenal sekali postur tubuh itu.

“Adam!” panggil Leon

Lantas, yang dipanggil pun langsung menoleh.

“I have to go now.”

Adam mengangguk, lalu ia kembali menatap Leon yang kini berjalan menghampirinya.

“Where have you been?” tanya Leon khawatir

Adam bangkit dari duduknya, “Em....” Adam terlihat sangat gugup, ia menunduk.

“Adam, jawab papah.”

“I’m sorry, aku pusing. Aku juga tadi abis dari British Museum, lagi pengen aja ke sini,” ucap Adam tanpa menatap Leon

Leon menghela napasnya, “Iya kenapa harus sampe ngga kelas? Kamu bolos?”

“Sorry....”

“Terus ngapain jauh-jauh ke Cambridge?” tanya Leon

“Pengen main ke univnya aja.”

Lagi-lagi Leon menghela napasnya, ia melihat ke arah sekeliling taman ini.

“Ayo pah, pulang,” ucap Adam

“Kamu ngobrol sama siapa tadi?”

Adam mengambil tasnya, “Itu temen lama. Ketemu di sini, ternyata dia tinggal di sini.”

“Kok langsung pergi gitu aja?”

Adam menghela napasnya secara kasar, “Pah, udah lah ngapain nanya-nanya terus. Dia lagi buru-buru, makanya langsung pergi,” jedanya

Adam melangkahkan kakinya, “Udah ayo pulang.”


Sore ini jalanan kota London di guyur hujan, Leon dan Adam memutuskan untuk membeli sebuah kopi di Starbucks terdekat.

“Two Caffe Americano?”

“Yes, thank you,” ucap Leon ramah

“You're welcome.”

Setelah mengambil pesanannya, Leon langsung melajukan kembali mobilnya. Setelah pergi dari Taman Russell, tiba-tiba saja kota ini langsung hujan lebat. Ditambah jalanan yang sangat macet, Leon dan Adam mau tidak mau sabar menunggu di dalam mobil.

Leon menoleh ke arah Adam yang meminum Americano nya sambil menatap jalanan di luar sana melalui jendela mobil. Leon tersenyum, lalu ia mengusap kepala Adam.

Adam terkejut, ia menatap Leon yang sekarang tersenyum padanya, “Why?”

Leon terkekeh, “You've grown up, you've grown well,” jedanya

“Padahal dulu masih kecil, tingginya se pinggang papah. Tapi sekarang kita tingginya udah sama.”

Adam terdiam, ia tak membalas ucapan Leon.

Hujan rintik di luar sana menemani perbincangan Leon dan Adam di dalam mobil ini.

Leon menghela napasnya, “Kalo ada masalah bilang sama papah ya, dam? Kamu punya papah, punya mamah, punya Ale. Jangan pendem sesuatu sendirian,” jedanya

“Waktu itu papah sempet mau masuk ke kamar kamu, ngecek kamu udah tidur apa belum. Tapi papah denger dari luar kalo kamu lagi nangis. Kenapa? Ada masalah di kuliahan? Atau ada masalah lain yang bikin kamu nangis?” lanjutnya

Adam menunduk, menatap Americano nya, “Nothing, no problem at all.”

“Terus kenapa nangis? Papah jarang banget liat kamu nangis, bahkan ngga pernah sama sekali.”

Lagi-lagi Adam terdiam.

Jalanan kini sudah kembali normal, Leon langsung melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.

“Kamu sama kayak papah kamu, Agil. Kalo ada apa-apa pasti diem aja,” ucap Leon menatap lurus jalanan di depan sana

“Emang papah deket banget sama papah Agil?”

“Iya ngga, cuma udah keliatan aja. Dan sekarang sifatnya turun ke anaknya.”

Adam menyandarkan tubuhnya di kursi mobil, ia menghela napas beratnya, “Adam cuma lagi capek aja, tugas kuliah banyak banget. Adam suka ngga kuat, tapi Adam ngga boleh nyerah gitu aja.”

Leon menatap Adam yang memejamkan matanya sambil menyandarkan tubuhnya di kursi mobil, Adam terlihat sangat kelelahan.

“Kalo capek ya istirahat dulu, jangan kamu paksain. Kalo seandainya tugasnya susah bilang ke papah aja, nanti papah bantuin. Bagus kalo kamu berpikiran ngga boleh nyerah. Memang untuk sekarang pasti berat banget banyak tugas lah, ini lah, itu lah, gambar, mikirin rancangan. Tapi papah yakin, semua hasil kerja keras kamu bakal terbayarkan suatu saat. Kamu keren loh dam, Arsitektur tuh ngga gampang.”

Adam menatap Leon cukup lama, apakah selama ini Adam sudah keterlaluan? Setelah selama ini Leon memperlakukannya dengan sangat baik. Adam tahu bahwa Leon sangat menyayanginya tulus dari hati, tapi rasanya yang tetap menjadi papahnya itu hanya Agil seorang. Dan ya, terkadang Adam masih merasa sangat benci kepada Leon.

“Adam....”

“Adam,” panggil Leon yang sekarang berhasil membuat Adam tersadar dari lamunannya

“Apa?” ucap Adam menatap Leon

“Kamu dengerin papah ngomong ngga tadi?”

“I-iya....”

“Yaudah, pokoknya ngga boleh nyerah. Kalo capek istirahat. Kalo susah, bilang ke papah nanti papah bantuin. Dan kalo ada apa-apa juga cerita, jangan diem aja. Satu lagi, jangan bolos kuliah lagi. Kamu liat tuh mamah di rumah panik banget, khawatir sama keadaan kamu.”

Adam menunduk, meratapi kesalahannya, “Iya, maaf.”

Adam tidak sadar sama sekali bahwa mereka berdua ternyata sudah sampai di depan rumahnya. Ia melihat Leon yang membalikkan badannya untuk mengambil sebuah payung di belakang, lalu Leon memberikan payung tersebut ke dirinya.

Adam mengernyit, “Kok cuma satu?”

“Udah sana masuk,” ucap Leon

“Lah, papah gimana? Ayo bareng aja satu payung.”

Leon mematikan mesin mobilnya, “Duluan aja, papah gampang. Papah mau di mobil dulu sebentar.”

Adam terdiam sejenak, lalu ia langsung ke luar dari mobil dan meninggalkan Leon yang sendirian di dalam mobil.

Leon tersenyum getir melihat Adam yang melenggang pergi masuk ke rumahnya, lalu ia membuka handphonenya dan menatap sebuah foto yang ia pasang di lockscreennya. Iya, foto tersebut adalah foto keluarga kecilnya saat mereka berkunjung ke University of Oxford. Foto Leon, Klea, Adam, dan Alea yang sedang tersenyum bahagia. Karena pada saat itu adalah pertama kalinya mereka berkunjung kembali, setelah Adam dan Alea dinyatakan telah menjadi bagian dari mahasiswa University of Oxford.

