conversation in the car
“Udah dong, ya? Jangan nangis, dek....” ucap Agil menatap perempuan yang kini menangis sambil memeluk lengannya
Klea menggoyang-goyangkan lengan Agil sambil menangis. “Lea mau naik London eye, mas....”
“Ya kamu tau tadi kata penjaganya lagi ngga beroperasi, sayang.... Masa mau maksa naik, sih? Nanti kalo kenapa-kenapa gimana?”
Memakan waktu hampir setengah jam, Agil hanya sibuk menenangi Klea yang sedari tadi tidak berhenti menangis. Agil benar-benar kewalahan, ia tidak menyangka bahwa istrinya akan berperilaku seperti ini disaat mengandung. Ini baru seberapa, bagaimana nanti jika kandungan Klea sudah semakin membesar? Apakah Agil akan kuat dengan sikap Klea yang mungkin saja nanti akan lebih manja daripada ini?
Agil bangkit dari duduknya secara perlahan, sambil melepas tautan tangan Klea di lengannya. “Ayo, mau kemana aja terserah Lea. Tapi jangan naik London eye.”
“Orang Lea mau nya naik London Eye gimana, sih?” ucapnya kesal
Agil mengusap wajahnya dengan gusar, ia menghembuskan napasnya dari mulut sampai mengeluarkan asap. Udaranya kali ini cukup dingin, Agil tidak mungkin membiarkan Klea dan calon buah hatinya kedinginan. Maka dari itu, sedari tadi ia berpikir, kemana kah ia akan membawa Klea pergi? Kalau pulang tidak mungkin, yang ada Klea akan lebih marah karena tadi keinginannya saja tidak tersampaikan.
Agil menghela napasnya, lalu ia berjongkok menatap sang istri yang masih menangis sambil terduduk di sebuah kursi taman. “Dek.... jangan nangis lagi, ya? Kita masih bisa naik London Eye nya nanti. Sekarang ayo, ikut mas....”
Klea menatap manik mata Agil. “Mau ke mana?”
Agil tersenyum, lalu ia meraih tangan Klea untuk digenggamnya dan langsung membantunya untuk berdiri. “Ikut aja ayo. Tapi nanti di dalem mobil ya, jangan keluar. Mas juga ngga mau ajak kamu jalan, lagi dingin banget. Pasti juga sebentar lagi saljunya turun.... Mas ngga mau kamu capek, kedinginan. Nanti kasian juga adeknya....” ucap Agil sambil mengusap secara perlahan perut Klea
Klea menunduk, menatap tangan Agil yang masih mengusap perutnya. Hati Klea benar-benar sangat hangat setiap Agil mengusap perutnya, seperti ada rasa kebahagiaan tersendiri di dalam dirinya. Klea sangat bahagia, benar-benar sangat bahagia.
“Ayo, kenapa diem aja? Dingin banget, dek....” ucap Agil menatap Klea
Klea tersenyum, lalu ia memeluk lengan Agil. Dan pada saat itu juga, mereka berdua langsung meninggalkan tempat tersebut.
Setelah melakukan perjalanan selama dua belas menit, akhirnya Agil dan Klea telah sampai di tempat tujuannya.
“Tower Bridge?” tanya Klea menatap Agil yang duduk di sampingnya
Agil mengangguk, lalu ia memarkirkan mobilnya dengan sembarang. Setelah mematikan mesin mobilnya, ia mengatur jok kursi Klea agar posisinya agak sedikit berbaring. “Nyaman ngga?” tanya Agil
Klea mengangguk. “Nyaman, mas....”
Hari semakin lama semakin larut, salju pun turun secara perlahan di kota London ini. Klea dan Agil berbaring di jok kursinya masing-masing sambil menikmati pemandangan di depan sana, pemandangan Tower Bridge dan Sungai Thames yang kelihatan sangat jelas dari dalam mobil.
Klea terdiam, ia seperti merasa dejavu di tempat ini. Ia.... teringat momen dengan Leon kala itu. Leon.... bagaimana kabarnya sekarang? Dia baik-baik saja, kan?
Klea tersadar saat ada tangan kekar yang menyelusup masuk ke dalam pakaiannya, tangan tersebut mengelus perutnya secara perlahan.
“Adek.... Cepet besar, ya? Nanti kita main sama mamah, papah, mas Adam, sama kak Ale....”
Klea tersenyum hangat, ia membiarkan Agil mengelus perutnya secara terus menerus.
“Dek,” panggil Agil
“Hm?”
Agil menghentikan aktivitasnya, ia beralih untuk meraih tangan Klea dan ia kecupnya saat itu juga. “Mas sayang sama kamu.”
Klea tersenyum haru, ia menatap Agil yang menatapnya juga sambil berbaring di kursi mobil. Klea menarik tangan Agil yang menggenggam tangan dirinya, lalu— Cup! Klea juga melakukan hal yang sama seperti Agil, ia mengecup punggung tangan Agil.
“Lea juga sayang banget sama Mas Agil....” ucap Klea yang setelahnya berhasil meneteskan air matanya
Agil tersenyum, lalu ia menghapus secara perlahan air mata Klea yang jatuh. “Jangan nangis, dek....”
“Mas bakal bosen ngga sih kalo Lea bilang sayang terus ke mas?” tanya Klea yang masih setia menatap pria yang sangat ia cintai
Agil terkekeh kecil. “Ngga, sayang.... Yang ada mas yang nanya kayak gitu ke kamu. Kamu bosen atau ngga kalo mas bilang sayang terus ke kamu?”
Klea menggeleng dengan cepat. “Ngga, Lea ngga pernah bosen. Yang ada malah Lea seneng banget dengernya, Lea mau mas ucapin kata itu setiap saat....”
Agil menghela napasnya, ia tersenyum kecil. Tangannya beralih mengusap kepala Klea, lalu ia menatap istrinya dengan lekat. “Kamu cantik banget. Kamu ngga pernah berubah di mata mas, kamu tetep sama, dek....”
Klea tersenyum.
“Kamu bahagia kan mas kembali?” tanya Agil
Lagi-lagi Klea mengangguk dengan cepat. “Mas, ngga usah ditanya lagi.... Lea bahagiaaaa bangetttt....”
Agil kembali menghela napasnya, ia mengubah posisinya menjadi menatap Tower Bridge dan Sungai Thames di depan sana.
“Kalo kehadiran mas cuma sementara gimana?”
Deg! Jantung Klea berdebar saat Agil mengatakan kalimat itu. Agil.... tidak akan pernah pergi meninggalkan dirinya lagi, kan?
Klea bangkit dari posisinya, menatap Agil yang masih saja setia menatap Tower Bridge di depan sana. “Maksudnya apa? Mas mau ninggalin Lea lagi?”
Agil bangkit juga dari posisinya dengan cepat, ia menatap manik mata Klea yang terlihat sangat cemas. “Bukan gitu, sayang.... Maksud mas tuh kita kan ngga tau kedepannya bakal gimana, kita ngga tau kedepannya kita akan sama sama terus atau eng—“
“Kita akan sama sama terus, selamanya,” potong Klea
Agil menunduk, lalu ia kembali menatap Klea yang kini meneteskan air matanya. Secara perlahan, Agil mengelus surai rambut Klea. Lalu jemarinya beralih menghapus air mata yang berhasil turun di pipi perempuan yang sangat ia cintai ini.
“Kita akan sama sama terus, selamanya. Kalo suatu saat mas pergi, kamu mau ikut?”
“Lea kan udah pernah bilang sama mas. Kalo mas mau pergi, Lea bakal ikut. Kemana pun mas pergi, Lea bakal ikut. Di mana ada Mas Agil, di sampingnya harus ada Lea. Lea ngga bisa hidup tanpa Mas Agil, sampai kapanpun.”
Agil terkekeh kecil, hal itu membuat Klea kebingungan.
“Kok malah ketawa?” tanya Klea
Agil mengacak-acak rambut Klea. “Lagian pembicaraannya serius banget sih, dek....”