Leon menyandarkan tubuhnya di kursi mobil, ia menghela napas beratnya.

Apa.... ini udah saatnya? /batin Leon

“Dulu tuh kita ngga deket sama sekali, kan?” tanya Kenny sambil terkekeh

Klea tersenyum singkat, “Iya, ngga sama sekali. Jarang ketemu juga. Lo kan deketnya sama Kala, ya?”

“Gue juga ngga terlalu deket sih sama Kala, haha. Cuma dulu itu pernah satu jadwal pemotretan dan dari situ kita deket deh,” ucap Kenny

Klea mengangguk.

Kini, mereka berdua berbincang-bincang sambil menyusuri kota London. Mereka berdua menghabiskan waktu dari siang mulai dari makan, shopping, dan menyusuri beberapa tempat yang terkenal di kota ini.

“Lo kayaknya seneng banget ya ke London, gue daritadi liatin lo ngga berhenti senyum sambil liat jalanan di kota ini,” ucap Kenny menatap Klea yang berjalan di sampingnya

Klea terkekeh, ia pun menatap Kenny, “Seneng banget. Iya.... dulu waktu suami gue masih ada, wishlist gue tuh ke London sama dia. Tapi, sekarang dia udah pergi ninggalin gue. Dan ya, sekarang gue seneng banget akhirnya gue bisa berkunjung ke kota ini. Walaupun ngga sama suami gue.”

Kenny tersenyum getir, “I’m sorry to hear that. Gue ngga kenal siapa suami lo dulu, tapi suami lo pasti seneng kok akhirnya wishlist lo tercapai, walaupun tanpa dia. Dan.... gue kaget. Ternyata lo nikah sama Leon.”

Klea tak membalas ucapan Kenny, ia hanya tersenyum sekilas.

Setelah jalan beberapa menit, Klea dan Kenny menghentikan langkahnya. Mereka berdua menatap jalan penyeberangan di depan sana yang cukup ramai pada sore hari ini. Mereka juga menatap menara jam di depan sana yang paling populer di Inggris, Big Ben.

“Whyyy?” tanya Kenny yang melihat pandangan mata Klea tak lepas dari Big Ben

Klea meneteskan air matanya, “Bagus banget, ken. Gue seneng banget bisa ke London, dan liat Big Ben.”

Suasana kali ini menjadi sangat haru.

Kenny mengusap pundak Klea, “Don’t cryyyy. Sumpah, di London tuh masih banyak destinasinya. Masih banyak tempat yang lebih iconic dari Big Ben. Lagian kan juga lo nanti kerja di sini, Klea. Lo bakal sering banyak jadwal di London.”

Klea tersenyum getir, “Andai Leon ngga sibuk kerja, gue bakal minta dia buat temenin gue keliling UK. Bilangnya sih bisa di hari itu, tapi ngga lama tiba-tiba bilang ngga bisa, batalin gitu aja. Dan tadi katanya dia mau jemput gue, tapi malah bilang ngga bisa.”

Kenny menghela napasnya, “Astagaaa.... Leon bener-bener, ya. Lo tenang aja, nanti gue temenin lo keliling London. Udah, tenang aja. Pokoknya lo tinggal tunggu kabar aja, lo diterima di agensi gue apa ngga. Kalo lo diterima, gue yakin lo pasti seneng banget. Lo bisa sepuasnya keliling London, bahkan keliling UK. Atau ya bahkan keliling dunia.”

Klea tersenyum hangat menatap Kenny, “Thanks ya, ken? Lo baik banget sumpah.”

Kenny tersenyum juga, lalu ia memeluk Klea sebentar, “Jangan bilang makasih. Udah pokoknya lo tenang aja, sekarang lo jadi temen gue, oke?”

Klea mengangguk senang.

“Iyaudah, sana gih nyebrang. Tunggu bus nya di depan sana.”

“Iya.”

“Tapi lo beneran nih ngga mau gue anterin aja?”

“Ngga usah, jauh.”

“Okey. Yaudah, gue balik duluan, ya?” ucap Kenny menatap Klea

Klea tersenyum manis, “Iya.”

“Okey, see you. Gue yakin lo pasti diterima.”

Klea terkekeh, lalu ia mengangguk, “Aamiin, see you.”

Setelah melihat Kenny melenggang pergi, Klea langsung membalikkan tubuhnya dan kembali menatap Big Ben di depan sana yang menunjukkan pukul lima sore. Klea menghela napas beratnya, ia merasakan dadanya terasa sesak kembali. Ia teringat sosok Agil. Andai Agil masih hidup, mungkin sekarang Agil berada di sampingnya sambil menikmati senja di kota London ini.

Klea merogoh sesuatu di saku blazernya. Ia mengambil handphonenya, dan membuka kameranya. Lalu— Cekrek! Ia mengambil gambar Big Ben di depan sana dengan langit yang masih terlihat terang dan bewarna biru muda, dan merah muda keungu-unguan. Lagi-lagi Klea tersenyum getir, lalu ia mengetikan sesuatu di handphonenya. Dan setelahnya, Klea langsung melangkahkan kakinya untuk segera pulang.

Menempuh perjalanan kurang lebih satu jam dari Oxford ke Bristol untuk Dinner, kini mereka berempat telah sampai di salah satu restoran yang letaknya cukup dekat dengan pantai. Iya, Leon sengaja untuk membawa Klea dan anak-anaknya ke sini. Karena ia juga sekalian ingin menghilangkan rasa penatnya sembari menikmati deru ombak di depan sana.

Leon menuruti permintaan Klea yang ingin makan di Italian Restaurant. Mereka berempat memesan satu Pizza berukuran besar, Nachos, dan Quesadilla.

Setelah menunggu beberapa menit, akhirnya pesanan mereka telah sampai. Dan pada saat itu juga, mereka langsung menikmatinya.

Keadaan restoran pada malam ini cukup ramai, udaranya pun untungnya tidak terlalu dingin. Mereka berempat sangat menikmati makan malam ini. Leon tersenyum gembira melihat Adam dan Alea sangat lahap menyantap makanannya, dan sesekali ia tersenyum saat melihat Klea berbincang dengan anak-anaknya.

“Kalian gimana kuliahnya? Lancar?” tanya Leon disela-sela menyantap makanannya

“Alhamdulillah lancar, pah. Wah, aku ketemu temen-temen yang baik-baik banget sama aku. Oh iya, terus mas adam juga ternyata banyak yang naksir tau. Temen-temen aku juga pada minta kenalin mas adam,” ucap Alea girang

Mereka semua terkekeh, kecuali Adam.

Leon menatap Adam yang masih saja menyantap makanannya, “Bener itu dam? Sejauh ini kamu udah pernah naksir belum nih sama cewek di kuliahan kamu?”

Adam memberhentikan aktivitasnya, lalu menatap Leon, “So far I've only focused on studying, i don't care about unimportant things.”

“Adam....” ucap Klea menatap anak lelakinya itu

Adam kembali menyantap makanannya.

“Lo kenapa sih, mas? Papah kan cuma nanya baik-baik,” ucap Alea menatap Adam

“Iya gue jawab seadanya, sejujur-jujurnya.”

Leon menunduk, lalu ia tersenyum tipis, “It’s okay. Bagus kalo kamu sejauh ini fokus belajar, papah seneng dengernya.”

Adam bangkit dari duduknya, “Mau ke toilet.”

Klea melihat Adam yang melenggang pergi, ia memijat pelipisnya.

“Are you okay?” tanya Leon khawatir

Klea mengangguk, “Aku susul Adam dulu, ya? Kayaknya harus bicara sebentar.”

“Jangan di marahin, ya?” ucap Leon

Klea tersenyum tipis, lalu ia langsung bangkit dari duduknya dan menyusul Adam.


Adam menatap deru ombak yang sangat deras di depan sana, ia juga menatap bulan malam yang menerangi tempat ini. Iya, Adam tidak ke toilet, ia ke sebuah tempat tersembunyi di belakang Restaurant ini.

Adam duduk di atas sebuah batu besar sambil menatap pantai di depan sana, ia juga mengeluarkan sebatang rokok dan korek yang tadi ia bawa.

Adam terdiam, ia menatap cukup lama sebuah rokok dan koreknya. Ia tidak pernah merokok sama sekali, tetapi entah ada dorongan dari mana tiba-tiba saja ia ingin merokok kali ini. Ia ingin merasakan rasanya menghilangkan segala masalah dengan cara merokok. Sama halnya dengan yang dilakukan Alex, teman rumah dan teman kuliahnya.

Adam menghela napasnya, lalu ia langsung menyelipkan batang rokok tersebut di bibirnya dan langsung menyalakannya. Tetapi hal tersebut gagal, Adam sangat terkejut melihat Klea yang tiba-tiba saja mengambil koreknya.

“Mah....” ucap Adam terkejut

“Kamu ngerokok mas?” tanya Klea tak percaya

Adam menghela napasnya, lalu ia menunduk.

“Sini rokoknya,” pinta Klea

Adam mendongak, ia menatap Klea sejenak. Lalu, ia membuang rokoknya begitu saja.

“Maaf,” ucap Adam menunduk

Klea terkekeh pelan, lalu ia menatap wajah anaknya, “Kamu kenapa sih, dam? Kamu kenapa....”

Adam terdiam sejenak.

“Bilang sama mamah, kamu kenapa?” ucap Klea menatap lekat Adam

“Can you stop all this? Adam udah ngga kuat mah, Adam ngga kuat ngeliat mamah pura-pura kuat di depan om Leon sama Ale, pura-pura nerima. Mamah terlihat baik-baik aja di depan mereka, di depan Adam. Mamah kira Adam ngga tau apa yang mamah lakuin di kamar kalo om Leon lagi kerja? Mamah kira Adam ngga pantau mamah setiap mamah keluar rumah untuk sekedar jalan atau apa. Mamah masih mikirin papah Agil, kan? Mamah masih nangisin papah. Adam tau, Adam tau mamah masih cinta sama papah. So, tolong berhenti seolah-olah mamah baik-baik aja,” ucap Adam sambil meneteskan air matanya

Klea menangis, ia sudah tak kuasa menahan tangisnya.

“Kenapa mamah nerima semua ini kalo mamah masih cinta sama papah? Mamah tau ngga, mamah ngelakuin ini juga ke depannya mamah bakal nyakitin hatinya om Leon. Mamah bingung sama perasaan mamah sendiri. Mamah sekarang udah jadi istri om Leon, tapi sejujurnya hati mamah masih untuk papah Agil, kan? Stop mah, stop. Mamah harus bahagia. Kalo mamah emang masih cinta sama papah Agil, mamah lepasin om Leon sekarang juga. Daripada semuanya terlanjur lama, mah. Semakin hari yang ada mamah semakin nyakitin hati mamah sendiri, dan tentunya hati om Leon. Mamah ngga cinta kan sama om Leon?”

Klea menggeleng lemah.

“Mah, jangan di lanjutin. Please, stop it....” ucap Adam memohon

Lagi-lagi Klea menggeleng lemah, “I can’t....”

“Whyyyy?” ucap Adam kesal

Klea mendongak, menatap Adam yang kini tingginya jauh lebih dari dirinya.

“Adam, mamah ngelakuin ini semua terpaksa.... Iya, mamah ngga cinta sama om Leon. Mamah ngelakuin ini semua karena mamah mau balas kebaikan dia ke kita selama ini. Kamu juga liat adik kamu, dia bahagia liat mamah sama om leon bersatu. Gapapa mas, gapapa.... Biar mamah yang nanggung semua rasa sakitnya. Kamu jangan khawatir sama mamah, mamah bilang kan ke kamu waktu itu? We’ll be fine, Adam....”

“Tapi caranya ngga gini, mah. Cara yang mamah lakuin salah. Harusnya dari awal mamah tinggal nolak om leon, tapi ini mamah malah terima. Semuanya jadi gini kan, rumit.”

Klea masih saja menangis, ia benar-benar tidak tahu dengan apa yang ia lakukan kali ini. Iya, memang dia menyadari juga bahwa ini caranya salah. Tapi ia lakukan ini demi Alea, dan juga ingin membalas semua kebaikan Leon. Klea sudah mengubur dalam-dalam semua kesalahan yang Leon perbuat dulu. Dan sejujurnya, memang selama ini hanya Agil lah yang masih ada di dalam hatinya. Tidak akan tergantikan dengan yang lain.

Klea menghapus air matanya, lalu ia mengusap lengan anaknya, “Percaya mamah, ya? Kita akan baik-baik aja. And please, be nice to him....”

“What if one day you fall in love with him again?”

Klea menunduk, “I don’t know....”

Adam mengusap wajahnya dengan gusar, ia sangat tidak mengerti dengan pikiran ibunya.

“Fine. Tapi aku minta sama mamah, you must be happy.”

Klea mengangguk dengan cepat, “Iya, mas....”

Dan detik itu juga Adam langsung membawa sang ibu ke dekapannya.

Mah, Adam sayang banget sama mamah. Mamah selama ini udah ngelakuin cara apapun buat ngebahagiain Adam sama Ale. Mamah rela mamah yang tersakiti, padahal Adam tau mamah ngga kuat. Mah, Adam janji, Adam janji suatu saat Adam bakal bahagiain mamah. Dan untuk sekarang, Adam akan ikutin semua kemauan mamah. /batin Adam

The Day.