Klea berdecak kesal, ia menepis tangan Agil. “Ya emang serius. Mas ngapain coba nanya kayak gitu ke Lea?”
“Ya mas iseng aja.... Sebenernya tuh mas juga lagi mikirin sesuatu. Umur kita makin lama makin bertambah, mas takut mas dipanggil duluan akhirnya mas ninggalin kamu lagi.”
Bugh! Klea memukul lengan Agil. “Kok ngomong gitu, sih?!”
“Umur ngga ada yang tau, dek....” ucap Agil menatap keadaan di luar sana
“Mas....” panggil Klea
“Apa sayanggg....” jawab Agil sambil menatap Klea
Klea mendekatkan tubuhnya ke arah Agil. “Penyakit mas.... Mas belum sembuh, ya?”
“Mas udah sembuh total, dek....”
“Terus kenapa mas ngomong kayak gitu?” tanya Klea
“Ya kan mas tadi udah bilang, umur kita makin lama makin bertambah. Pasti salah satu dari kita juga nanti bakal dipanggil duluan, alhasil kita saling meninggalkan satu sama lain....” jedanya
Agil meraih tangan Klea, ia genggamnya dengan sangat erat. “Dek.... Kita akan hidup selama-lamanya berdua, sampai kita mati, kalo Allah udah takdirin semua itu ke kita. Kalo emang takdir Allah ngga seperti apa yang kita inginkan ya yaudah gapapa, kita harus terima itu.”
Klea meneteskan air matanya. “Kalo salah satu di antara kita nanti meninggal duluan, kita pastikan kalo nanti kita terkubur di tanah yang sama, di liang lahat yang sama. Kita harus berdampingan selamanya, mas....”
Agil tersenyum, ia mengusap secara perlahan pipi Klea.
“Mas....” panggil Klea
“Apa?”
“Mas ngomong kayak gitu bukan karena mas mau ninggalin Lea lagi, kan?” tanya Klea dengan mata yang berkaca-kaca
Agil menggeleng. “Ngga usah khawatir, mas kan udah janji sama kamu untuk ngga ninggalin kamu lagi, dek....”
“Lea takut, mas.... Kalau pun nanti mas pergi karena emang udah waktunya Lea ngga bisa terima sampai kapan pun....” ucap Klea menunduk sambil menangis
Agil menarik dagu Klea, ia menatap Klea sangat lekat. “Jangan ngomong kayak gitu.... Kita harus nerima takdir yang Allah kasih ke kita.... Pokoknya sekarang yang terpenting kita harus nikmatin masa masa hidup kita, kita gunakan waktu yang kita punya dengan baik, kita buang pikiran pikiran yang buat kita cemas. Kalo emang nanti kita udah waktunya dipanggil, tandanya waktu kita udah selesai. Setiap orang punya waktu hidupnya sendiri, dek.... Dan yang atur itu semua adalah Tuhannya masing-masing....”
Klea terdiam sejenak, lalu ia langsung masuk ke dalam dekapan Agil. “Lea ngga mau ditinggalin sama mas lagi....”
Agil membalas pelukan Klea, ia cium juga secara perlahan pundaknya. “Mas ngga akan ninggalin kamu lagi....”
Klea melepaskan pelukannya, menatap Agil cukup lekat. Tangannya beralih mengusap rambut Agil, lalu turun ke wajahnya. Agil.... seseorang yang sangat ia cintai rupanya tidak berubah sama sekali. Klea tersenyum, lalu ia mendekatkan wajahnya ke wajah Agil.
“Ngapain?” tanya Agil
“Mau cium....” ucap Klea
Cup! Agil mengecup bibir Klea.
“Apalagi yang mau dicium?” tanya Agil sembari merapikan rambut istrinya
“Semuanya.”
Agil tersenyum, lalu ia menangkup wajah Klea dan langsung menciumi wajah Klea secara berurutan.
“Mas....” panggil Klea
“Apa sayang....”
Klea dan Agil saling menatap satu sama lain cukup lama.