17 tahun, 17 tahun bukanlah waktu yang sangat singkat. Setelah Klea berjuang sendirian membesarkan anak-anaknya, dan tetap bertahan hidup bagaimana pun keadaanya. Selama ini ia memutuskan untuk tidak menikah lagi karena ia tidak mau mengkhianati Agil. Tapi pada kenyataannya, ia benar-benar mengkhianati Agil kali ini.

Hari ini, hari dimana ia akan melangsungkan pernikahannya dengan Leon sesuai permintaan putrinya. Klea terduduk manis di kursi rias dengan gaun putih yang terlihat sangat cantik dan sangat pas di tubuhnya. Klea kembali tak kuasa menahan tangisnya, ia menatap dirinya lewat cermin dengan tatapan yang sangat pilu.

“Kenapa hidup gue kayak gini banget....” jedanya

Klea menunduk, meremas erat gaun pengantin yang saat ini ia pakai, “Mas.... Maafin Lea....”

Klea menoleh saat ada seseorang yang menggenggam tangannya, ternyata itu Adam. Ia berlutut sambil menggenggam tangan Klea.

“Jangan nangis, nanti cantiknya luntur....” ucap Adam menatap Klea dengan tatapan yang tak bisa diartikan

Klea membalas genggaman Adam, ia mengeluarkan semua rasa sesaknya yang teramat dalam.

“Sini mah, Mas Adam peluk.”

Detik itu juga, Klea langsung berhambur dalam dekapan anaknya. Klea menangis sejadi-jadinya di pelukan anak lelakinya ini. Rasanya sangat nyaman, pelukannya sama seperti Agil memeluknya dulu.

“Adam, maafin m-mamah....” ucap Klea sesegukan

Adam mengelus punggung Klea secara perlahan. Tanpa sadar, ia meneteskan air matanya. Adam tidak tahu mengapa semua ini terjadi, Adam sangat tahu bagaimana perasaan ibunya saat ini. Tapi, Adam tidak bisa melakukan apapun.

Adam melepaskan pelukannya, lalu ia mengusap air mata Klea secara perlahan, “Udah, jangan nangis lagi.”

Klea menatap sendu anaknya yang kini masih berlutut di hadapannya. Klea mengusap rambut anak lelakinya ini.

“Kamu udah besar banget, mas. Kamu mirip sama papah kamu, bener-bener mirip dari segi manapun....” ucapnya

Adam tersenyum.

“Maafin mamah, ya?”

Adam menunduk, lalu ia menatap lekat sang ibu, “Mah, jangan minta maaf. Adam tau banget mah posisi mamah gimana sekarang, perasaan mamah gimana sekarang Adam tau. Sekarang Adam cuma mau bilang, mamah masih ada waktu buat nolak pernikahan ini. Mamah bisa batalin, karena Adam juga ngga mau mamah nikah sama om Leon.”

Klea menggeleng cepat, “Ngga bisa, mas.... Mamah ngga mau adik kamu pergi ninggalin mamah....”

“Urusan Ale belakangan, mah. Kalo mamah tetep aja maksa kayak gini, sama aja mamah juga bakalan nyakitin hati om Leon. Mamah ngga cinta kan sama dia?” tanya Adam

Klea menunduk, ia mencengkram kuat kedua tangan Adam.

Tok.... tok.... tok....

Pintu terbuka, menampilkan Tiff disana.

“Kak....” panggil Tiff menghampiri Klea

Adam bangkit dari posisinya, ia memberi ruang antara Tiff dan Klea untuk mengobrol.

Tiff mengusap surai rambut anak perempuannya ini, “Kamu yakin mau nikah sama Leon? Mamah takut, kak....”

Klea meneteskan air matanya. Ia tahu betul mengapa Tiff takut, dan tentunya juga sebelumnya Abram melarangnya untuk menikah dengan Leon. Karena mereka takut, takut kejadian dulu akan terulang lagi. Tiff dan Abram takut jika Leon akan menyakiti anak perempuannya kembali.

“Aku lakuin ini semua untuk Ale, mah. Bakal aku lakuin apapun itu untuk bahagiain anak aku,” ucap Klea menatap Tiff dengan mata yang berkaca-kaca

“Kamu tau pernikahan bukan main-main, kak....” ucap Tiff menatap anaknya dengan tatapan sendu

Klea menghela napas beratnya, “Insyaallah aku bisa hadapin semua ini....”

Tiff meneteskan air matanya, lalu ia memeluk anak perempuannya ini.


Setelah beberapa menit melakukan perjalanan ke tempat acara pernikahan berlangsung, kini Klea dan keluarga telah sampai di gedung pernikahan yang letaknya tidak terlalu jauh dari rumah Klea.

Para tamu undangan pun sudah hadir disini, Klea juga melihat teman-temannya yang sedari tadi setia menemaninya.

“Senyum....” ucap Kala dan Wawa dari jauh

Klea tersenyum getir. Lalu, mata ia beralih ke Ajeng, Bella, dan Bapak yang duduk bersampingan dengan teman-temannya.

Ajeng, Bella, dan Bapak tersenyum sambil mengangguk tulus.

“Gapapa, Klea....” ucap Ajeng pelan menatap Klea yang sudah terduduk manis di kursi akad

Klea membalikkan tubuhnya, ia menoleh ke arah Leon yang kini berada di sampingnya. Ia sudah sangat rapih mengenakan jas bewarna putih serta peci yang menempel di kepalanya. Klea menahan tangisnya mati-matian, ia teringat Agil.

Leon yang tersadar bahwa Klea menatap dirinya langsung menoleh, ia melihat Klea yang menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca.

Leon menghela napasnya, “Maaf....” ucapnya setelah itu ia melihat Klea yang langsung memalingkan wajahnya ke arah lain

“Ini langsung saja ya kita mulai akadnya. Pak, mari silahkan di mulai,” ucap Pak penghulu menatap Abram

Klea menatap sang Papah, ia tahu pasti bahwa Abram tidak rela menyerahkan anaknya kepada Leon. Karena ia tahu perlakuan Leon dulu kepada anaknya bagaimana. Tapi dengan segala cara Klea membujuknya, dengan terpaksa Abram menuruti permintaan Klea. Klea pun juga terpaksa, ia melakukan semua ini demi putrinya, Alea.

Klea meyakinkan dirinya berulang kali, lalu ia mengangguk lemah sambil menatap Abram.

Abram mengangguk dan menghela napasnya, lalu detik itu juga ia langsung menjabat tangan Leon.

“Bismillahirrahmanirrahim. Saya nikahkan engkau, Leonadio Aksara bin Gavino Aksara dengan putri saya, Akleea Ayu Adine binti Abramahaga Adine, dengan seperangkat alat sholat dibayar tunai.”

“Saya terima nikahnya Akleea Ayu Adine binti Abramahaga Adine dengan seperangkat alat sholat dibayar tunai,” ucap Leon

“Bagaimana para saksi? Sah?” ucap Penghulu

“SAH!” ucap para hadirin serentak

“Alhamdulillahi rabbil’alamin....”

Klea menunduk, ia meneteskan air matanya.

Maafin Lea, mas.... /Batinnya

The Decision I Made

Klea memijat pelipisnya, ia menjatuhkan tubuhnya di kasurnya. Ia menatap langit-langit kamarnya, ia teringat bahwa dulu setiap malam pasti ia selalu mengobrol dengan Agil sambil menatap langit-langit kamar.

Klea meneteskan air matanya, “Lea kangen, mas.... sekarang Lea harus gimana? Lea ngga mau khianatin mas, Lea ngga mau nikah lagi....”

“Mas.... Lea mau ikut mas.... Lea capek, mas....”

Ceklek! Klea menghapus air matanya, ia langsung bangkit dari posisinya. Ia melihat di pintu kamarnya sudah ada Alea yang berdiri sambil membopong sebuah tas yang terlihat isinya sangat penuh.

Klea menghampiri Alea, “Kamu mau kemana?”

“Pergi. Kalo mamah ngga mau nikah sama om Leon, Ale bakal pergi dari rumah ini,” ucapnya tegas

Klea sangat terkejut dengan perkataan Alea, apakah ia senekat ini?

“Sekarang pilihan mamah cuma dua. Pilih menikah sama om Leon, atau Ale bakal pergi dari rumah ini sekarang juga. Tapi ya sama aja, sih. Kalo mamah tetep ngga mau nikah sama om Leon , Ale bakal pergi sekarang juga.”

“Maksud lo apaan?” tanya Adam yang tiba-tiba saja datang

“Gue mau mamah nikah sama om Leon.”

“Assalamualaikum. Ada apa, nih?” ucap Agam yang baru saja pulang dari kerjanya

“Waalaikumsalam.”

Agam mengernyit melihat Alea yang sekarang menenteng sebuah tas besar, “Ale, kamu mau kemana?”

“Pergi.”

“Hah?” ucap Agam kebingungan

Klea menatap Alea, “Mamah ngga mau nikah sama Leon.”

Alea terkekeh sinis, lalu ia mengangguk paham, “Oke, berarti sama aja mamah mau Ale pergi dari rumah ini.”

Klea menggeleng dengan cepat, “Ngga, mamah ngga mau kamu pergi dari rumah ini. Mamah mohon Ale, jangan kayak gini.”

“Jangan kayak gini gimana?” tanya Alea

“Ngga ada yang bisa gantiin papah kamu....”

Alea berdecak kesal, “Mamah kenapa egois banget, sih? Mamah cuma mikirin perasaan mamah, mamah ngga mikirin perasaan aku sama Mas Adam. Aku, butuh, sosok, Ayah, mah....” ucap Alea menahan tangisnya

“Tapi cuma Mas Agil papah kamu satu-satunya, Alea,” ucap Klea yang sudah tidak bisa menahan tangisnya

Alea menghela napasnya dengan kasar, “Kenapa ngga mamah aja sih yang pergi dari dunia ini?”

Adam terkejut, “Ale!”

Alea sudah tak bisa menahan tangisnya, “Kenapa harus papah yang pergi? Kenapa ngga mamah aja?”

“Ale, kamu kenapa ngomong kayak gitu?” ucap Agam tak percaya

Klea menangis sejadi-jadinya.

Alea berjalan perlahan menghampiri Klea, “Kenapa, ngga, mamah, aja, yang, meninggal?” ucapnya

Klea menatap Alea sambil menangis, “Ale, stop....”

Agam dan Adam benar-benar tak habis pikir dengan perlakuan Alea sekarang ke Klea.

“Kenapa harus papah yang meninggal? KENAPA NGGA MAMAH AJA YANG MATI?!—“

Plak! Bruk!

“ADAM!” teriak Klea

“KEBANGETAN LO!” teriak Adam menatap Alea yang tersungkur di bawah sana

Iya, Adam menampar Alea sampai ia tersungkur jatuh di bawah lantai.

Napas Alea tersendat-sendat, ia mengerjapkan matanya berulang kali. Ia masih percaya dengan apa yang baru saja dilakukan Adam kepadanya. Adam menamparnya?

“Lo gila kah, Manika Alea Adine?!” jeda Adam

Klea masih saja menangis, sedangkan Agam masih saja terpaku disana.

“Lo tega ngomong kayak gitu sama mamah lo sendiri? Apa lo tau perjuangan mamah selama ini gimana? Mamah ngebesarin kita sampe sebesar ini dengan kasih sayang, tapi lo perlakuin mamah kayak gini?!” ucap Adam tegas

Alea bangkit dari posisinya, ia mendorong tubuh Adam.

“LO BERANI NAMPAR GUE, HAH?!” teriak Alea dengan napas yang tak teratur

“KENAPA NGGA BERANI?! LO UDAH KETERLALUAN! Lo nyakitin hati mamah, Alea. Lo bener-bener ngga tau diri jadi orang. Coba lo bayangin, apa mudah di posisi mamah?! Mamah ditinggal sama papah dan mamah selalu nyalahin diri sendiri padahal itu jelas-jelas bukan kesalahan mamah. Mamah nyari dimana keberadaan tante Raline bertahun-tahun cuma buat buktiin siapa anak yang dikandung dia. Mamah difitnah orang-orang dan bahkan kita berdua juga difitnah kalo kita itu anak dari hubungan gelap. Dan sekarang, sekarang lo minta mamah buat nikah sama orang yang udah berhasil ngehancurin keluarga kita selama ini? Dan bahkan lo bilang kenapa ngga mamah aja yang mati? Otak lo dimana, Alea?!” ucap Adam yang kini meneteskan air matanya

“Adam.... jangan marahin adik kamu....” ucap Klea menangis sambil memegang lengan Adam

Alea meneteskan air matanya.

“Sekarang lo mau pergi? Silahkan! Lo rasain gimana dunia luar tanpa ada mamah di samping lo. Sampai kapanpun, lo ngga akan pernah bisa hidup tanpa seorang ibu, Alea. Lo ngga usah khawatir, lo mau pergi kemana terserah. Disini masih ada gue sama om Agam yang jagain mamah.”

Alea mengangguk, “Oke, gue pergi.”