“Mas janji ya akan di samping Lea terus sampai kapanpun, kalau bisa sampai Lea mati....” ucap Klea yang manik matanya tak lepas menatap Agil
Agil tersenyum tipis, lalu ia mencium dahi Klea secara perlahan. “Mas janji. Mulai detik ini, sampai selamanya, kita akan selalu berdampingan terus. Dan tentunya, mas akan di samping kamu terus. Jangan khawatir, ya?”
Klea meneteskan air matanya, lalu ia mengangguk secara perlahan.
Agil kembali membawa Klea ke dalam pelukannya. Ia tahu, bahwa Klea sangat khawatir saat ini. Tapi ia sekarang benar-benar bersumpah, bahwa dirinya tidak akan pergi lagi meninggalkan Klea. Agil berjanji, akan selalu di samping Klea, selamanya.
“Makasih ya mas, udah ajak Lea keliling London, ya walaupun waktu itu mas masih pake identitas Dierrel,” ucap Klea diakhiri dengan kekehan
Sekarang posisi mereka terduduk di kursi mobil, sambil menatap pemandangan Tower Bridge dan Sungai Thames di depan sana yang dituruni oleh salju. Agil merangkul pundak Klea dengan erat, ia biarkan perempuan tersebut bersandar di pundaknya. Sedangkan Klea, ia masih saja setia menggenggam satu tangan Agil dengan kedua tangannya.
“Iya, sama sama. Kamu sebenernya udah puas atau belum?” tanya Agil yang matanya tak lepas melihat pemandangan di luar sana
Klea mendongak, lalu ia mengecup secara perlahan pipi Agil. “Udah kok, udah puas banget. Tapi ya.... Lea belum naik London Eye....”
Agil terkekeh. “Masih aja, sih.... Yaudah nanti kapan-kapan kita naik London Eye ya.... Semoga aja nanti beroperasi....”
“Beneran, ya?” ucap Klea
Agil menatap Klea, lalu tangannya mengusap kembali perut Klea. “Beneran, bumillllll..... Pokoknya sekarang bumil harus sehat sehat terus, ya?”
Klea tersenyum. “Iya papah....”
Agil melepaskan rangkulannya pada pundak Klea. “Dek, tiduran deh.”
Klea mengernyit, melihat Agil yang sibuk mengubah posisinya. “Mau ngapain?”
“Tiduran aja, ini mas turunin dikit lagi,” ucap Agil sambil mengatur posisi jok kursi Klea
Setelah mengaturnya beberapa detik, akhirnya kini Klea sudah berbaring di jok kursi sesuai dengan permintaan Agil. Klea bingung, apa yang ingin Agil lakukan? Ia menatap Agil yang kini membuka sedikit bajunya, menampilkan perutnya yang sedikit membesar. Klea merasakan usapan yang Agil beri, lalu ia juga merasakan bahwa Agil mengecupi perutnya.
“Adek.... Sehat-sehat terus ya di dalam perut mamah? Adek jangan nakal, adek harus nurut sama mamah....” ucap Agil yang menatap perut Klea sambil mengusapnya
“Adek nanti jangan bikin mamah kesakitan, kasian mamahnya.... Pokoknya kalo adek mau apa-apa bilang ke papah, nanti papah turutin....”
Klea tersenyum, lalu tangannya beralih mengusap rambut Agil.
Cup! Cup! Cup! Agil tak berhenti mengecupi perut Klea.
“Papah ngga sabar, kamu cepet-cepet besar ya? Banyak yang nungguin kamu. Pokoknya sekarang yang papah minta cuma satu, kamu harus sehat-sehat di dalam perut mamah Lea. Papah janji, papah akan di samping kamu dan di samping mamah kamu terus.”
Klea meneteskan air matanya. Berulangkali ia tidak akan pernah bosan mengatakan bahwa ia sekarang benar-benar merasa sangat bahagia.
Agil kembali mendekatkan wajahnya ke perut Klea, ia mengusap perut Klea dengan rasa kasih sayang. Lalu, ia membisikkan sesuatu di sana.
“Terima kasih sudah hadir, terima kasih sudah membuat Lea bahagia atas kehadiranmu.”