Alea menatap Klea sekilas, lalu ia membalikkan tubuhnya dan melenggang pergi. Tapi, dengan cepat Klea menahan Alea pergi sambil memohon berlutut di bawah lantai.

“Mah! Kak!” ucap Adam dan Agam berbarengan

Alea menoleh, ia menunduk melihat Klea yang menangis di bawah sana sambil memegang tangannya.

“Mamah mohon, jangan tinggalin mamah....” ucap Klea mendongak menatap anaknya

Alea meneteskan air matanya.

Klea bangkit dari posisinya secara perlahan, lalu ia menangkup wajah Alea.

Klea kembali menangis, dadanya terasa sangat sakit. Ia menghela napas beratnya, lalu berkata sesuatu kepada Alea yang membuat Adam dan Agam terkejut.

“M-mamah mau nikah sama om Leon.”

Lelaki itu

Klea menghela napasnya setelah mendapatkan pesan dari Tiff, ia benar-benar penasaran siapakah lelaki yang selalu menolong dirinya dan anak-anaknya. Klea melihat layar handphonenya yang di sana tertera sebuah pesan masuk dari Kala, lalu ia pun langsung bergegas untuk pulang setelah kerjaannya sudah selesai semua.

Klea memencet tombol panggilan untuk menelepon seseorang.

“Assalamualaikum, mah.”

“Waalaikumsalam, mas. Kamu sama adek udah pulang?”

“Udah daritadi, mah.”

“Adek masih suka kesakitan ngga?”

“Ngga mah, dia udah baik-baik aja.”

“Mas Adam gimana?”

“Sama mah, pokoknya kita udah mendingan kok.”

“Hmm, yaudah. Kalian mau dibawain apa? Ini mamah pulang sama tante Kala.”

“Ngga usah, mah. Tadi om Saka sama tante Wawa ke rumah bawain nasgor lamer.”

Klea terdiam sejenak.

“Mah.... keinget papah, ya?”

Klea tersenyum getir.

“Iyaudah, ya. Ini mamah mau pulang, mas.”

“Iya mah, hati-hati.”


“Gaada, kle,” ucap Kala melihat gang kecil di dekat rumah Klea

Klea mengernyit, “Gue juga pas itu pernah liat, sih. Tapi sekilas.”

“Wait, wait, wait,” ucap Kala sambil memberhentikan mobilnya

“Kenapa?” tanya Klea kebingungan

“Tuh,” ucap Kala menunjuk sesuatu ke arah rumah Klea

Klea melihat apa yang diberitahu Kala. Ia menyipitkan matanya, ia melihat jelas bahwa Alea sedang berbicara dengan lelaki itu.

“Gue parkir mobil gue disini aja, biar dia ngga langsung kabur.”

Klea mengangguk, kali ini kesempatan ia untuk membuktikan siapakah seseorang yang selama ini sudah menolongnya.

“Ale udah gapapa kok om, Ale baik-baik aja.”

“Alhamdulillah, om seneng dengernya. Mamah kamu pulang jam berapa?”

“Ngga tau.”

“Iyaudah kalo gitu om pamit pulang dulu, ya? Kamu semoga sehat-sehat terus. Om juga titip salam buat Abang kamu.”

Deg! Klea meneteskan air matanya. Suara itu, suara seseorang yang sangat ia kenal.

“Klea....” panggil Kala sambil menatap Klea

Detik itu juga, Klea langsung masuk melalui pagar rumahnya.

“Leon,” panggilnya

Sontak lelaki itu terkejut, Alea pun sama terkejutnya dengan lelaki itu.

“Leon.... itu lo, kan?” tanya Klea dengan mata yang berkaca-kaca

Lelaki itu menoleh ke arah belakang dan melihat Klea dan Kala yang kini sekarang berhadapan dengan dirinya.

“Leon?” ucap Kala memastikan

Lelaki itu terdiam sejenak, lalu ia langsung kabur detik itu juga.

“LEON!” teriak Klea sembari mengejar lelaki itu yang berlari

“LEON, STOP! GUE MOHON BERHENTI, LEON!”

“Klea!” teriak Kala mengejar Klea yang berlari di depan sana

Klea masih saja tidak henti mengejar lelaki itu, ia juga tidak sadar bahwa sedari tadi pun Kala, Alea, dan Adam menyusul Klea.

“LEON PLIS, STOP!” teriaknya

Tin... Tin...

“AKHHHH....” — Brugh!

“MAMAH! KLEA!” teriak Adam, Alea, dan juga Kala

Lelaki itu berhenti, ia menoleh ke belakang melihat Klea yang jatuh tertabrak mobil. Dan pada saat itu juga, lelaki itu langsung menghampiri Klea yang terjatuh.

“Klea!” teriaknya

“Kalo nyebrang tuh hati-hati!” ucap pengendara mobil yang setelah itu langsung melanjutkan perjalanannya

Klea menangis, ia benar-benar sangat terkejut dengan apa yang baru saja terjadi. Untung saja, ia tidak tertabrak.

“Mamah, mamah gapapa?!” tanya Adam panik melihat Klea yang menangis terduduk di aspal

“Klea, gapapa?!” tanya lelaki itu

Sontak, Klea langsung mendongak.

“Leon....”

Lelaki itu langsung membuka kupluk hoodie dan maskernya dengan cepat, “Gue Leon, iya gue Leon....”

Mereka semua kaget, termasuk Klea dan Kala.

Klea bangkit dari posisinya, ia menatap Leon yang sekarang berada di hadapannya.

Plak! Bugh! Bugh! Bugh! Klea menampar Leon dan memukul-mukul tubuh Leon.

“Lo dari mana aja, Leon....” ucap Klea menangis

“Lo ngilang gitu aja, lo ngga ngerasain kehidupan gue selama ini selalu dikasih omongan sama orang-orang yang ngga tau sebenarnya apa yang terjadi.... Lo jahat Leon, lo jahat....”

Leon meneteskan air matanya, “Maafin gue....”

Klea kembali memukuli Leon dan menangis sejadi-jadinya, ia mengeluarkan kembali semua rasa sesaknya yang selama ini ia tahan-tahan.

“STOP!”

Klea berhenti memukul-mukuli Leon, ia menoleh ke belakang sana melihat Alea yang sekarang menghampirinya.

“Jangan pukul om Leon, jangan sakitin orang yang udah nolongin aku selama ini,” ucap Alea menatap Klea

“Ale!” panggil Adam

“Lo diem, lo ngga tau apa-apa,” ucapnya dengan cepat sambil menatap Adam

Alea menatap Leon yang menunduk, “Om.... om gapapa?”

Leon mengangguk, “Om gapapa.”

Alea kembali menatap Klea yang masih saja menangis, “Ngga ada yang boleh nyakitin omnya Ale. Kalo ada yang berani nyakitin om Leon, berurusan sama Ale,” ucapnya setelah itu langsung melenggang pergi

Klea menjatuhkan dirinya ke aspal, ia kembali menangis. Mengapa masalah datang kembali ke kehidupannya? Alea masih saja marah kepadanya. Dan sekarang, Alea membela orang yang jelas-jelas selama ini sudah berhasil menghancurkan keluarganya. Orang yang selama ini membuat keluarga Klea mendapatkan fitnahan dari orang-orang.

“Pergi,” ucap Adam dingin menatap Leon

“Adam, om—“

“Saya bilang pergi. Dan kalo bisa jangan pernah muncul lagi.”

Leon mengerjapkan matanya, lalu ia menatap Klea yang masih saja menangis di bawah sana.

Klea, maafin gue.... /Batin Leon

Klea menghela napasnya setelah mendapatkan pesan dari Tiff, ia benar-benar penasaran siapakah lelaki yang selalu menolong dirinya dan anak-anaknya. Klea melihat layar handphonenya yang di sana tertera sebuah pesan masuk dari Kala, lalu ia pun langsung bergegas untuk pulang setelah kerjaannya sudah selesai semua.

Klea memencet tombol panggilan untuk menelepon seseorang.

“Assalamualaikum, mah.”

“Waalaikumsalam, mas. Kamu sama adek udah pulang?”

“Udah daritadi, mah.”

“Adek masih suka kesakitan ngga?”

“Ngga mah, dia udah baik-baik aja.”

“Mas Adam gimana?”

“Sama mah, pokoknya kita udah mendingan kok.”

“Hmm, yaudah. Kalian mau dibawain apa? Ini mamah pulang sama tante Kala.”

“Ngga usah, mah. Tadi om Saka sama tante Wawa ke rumah bawain nasgor lamer.”

Klea terdiam sejenak.

“Mah.... keinget papah, ya?”

Klea tersenyum getir.

“Iyaudah, ya. Ini mamah mau pulang, mas.”

“Iya mah, hati-hati.”


“Gaada, kle,” ucap Kala melihat gang kecil di dekat rumah Klea

Klea mengernyit, “Gue juga pas itu pernah liat, sih. Tapi sekilas.”

“Wait, wait, wait,” ucap Kala sambil memberhentikan mobilnya

“Kenapa?” tanya Klea kebingungan

“Tuh,” ucap Kala menunjuk sesuatu ke arah rumah Klea

Klea melihat apa yang diberitahu Kala. Ia menyipitkan matanya, ia melihat jelas bahwa Alea sedang berbicara dengan lelaki itu.

“Gue parkir mobil gue disini aja, biar dia ngga langsung kabur.”

Klea mengangguk, kali ini kesempatan ia untuk membuktikan siapakah seseorang yang selama ini sudah menolongnya.

“Ale udah gapapa kok om, Ale baik-baik aja.”

“Alhamdulillah, om seneng dengernya. Mamah kamu pulang jam berapa?”

“Ngga tau.”

“Iyaudah kalo gitu om pamit pulang dulu, ya? Kamu semoga sehat-sehat terus. Om juga titip salam buat Abang kamu.”

Deg! Klea meneteskan air matanya. Suara itu, suara seseorang yang sangat ia kenal.

“Klea....” panggil Kala sambil menatap Klea

Detik itu juga, Klea langsung masuk melalui pagar rumahnya.

“Leon,” panggilnya

Sontak lelaki itu terkejut, Alea pun sama terkejutnya dengan lelaki itu.

“Leon.... itu lo, kan?” tanya Klea dengan mata yang berkaca-kaca

Lelaki itu menoleh ke arah belakang dan melihat Klea dan Kala yang kini sekarang berhadapan dengan dirinya.

“Leon?” ucap Kala memastikan

Lelaki itu terdiam sejenak, lalu ia langsung kabur detik itu juga.

“LEON!” teriak Klea sembari mengejar lelaki itu yang berlari

“LEON, STOP! GUE MOHON BERHENTI, LEON!”

“Klea!” teriak Kala mengejar Klea yang berlari di depan sana

Klea masih saja tidak henti mengejar lelaki itu, ia juga tidak sadar bahwa sedari tadi pun Kala, Alea, dan Adam menyusul Klea.

“LEON PLIS, STOP!” teriaknya

Tin... Tin...

“AKHHHH....” — Brugh!

“MAMAH! KLEA!” teriak Adam, Alea, dan juga Kala

Lelaki itu berhenti, ia menoleh ke belakang melihat Klea yang jatuh tertabrak mobil. Dan pada saat itu juga, lelaki itu langsung menghampiri Klea yang terjatuh.

“Klea!” teriaknya

“Kalo nyebrang tuh hati-hati!” ucap pengendara mobil yang setelah itu langsung melanjutkan perjalanannya

Klea menangis, ia benar-benar sangat terkejut dengan apa yang baru saja terjadi. Untung saja, ia tidak tertabrak.

“Mamah, mamah gapapa?!” tanya Adam panik melihat Klea yang menangis terduduk di aspal

“Klea, gapapa?!” tanya lelaki itu

Sontak, Klea langsung mendongak.

“Leon....”

Lelaki itu langsung membuka kupluk hoodie dan maskernya dengan cepat, “Gue Leon, iya gue Leon....”

Mereka semua kaget, termasuk Klea dan Kala.

Klea bangkit dari posisinya, ia menatap Leon yang sekarang berada di hadapannya.

Plak! Bugh! Bugh! Bugh! Klea menampar Leon dan memukul-mukul tubuh Leon.

“Lo dari mana aja, Leon....” ucap Klea menangis

“Lo ngilang gitu aja, lo ngga ngerasain kehidupan gue selama ini selalu dikasih omongan sama orang-orang yang ngga tau sebenarnya apa yang terjadi.... Lo jahat Leon, lo jahat....”

Leon meneteskan air matanya, “Maafin gue....”

Klea kembali memukuli Leon dan menangis sejadi-jadinya, ia mengeluarkan kembali semua rasa sesaknya yang selama ini ia tahan-tahan.

“STOP!”

Klea berhenti memukul-mukuli Leon, ia menoleh ke belakang sana melihat Alea yang sekarang menghampirinya.

“Jangan pukul om Leon, jangan sakitin orang yang udah nolongin aku selama ini,” ucap Alea menatap Klea

“Ale!” panggil Adam

“Lo diem, lo ngga tau apa-apa,” ucapnya dengan cepat sambil menatap Adam

Alea menatap Leon yang menunduk, “Om.... om gapapa?”

Leon mengangguk, “Om gapapa.”

Alea kembali menatap Klea yang masih saja menangis, “Ngga ada yang boleh nyakitin omnya Ale. Kalo ada yang berani nyakitin om Leon, berurusan sama Ale,” ucapnya setelah itu langsung melenggang pergi

Klea menjatuhkan dirinya ke aspal, ia kembali menangis. Mengapa masalah datang kembali ke kehidupannya? Alea masih saja marah kepadanya. Dan sekarang, Alea membela orang yang jelas-jelas selama ini sudah berhasil menghancurkan keluarganya. Orang yang selama ini membuat keluarga Klea mendapatkan fitnahan dari orang-orang.

“Pergi,” ucap Adam dingin menatap Leon

“Adam, om—“

“Saya bilang pergi. Dan kalo bisa jangan pernah muncul lagi.”

Leon mengerjapkan matanya, lalu ia menatap Klea yang masih saja menangis di bawah sana.

Klea, maafin gue.... /Batin Leon

Klea menangis sejadi-jadinya setelah mendapatkan pesan dari anak lelakinya. Saat itu juga, Klea langsung pergi ke rumah sakit setelah Adam mengirimkan lokasinya.

Klea berlari menyusuri lorong rumah sakit, ia mencari ruang IGD. Setelah beberapa menit mencari, akhirnya Klea telah sampai di lorong IGD. Klea terkejut melihat seseorang yang di depan sana duduk di samping Adam. Lelaki itu lagi?

Sontak lelaki itu pun langsung tersadar akan kehadiran Klea, ia langsung kabur begitu saja.

“Tunggu!” teriak Klea

“Mah!” panggil Adam

Klea ingin mengejar lelaki itu, tapi rasanya yang lebih penting sekarang adalah keadaan anak-anaknya.

Klea menghampiri Adam. Ia menutup mulutnya tak percaya melihat tangan dan kaki Adam yang terdapat perban disana.

“Mas....” panggil Klea dengan mata yang berkaca-kaca

Adam terdiam.

Klea melihat lebih rinci tubuh Adam dari atas sampai bawah, “Kenapa bisa kayak gini?”

“Maafin Adam, mah. Tadi Ale maksa Adam buat dia aja yang bawa motornya pas di tengah jalan. Adam nolak, tapi Alenya maksa. Sampe kita kehilangan keseimbangan, terus jatuh. Ale.... Ale keseret, mah.... Tapi kata dokter barusan Ale gapapa, Ale masih sadar. Dia lagi diobatin aja sama Dokter.”

Tubuh Klea melemas, ia mendudukkan dirinya di bangku rumah sakit.

Bodoh, gue ngga becus banget jadi ibu. /Batin Klea

“Jangan salahin diri mamah, ini kan murni Adam sama Ale yang kecelakaan. Adam tau, pasti mamah nyalahin diri mamah sendiri. Jangan salahin diri mamah....” ucap Adam menatap Klea khawatir

Klea benar-benar tak bisa berkata-kata lagi, ia hanya menangis terus-terusan.

Pintu ruangan IGD terbuka, menampilkan Dokter yang menuntun Alea menggunakan kursi roda.

Klea bangkit dari duduknya, ia menutup mulutnya melihat kondisi Alea yang terlihat jauh lebih parah dari Adam.

“Anda ibunya?” tanya Dokter

Klea menatap Dokter tersebut, lalu ia mengangguk.

Dokter itu tersenyum, “Anak ibu gapapa, kok. Saya cuma menangani luka-lukanya saja. Tadi saya juga mengecek apakah ada benturan atau tidak. Kalau anak ibu yang lelaki tidak terkena benturan sama sekali, tapi kalo anak ibu yang perempuan ini terdapat benturan kecil di kepalanya. Tapi ngga perlu khawatir, anak ibu dua-duanya baik-baik saja, kok.”


Setelah sampai di rumah, Klea langsung membuatkan bubur untuk Adam dan Alea. Klea sudah terlebih dahulu memberikan buburnya ke Adam, sekarang ia melangkahkan kakinya menuju kamar Alea.

Ceklek! Klea membuka pintu kamar Alea, ia melihat Alea disana terbaring di kasurnya menghadap dinding.

“Dek....” panggil Klea

“Keluar,” ucap Alea dengan cepat

Klea terkejut, ia mengernyitkan dahinya.

“Ale bilang keluar.”

“Mamah bawain bubur buat kamu, kamu belum makan....” ucap Klea menatap punggung anaknya

“Ngga mau.”

Klea menghampiri Alea dan duduk di kasurnya, “Makan, ya? Mamah suapin.”

Alea membalikkan tubuhnya secara perlahan dan— Prang! Klea sangat terkejut dengan apa yang baru saja Alea lakukan, Alea menepis mangkuk yang berisikan bubur sampai jatuh pecah ke lantai.

“Ale....”

“Aku kan udah bilang, aku ngga mau,” ucapnya dengan tegas

“Aku, ngga sudi, makan makanan buatan orang yang udah bikin papah meninggal.”

Deg! Sekujur tubuh Klea melemas. Ia mengerjapkan matanya, ia benar-benar sangat terkejut mendengarkan perkataan yang keluar dari mulut Alea.

Ceklek! Adam masuk ke kamar Alea, ia kaget melihat mangkuk yang pecah dan bubur yang berhamburan di bawah lantai kamar Alea.

“Kenapa diem? You killed my dad, you made my dad leave me. Mamah ternyata dulu selingkuhin papah, mamah kecewain papah, mamah nyakitin hati papah, right?” ucap Alea menahan tangisnya

“Alea, stop it,” ucap Adam

“Why? Lo kenapa diem aja? Lo ngga liat nih sekarang orang yang ada di depan lo itu orang yang udah buat papah pergi ninggalin kita berdua,” ucap Alea menatap Adam

Adam mengerjapkan matanya berulang kali, ia menggeleng untuk memberitahu Alea agar ia tidak mengucapkan kata-kata itu.

Keadaan sangat hening dan sangat tegang. Klea hanya terdiam sedari tadi sambil merasakan rasa sesak yang kembali muncul di dadanya.

Alea terkekeh, lalu ia meneteskan air matanya, “I really hate you, mom. Really, really hate you,” ucapnya penuh penekanan

Klea berhasil meneteskan air matanya.

“Keluar. Ale ngga mau liat muka mamah.”

Klea menatap Alea sambil menangis, “Ale, mamah minta maaf....”

“KELUAR!” teriaknya

“ALE!” teriak Adam juga karena dengan beraninya Alea meneriaki Klea

Klea bangkit dari duduknya dengan cepat, ia mengusap lengan Adam, “Gapapa, jangan bentak adeknya.”

Klea menurunkan tubuhnya untuk membersihkan pecahan mangkuk di bawah lantai, tapi dengan cepat Adam menarik tubuh Klea secara perlahan dengan kedua tangannya.

“Mamah ke kamar aja, biar Mas aja yang beresin.”